MAKALAH
PUASA
DISUSUN OLEH
....
DOSEN PENGAMPU
KHARUSSALEH, S.Pd.I
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN
GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
TAHUN AJARAN 2017/2018
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR......................................................................... i
DAFTAR
ISI......................................................................................... ii
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah......................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................... 2
C.
Tujuan Penulisan..................................................................... 2
BAB
II PEMBAHASAN...................................................................... 3
A.
Definisi Puasa......................................................................... 3
B.
Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum................................ 3
C.
Syarat Wajib Puasa................................................................. 6
D.
Syarat Sah Puasa.................................................................... 6
E.
Rukun-rukun puasa................................................................. 6
F.
Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa 6
G.
Adab-adab berpuasa............................................................... 8
H.
Halangan puasa...................................................................... 9
I.
Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa.............................. 11
J.
Meng-qadha’ puasa Ramadhan............................................... 11
K.
Hikmah puasa......................................................................... 13
BAB
III PENUTUP.............................................................................. 16
A. Kesimpulan............................................................................. 16
DAFTAR
PUSTAKA........................................................................... 17
KATA
PENGANTAR
Segala puji dan syukur saya
panjatkan kepada tuhan yang maha esa, karena
atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya
tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan
sebuah makalah dengan judul “Makalah Puasa”, yang menurut kami
dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.
Melalui kata pengantar ini penulis
lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada
kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung
perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa
terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat
memberikan manfaat kepada kita semua.
Muara Bungo, 13 Maret 2017
Kelompok II
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui agama islam
mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa
termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi,
semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat
islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak
mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang
tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik
dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan
puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan
hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka
hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah
berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung
rampung
Oleh karena itu dalam makalah ini kami
akan membahas tentang apa itu puasa, manfaat puasa, hikmah puasa, dan alasan mengapa
kita wajib menjalankannya.
B.
Rumusan
Masalah
1. Apa
Definisi Puasa ?
2. Apa
saja Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum?
3. Bagaimana
Syarat Wajib Puasa?
4. Bagaimana
Syarat Sah Puasa?
5. Apa
saja Rukun-rukun puasa?
6. Apa
saja Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa?
7. Bagaimana
Adab-adab berpuasa?
8. Apa
saja Halangan puasa?
9. Apa
saja Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa?
10. Apa
Hikmah puasa?
C.
Tujuan
Penulisan
1. Ingin
Mengetahui Apa Definisi Puasa
2. Ingin
Mengetahui Apa saja Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum
3. Ingin
Mengetahui Bagaimana Syarat Wajib Puasa
4. Ingin
Mengetahui Bagaimana Syarat Sah Puasa
5. Ingin
Mengetahui Apa saja Rukun-rukun puasa
6. Ingin
Mengetahui Apa saja Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa
7. Ingin
Mengetahui Bagaimana Adab-adab berpuasa
8. Ingin
Mengetahui Apa saja Halangan puasa
9. Ingin
Mengetahui Apa saja Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
10. Ingin
Mengetahui Apa Hikmah puasa
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Puasa
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa
arab yaitu صام يصوم صيامshaama-yashuumu, yang bermakna menahan atau sering juga
disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian
terminology (istilah) agama adalah
menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak
terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.
B.
Macam-Macam
Puasa Dari Segi Hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan
hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
-
Puasa wajib, yaitu
puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
-
Puasa sunnah (mandub)
-
Puasa makruh
-
Puasa haram
1. Puasa
Wajib (Fardhu)
Puasa wajib
atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.
Telah kita ketahui bahwasanya puasa
fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada
bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’.
Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan.
Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun
sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan.
Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
Puasa ramadhan
dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi
setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai
diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang
dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits
dan ijma’. Dalil dari Al-qur’an iala firma Allah swt :
Artinya
: (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang
didlamanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)
2. Puasa
sunnah (mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila
kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita
kerjakan tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnat:
-
Puasa hari Tasu’a –
‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunnah
diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal
ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
-
Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa
pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah.
Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah
haji.
-
Puasa hari senin dan
kamis
Disunnahkan berpuasa
pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari
itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
-
Puasa 6 hari di bulan
syawal
Disunnhakan berpuasa
selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat
-
Puasa sehari dan
berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg
yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa
puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
-
Puasa bulan rajab,
sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa
pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam
madzhab.
Adapun bulan-bulan
mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah
dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada
bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .
Bila seseorang memulai
berpuasa sunnah lalu membatalkannya
Menyempurnakan puasa
sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan
menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
3. Puasa
Makruh
Puasa
hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan
besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya
selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan
menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan :
tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
4. Puasa
Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam
memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan
mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu
mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa
dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
-
Puasa pada dua hari
raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
-
Tiga hari setelah hari
raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab
hal 385)
-
Puasa seorang wanita
tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan
sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika
sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau
sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.
C.
Syarat
Wajib Puasa
1. Beragama
Islam
2. Baligh
(telah mencapai umur dewasa)
3. Berakal
4. Mumayyiz
5. Berupaya
untuk mengerjakannya.
6. Sehat
7. Tidak
musafir
D.
Syarat
Sah Puasa
1. Beragama
Islam
2. Berakal
3. Tidak
dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
4. Hari
yang sah berpuasa.
E.
Rukun-rukun
puasa
Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap
malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa
sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga
terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar
sehingga masuk matahari.
F.
Hal-hal
yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa
Beberapa hal
yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:
§ Makan
Ayat yang menjelaskan
tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan
bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka
itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah
mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah
mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan
carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlam hingga
terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian
sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.
§ Minum
§ Hubungan
seksual
Sama seperti surat
diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu
bagi suami istri yamg vberhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus
membebaskan budak jika punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan
berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin 60 orang, dan
mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan
padahal dia lupa mandi zunub maka hal itu tidak membatalkan puasa.
§ Muntah
dengan sengaja
Hadist yang
menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang artinya : Barang siapa yang
muntah maka tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya. Namun barang siapa
muntah denjgan sengaja maka hendaklah ia menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud,
ibn mazah, dari abu hurairah)
§ Keluar
darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya puasa.
§ Gila
saat sedang puasa
Sedangkan hal yang
mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh
Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat
sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan semacamnya.
Intinya, bila seluruh
panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang
memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan
menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.
G.
Adab-adab
berpuasa
1. Niat
karena Allah swt semata.
Niat ini cukup dalam
hati tanpa diucapkan. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat tentang
hal ini. Yang pertama ialah menurut imam hanbali, menurut beliau niat cukup
pada awal puasa saja untuk satu bulan penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki
yang mengatakan niat bisa dimulai ketika awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir
yaitu menurut imam Syafii yang mengatakan bahwa niat dilakukan setiap malam
atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada
seseorang yang berniat puasa satu tahun yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa
dikatakan niat.
Berbeda halnya dengan
puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa pada
siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang
kepadanya dan bertanya “ apakah kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab
aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “ kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat
tersebut dapat disimpulkanb bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang
hari.
2. Makan
sahur
Nabi saw bersabda yang
artinya “ sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat berkah” (HR. Jama’ah kecuali abu Daud, dari Anas
ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada saat akan berbuasa
sangatlah dianjurkan.
Sedangkan waktu makan
sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir
malam.
3. Menjahui
hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.
Selain yang telah
disebutkan di atas berkumur secara berlebihan saat berwudu juga termasuk salah
satu hal yang bisa mengurangi nilai puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya
“ sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selailah diantara jari-jemarimu dan
smpikanlah (ke dalam-dalam) dalam berkumur, kecualai kamu berpuasa”. ( HR. Imam
yang lima, dari Laqith bin Shabirah).
4. Berbuka
puasa dengan segera.
Bila waktu berbuka
sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menygerakannya. Hal ini karena Nabi saw
bersabda yang artinaya: manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka
menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.
H.
Halangan
puasa
Beberapa uzur
(halangan) yang membolehkan berbuka(tidak berpuasa)
1. Sakit
dan menderita kepayahan yang sangat
Beberapa uzur atau
halangan yang membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau membatalkan
puasanya diantaranya ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan
ia merasa khawatir bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat
kesembuhannya, atau ia malah menderita kepayahan yang sangat jika berpuasa maka
ia diperbolehkan berbuka.
2. Khawatirnya
wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.
Apabila wanita hamil
dan wanita menyusui merasa khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak
akan menimpa pada diri mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya
saja, atau pada anak mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak
berpuasa(berbuka).
3. Berbuka
sebab bepergian
Diperbolehkan
berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian dengan syarat bepergiannya
itu dalam jarak yang jauh yang membolehkan shalat qashar, sesuai dengan
ketentuannya. Dan dengan syarat hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit
fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat dimana ia memulai meng-qashar
shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang membolehlkan
meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
4. Puasa
wanita yang sedang haidh dan nifas
Apanila wanita yang
sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau nifas, maka wajiblah berbuka dan
haramlah baginya berpuassa. Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya
adalah batal dan dalam hal ini ia berkewajiban meng-qadha’.
5. Orang
yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.
Adapun kelaparan dan
kedahagaan yang sangat yang dengan kedua-duanya itu seorang seseorang tidak
kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan
ia berkewajiban meng-qadha’.
6. Orang
yang sudah lanjut usia
Orang yang telah
berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa pada seluruh masa dalam
setahun, ia boleh berbuka, artinya ia boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia
berkewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.
Orang yang sudah
lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha’. Sebab sudah tidak mampu melakukan
puasa.
7. Orang
yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang
berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak
berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha’
puasanya itu dijelaskan oleh imam syafi’I sebagai berikut: “bila ia sengaja
dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya secara sengaja memakan
sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya, maka ia berkewajiban
meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak bersengaja gila,
maka ia tidak berkewajiban meng-qadha’.
I.
Hal-hal
yang disunnahkan dalam berpuasa
Disunnahkan
bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:
1. Bersegera
untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan
sebelum shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma
kering, atau manisan atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu
tiga atau lebih.
2. Berdo’a
setelah berbuka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
3. Makan
sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air.
Seperti sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
4. Mencegah
lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang
haram seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib
setiap saat, dan hal itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
5. Memperbanyak
sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.
6. Menyibukkan
diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca shalawat atas
Nabi SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
7. Beri’tikaf.
J.
Meng-qadha’
puasa Ramadhan
Barang siapa berkewajiban meng-qadha’
puasa Ramadhan karena membatalkannya secara sengaja, atau karena suatu sebab
dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha’ sebagai
pengganti hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha’ pada masa yang diperbolehkan
melakukan puasa sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha’ puasa
Ramadhan pada hari-hari yang dilarang berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik
idul fitri maupun idul adha’. Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang
memang ditentukan untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang
tiba waktunya, hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan
berpuasa sepuluh hari diawal bulan bulan Dzulqo’dah. Jadi meng-qadha’ puasa
ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah
ditentukan untuk nazar. Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan
Syafi’iyyah.
Begitu juga tidak bisa mencukupi
melakukan qadha’ pada bulan Ramadhan yang sedang tiba saatnya. Sebab bulan
tersebut ditentukan untuk menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak
bisa untuk dibuat melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap
sah pada hari syak, karena pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah.
Ketentuan meng-qadha’ ialah dengan cara mengikuti jumlah puasa yang
terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau
seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus
meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa
tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari lagi.
Bagi yang mempunyai kewajiban
meng-qadha’ puasa disunnahkan untuk segera meng-qadha’ puasanya. Disunnahkan
juga agar dilakukan secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban
juga meng-qadha’ secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera
tiba. Barang siapa mengundur-undur qadha’ hingga bulan Ramadhan keduanya tiba
maka ia berkewajiban membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban
meng-qadha’. Yang dimaksud fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk
setiap hari dari hari-hari qadha’. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan
kepada orang miskin dalam kifarat.
§ Cara
mengeluarkan fidyah
Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan
asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin mewakilli satu hari yang
tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia adalah
beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili
sehari puasa. Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram.
Contohnya sipulan telah meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib
membayar Fidyahnya sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah
yang bermaksud :
“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah
beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang sakit, atau Dalam
musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari
Yang dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang
tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu
memberi makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan sukarela memberikan
(bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan
baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada
memberi Fidyah), kalau kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan kepada orang yang
tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi. Maka dengan itu
Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh
berpuasa dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada
orang fakir miskin. Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak
menggantikan puasanya sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka
dengan itu mereka dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras
kepada fakir miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap
tahun selagi mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.
K.
Hikmah
puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar
terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun
jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi
mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada
dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian
social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh
orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak
shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa
mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya
penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan
makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan
demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar
makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan
setelah berjuang seharian sacara umum:
1. Bulan
Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita
dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita
makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat
tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu
disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang
tidak mau ikut latihan ini.
2. Bulan
Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di
bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
3. dan
amal-amal sunat.
4. Bulan
Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti
persaudaraan, dan silaturahmi.
5. Bulan
Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
6. Bulan
Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
7. Bulan
Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah.
Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil
pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan
ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat
dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat
bernilai ibadah.
8. Bulan
Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan,
terutama yang mengandung dosa.
9. Bulan
Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
10. Bulan
Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
11. Bulan
Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas
nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau
hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-lain.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam,
maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa
paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat
agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada
artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak
mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib
bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang
sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang
yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas
orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan
ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan
kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika
kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan
diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak
faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami
sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai
banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang
berpuasa itu adalah ibadah.
DAFTAR
PUSTAKA
Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir
Jamaluddin, MA.
Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah)
oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.
Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki
Tabrizi
Terjemah ihya’ ulumiddin( jilid II)
oleh imam ghazali