MAKALAH ALIRAN INFORMASI DALAM ORGANISASI




DOSEN PEMBIMBING
NOVA ELSYRA, S.Sos. M.A.


DISUSUN OLEH :
KELOMPOK 6

SEKOLAH TINGGI ILMU ADMINISTRASI (STIA)
SETIH SETIO MUARA BUNGO
TAHUN AJARAN 2016/2017

KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Aliran Infrormasi Dalam Organisasi ini.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah Aliran Infrormasi Dalam Organisasi ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
   
                                                                  Muara Bungo,            Maret  2017
   
                                                                                              Penyusun

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................          i
DAFTAR ISI.........................................................................................          ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................          1
1.1 Latar Belakang......................................................................          1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................          1
1.3 Tujuan Penulisan...................................................................          1
BAB II PEMBAHASAN......................................................................          2
2.1 Aliran Komunikasi Dalam Organisasi...................................          2
2.2 Sifat Aliran Informasi...........................................................          2
2.3 Pola Aliran Informasi ...........................................................          4
2.4 Arah Aliran Informasi...........................................................          5
BAB III PENUTUP..............................................................................          14
3.1 Kesimpulan............................................................................          14
3.2 Saran......................................................................................          14
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................          15


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang
Aliran informasi atau dikenal juga dengan distribusi informasi, adalah proses dimana informasi yang tepat disampaikan pada orang yang tepat, pada waktu yang diinginkan. Pendistribusian informasi dalam organisasi adalah cara-cara untuk memperoleh informasi dan berbagi informasi pada rekan kerja baik itu menggunakan metode-metode elektronik seperti situs web kolaborasi, intranet, dan apabila cara-cara dengan teknologi tidak dimungkinkan bisa jadi cara ini menggunakan arsip atau distribusi berkas secara manual.
Aliran informasi dalam organisasi adalah perpindahan informasi dalam struktur organisasi dan metodologi yang digunakan (saluran) dalam memindahkan informasi ini terkait dengan budaya organisasi, proses, waktu, dan pemaknaan sehingga informasi ini dianggap sebagai nilai, pembelajaran, pengalaman, atau instruksi.
Distribusi informasi biasanya digunakan sebagai cara untuk menjalankan rencana komunikasi dan merespon permintaan-permintaan (yang seringkali tidak disangka) akan informasi tertentu

1.2 Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan Aliran Informasi dalam Organisasi ?
2.      Bagaimana sifat Aliran Informasi dalam Organisasi ?
3.      Bagaimana pola Aliran Informasi dalam Organisasi ?

1.3 Tujuan Penulisan
1.      Ingin Mengetahui Apa yang dimaksud dengan Aliran Informasi dalam Organisasi
2.      Ingin Mengetahui Bagaimana sifat Aliran Informasi dalam Organisasi
3.      Ingin Mengetahui Bagaimana pola Aliran Informasi dalam Organisasi

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Aliran Komunikasi Dalam Organisasi
1.      Adalah suatu proses dinamik dalam mana pesan-pesan secara tetap dan berkesinambungan diciptakan, ditampilkan dan dinterpretasikan yang hidup dan berkembang dalam sebuah organisasi.
2.      Aliran Komunikasi Organisasi berfungsi untuk mengetahui bagaimana informasi itu terdistribusikan kepada anggota-anggota organisasi, bagaimana pola-pola distribusinya dan bagaimana orang-orang terlibat dalam proses penyebaran informasi itu dalam sebuah organisasi.
3.      Aliran Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap efektifitas organisai baik dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan ataupun pula dalam pelaksanaan & pencapaian tujuan organisasi.

2.2 Sifat Aliran Informasi
Guetzkow (1965) menyatakan bahwah aliran informasi dalam suatu organisasi dapat terjadi dalam tiga cara: serentak, berurutan, atau kombinasi dari kedua cara ini.
1.      Penyebaran Pesan Secara Serentak
Sebagian besar dari komunikasi organisasi berlangsung dari orang ke orang, atau diadik, hanya melibatkan sumber pesan dan penerima –yang mengiterprestasikan pesan- sebagai tujuan akhir. Banyak organisasi yang mengeluarkan terbitan khusus, berbentuk majalah atau selebaran yang diposkan kepada semua anggota organisasi. Bila semua anggota departemen, fakultas, atau bagian-bagian lain menerima suatu imformasi dalam waktu yang bersamaan, proses ini disebut penyebaran pesan secara serentak.
Pemilihan teknik penyebaran yang berdasarkan pada waktu (tiba secara serentak) memerlukan pemikiran metode penyebaran yang sedikit berbeda dari yang biasa kita kerjakan. Di pihak lain, suatu pertemuan mungkin merupakan cara untuk menyampaikan informasi kepada setiap anggota organisasi pada saat yang sama; tetapi seperti yang dapat anda duga, tidak semua orang dapat hadir karena pertemuan cukup jauh. Memo merupakan media tertulis sedangkan pertemuan adalah bentuk lisan, atau suatu media tatap muka. Salah satu dari kedua metode tersebut atau kedua-duanya mungkin melancarkan penyebaran informasi secara serentak kepada sekelompok anggota organisasi; salah saatu kedua-duanya mungkin pula tidak efektif.
Dengan berkembangnya media telekomunikasi, tugas menyebarkan informasi kepada semua anggota secara serentak menjadi lebih sederhana bagi sebagian organisasi. Dengan berkembangnya sistem kabel dan telepon yang lebih canggih, dirangkaikan dengan video, semua organisasi dapat berhubungan secara visual dan vokal antara satu dengan yang lainnya sambil tetap berada di tempat kerja masing- masing. Penyebaran pesan secara serentak mungkin suatu cara yang lebih umum, lebih efektif dan efisien daripada cara lainnya untuk melancarkan aliran informasi dalam suatu organisasi.
2.      Penyebaran Pesan Secara Berurutan
Haney (1962) mengemukakan bahwah ‘’penyampaian pesan berurutan merupakan bentuk komunikasi yang utama, yang pasti terjadi dalam organisasi’’ . penyebaran informasi berurutan meliputi perluasan bentuk penyebaran diadik, jadi pesan disampaikan dari si A kepada si B kepada si C kepada si D kepada si E dalam serangkaian transaksi dua orang; dalam hal ini setiap individu kecuali orang ke 1 (sumber pesan), mula-mula menginterpretasikan pesan yang diterimanya, dan kemudian meneruskan hasil interpretasinya kepada orang berikutnya dalam rangkaian tersebut.
Penyebaran pesan berurutan memperlihatkan pola ”siapa berbicara kepada siapa”. penyebaran tersebut mempunyai suatu pola sebagai salah satu ciri terpentingnya, Bila pesan disebarkan secara berurutan, penyebaran informasi berlangsung dalam waktu yang tidak beraturan, jadi infomasi tersebut tiba ditempat yang berbeda dan pada waktu yang berbeda pula. Individu cenderung menyadari adanya informasi pada waktu yang berlainan. karena adanya perbedaan dalam menyadari informasi tersebut, mungkin timbul masalah dalam koordinasi. Adanya keterlambatan dalam penyebaran informasi akan menyebabkan informasi itu sulit digunakan untuk membuat keputusan karena ada orang yang belum memperoleh informasi. Bila jumlah orang yang harus diberi informasi cukup banyak, proses berurutan memerlukan waktu yang lebih lama lagi untuk menyampaikan informasi kepada mereka.

2.3 Pola Aliran Informasi
Katz dan Kahn (1966) menunjukan bahwa pola atau keadaan urusan yang teratur mensyaratkan bahwa komunikasi di antara anggota sistem tersebut di batasi. Sifat asal organisasi mengisyaratkan pembatasan mengenai siapa yang berbicara kepad siapa. Burrges (1969) mengamati bahwa karakter komunikasi yang ganjil dalam organisasi adalah bahwa ‘’pesan mengalir menjadi amat teratur sehinggah kita dapat berbicara tenang jaringan atau struktur komunikasi’’, ia juga menyatakan bahwa organisasi formal mengendalikan struktur komunikasi dengan menggunakan sarana tertentu seperti penunjukan otoritas dan hubungan-hubungan kerja, penetapan kantor, dan fungsi-fungsi komunikasi khusus.
Pola roda adalah pola yang mengarahkan seluruh informasi kepada individu yang menduduki posisi sentral. Orang yang dalam posisi sentral menerima kontak dan infomasi yang disediakan oleh anggota organisai lainnya dan memecahkan masalah dengan saran dan persetujuan anggota lainnya. Pola lingkaran memungkinkan semua anggota berkomunikasi satu dengan yang lainnya hanya melalui sejenis sestem pengulangan pesan. Tidak seorang anggotapun yang dapat berhubungan langsung dengan semua anggota lainnya, demikian pula tidak ada anggota yang memiliki akses langsung terhadap seluruh informasi yang diperlukan untuk memecahkan persoalan.
Pola lingkaran –meliputi kombinasi orang-orang penyampai pesan cenderung lebih baik daripada pola roda –yang mencakup aliran komunikasi yang amat terpusat – dalam keseluruhan aksesibilas anggota antara yang satu dengan yang lainnya, moral atau kepuasan terhadap prosesnya, jumlah pesan yang dikirimkan, dan kemampuan beradaptasi dengan perubahan –perubahan dalam tugas; di pihak lain, pola roda memungkinkan pengawasan yang lebih baik atas aliran pesan, kemunculan seorang pemimpin bisa lebih cepat dan organisasi lebih stabil, menunjukan kecermatan tinggi dalam pemecahan masalah, cepat dalammemecakan masalah, tetapi terlihat cenderung mengalami kelebihan beban pesan dan pekerjaan.
Burgess (1969) mengamati bahwa sebagai upaya untuk memecahkan masalah dalam eksperimen-eksperimen, para anggota kelompok harus ‘’belajar bagaimana menangani peralatan eksperimen dengan benar dan efesien; dan bagai mana mengefisienkan pengiriman pesan kepada satu atau beberapa posisi yang dihubungkan dengan pesan-pesan tersebut”.

Ada 6 (enam) peranan jaringan komunikasi yaitu :
1.      Opinion Leader, adalah pimpinan informal dalam organisasi.
2.      Gate keepers, adalah individu yang mengontrol arus informasi di antara anggota organisasi.
3.      Cosmopolites, adalah individu yang menghubungkan organisasi dengan lingkungannya.
4.      Bridge, adalah anggota kelompok atau klik dalam satu organisasi yang menghubungkan kelompok itu dengan anggota kelompok lainnya.
5.      Liasion, adalah sama peranannya dengan bridge tetapi individu itu sendiri bukanlah anggota dari satu kelompok tetapi dia merupakan penghubung di antara satu kelompok dengan kelompok lainnya.
6.      Isolate, adalah organisasi yang mempunyai kontak minimal dengan orang lain dalam organisasi.

2.4 Arah Aliran Informasi
1.      Komunikasi Kebawah
Komunikasi kebawah dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari jabatan berotoritas lebih tinggi kepada mereka yang berotoritas lebih rendah. Biasanya kita beranggapan bahwa informasi bergerak dari manajemen kepada para pegawai; namun, dalam organisasi kebanyakan hubungan ada pada kelompok manajemen (Davis, 1967).
Ada lima (5) jenis informasi yang biasa dikomunikasikan dari atasan kepada bawahan (Katz & Khan, 1966) :
1.      Informasi mengenai bagaimana melakukan pekerjaan,
2.      Informasi mengenai dasar pemikiran untuk melakukan pekerjaan,
3.      Informasi mengenai kebijakan dan praktik-praktik organisasi,
4.      Informasi mengenai kinerja pegawai
5.      Informasi untuk mengembangkan rasa memiliki tugas.
Pemilihan Metode dan Media
Level (1972) mensurvei para penyedia dan meminta mereka untuk menilai keefektifan kombinasi-kombinasi yang berbeda dari metode-metode untuk berbagai jenis situasi komunikasi yang berlainan. Ada empat metode sebagai berikut (1) tulisan saja, (2) lisan saja,(3) tulisan di ikuti lisan, dan (4) lisan di tulisan.
Ada enam kriteria yang sering digunakan untuk memilih metode penyampaian informasi kepada pegawai (level dan galle, 1988).
1.      Ketersediaan. Metode-metode yang tersedia dalam organisasi cenderung dipergunakan. Setelah menginventarisasikan metode yang tersedia, organisasi dapat memutuskan metode apa yang dapat di tambahkan untuk suatu program keseluruan yang lebih efektif.
2.      Biaya. Metode yang dinilai paling murah cenderung dipilih untuk penyebaran informasi rutin dan yang tidak mendesak. Bila diperlukan atau diinginkan penyebaran informasi yang tidak rutin dan mendesak, metode yang lebih mahal tetapi lebih cepat dapat digunakan.
3.      Pengaruh. Metode yang tampaknya memberi pengaruh atau kesan paling besar sering dipilih daripada metode yang baku.
4.      Relevansi. Metode yang tampak paling relevan dengan tujuan yang ingin dicapai akan lebih sering dipilih. Bila tujuannya singkat dan sekedar menyampaikan informasi, dapat dilakukan dengan pembicaraan diikuti oleh memo. Bila tujuannya menyampaikan masalah yang rinciannya rumit, metode laporan teknis tertulis adalah metode yang mungkin akan dipilih.
5.      Respons. Metode yang dipilih akan dipengaruhi oleh ketentuan apakah dikehendaki atau diperlukan respons khusus terhadap infomasi tersebut.
6.      Keahlian. Metode yang tampaknya sesuai dengan kemampuan pengirim untuk menggunakannya dan dengan kemampuan penerima untuk memahaminya cenderung digunakan daripada metode yang tampaknya di luar kemampuan komunikator atau di luar kemampuan pemahaman pegawai yang menerimanya.
2.      Komunikasi ke Atas
Komunikasi ke atas dalam sebuah organisasi berarti bahwa informasi mengalir dari tingkat yang lebih rendah (bawahan) ke tingkat yang lebih tinggi (penyelia).
Komunikasi ke atas penting karena beberapa alasan.
1.      Aliran informasi ke atas memberi onformasi berharga untuk pembuatan kepusan oleh mereka yang mengarahkan organisasi dan mengawasi kegiatan orng-orang lainnya (Sharma,1979).
2.      Komunikasi ke atas memberitahukan kepada penyelia kapan bawahan mereka siap menerima informasi dari mereka dan seberapa baik bawahan menerima apa yang dikatakan kepada mereka (Planty & Machaver, 1952).
3.      Komunikasi ke atas memungkinkan bahkan mendorong omelan dan keluh kesah muncul kepermukaan sehingga penyelia tahu apa yang mengganggu mereka yang paling dekat dengan operasi-operasi sebenarnya (Conboy, 1976).
4.      Komunikasi ke atas menumbuhkan aspresiasi dan loyalitas kepada organisasi dengan memberi kesempatan kepada pegawai untuk mengajukan pertanyaan dan menyumbang gagasan serta saran-saran mengenai operasi organisasi (Planty & Machaver, 1952).
5.      Komunikasi ke atas mengizinkan penyelia untuk menentukan apakah bawahan memahami apa yang diharapkan dari aliran informasi ke bawah (Planty & Machaver, 1952).
6.      Komunikasi keatas membantu pegawai mengatasi masalah pekerjaan mereka dan memperkuat keterlibatan mereka dengan pekerjaan mereka dan dengan organisasi tersebut (Harriman, 1974).
Sharma (1979) mengemukakan empat alasan mengapa komunikasi keatas terlihat amat sulit:
1.      Kecenderungan bagi pegawai untuk menyembunyikan pikiran mereka.
2.      Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak tertarik kepada masalah pegawai.
3.      Kurangnya penghargaan bagi komunikasi keatas yang dilakukan pegawai.
4.      Perasaan bahwa penyelia dan manajer tidak dapat dihubungi dan tidak tanggap pada apa yang disampaikan pegawai.
Planty dan Machaver (1952) mengemukakan tujuh prinsip sebagai pedoman komunikasi ke atas.
1.      Harus direncanakan.
2.      Berlangsung secara berkesinambungan.
3.      Menggunakan saluran rutin.
4.      Menitikberatkan kepekaan dan penerimaan dalam pemasukan gagasan dari tingkat yang lebih rendah.
5.      Mencakup mendengarkan secara objektif.
6.      Mencakup tindakan untuk menanggapi masalah.
7.      Menggunakan berbagai media dan metode untuk meningkatkan aliran informasi.
3.      Komunikasi Horizontal
Komunikasi horizontal, yaitu Informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan-jabatan yang sama tingkat otoritasnya. Komunikasi horizontal terdiri dari penyampaian informasi di antara rekan-rekan sejawat dalam unit kerja yang sama. Unit kerja meliputi individu-individu yang ditempatkan pada tingkat otoritas yang sama dalam organisasi dan mempunyai atasan yang sama.
Tujuan komunikasi horizontal :
1.      Untuk mengkoordinasikan penugasan kerja.
2.      Berbagi informasi mengenai rencana dan kegiatan.
3.      Untuk memecahkan masalah.
4.      Untuk memperoleh pemahaman bersama.
5.      Untuk mendamaikan, berunding, dan menengahi perbedaan.
6.      Untuk menumbuhkan dukungan antarpersona.
Bentuk komunikasi horizontal yang paling umum mencakup semua jenis kontak antarpersona. Bahkan bentuk komunikasi horizontal tertulis cenderung menjadi lebih lazim. Komunikasi horizontal paling sering terjadi dalam rapat komisi, interaksi pribadi, selama waktu istirahat, obrolan di telepon, memo dan catatan, kegiatan sosial dan lingkaran kualitas. Lingkaran kualitas adalah sebuah kelompok pekerja sukarela yang berbagi wilayah tanggung jawab. Yang penting kelompok ini adalah kelompok kerja biasa yang membuat atau memperbaiki suatu produk. Lingkaran kualitas umumnya diberi tanggung jawab penuh untuk mengenali dan memecahkan masalah (Yager, 1980).
Saluran ini memungkinkan individu-individu mengoordinasikan tugas-tugas, membagi informasi, memecakan masalah, dan menyelesaikan konflik. Komunikasi horizontal dilakukan melalui kontak pribadi,telepon, email, memo, voice mail, dan rapat.
Untuk meningkatkan komunikasi horizontal, perusahaan (1) melatih karyawan dalam kerjasama tim dan tekhnik komunikasi, (2) membangun sistem penghargaan berbasis pencapaian tim alih-alih pecapai individu, dan (3) mendorong partisipasi penuh dalam fungsi-fungsi tim.
4.      Komunikasi Lintas-Saluran
Komunikasi lintas saluran, adalah informasi yang bergerak di antara orang-orang dan jabatan-jabatan yang tidak menjadi atasan ataupun bawahan satu dengan yang lainnya. Mereka menempat bagian fungsional yang berbeda.
Spesialis staf (staff specialists) biasanya paling efektif dalam komunikasi lintas-saluran karena biasanya tanggung jawab mereka muncul di beberapa rantai otoritas perintah dan jaringan yang berhubungan dengan jabatan.
Fayol (1916-1940) menunjukkan bahwa komunikasi lintas-saluran merupakan hal yang pantas, bahwa perlu pada suatu saat, terutama bagi pegawai tingkat lebih rendah dalam suatu saluran.
Pentingnya komunikasi lintas-saluran dalam organisasi mendorong Keith Davis (1967) untuk menyatakan bahwa penerapan tiga prinsip berikut akan memperkokoh peranan komunikasi spesialis staf:
1.      Spesialis staf harus dilatih dalam keahlian berkomunikasi.
2.      Spesialis staf perlu menyadari pentingnya peranan komunikasi mereka.
3.      Manajemen harus menyadari peranan spesialis staf dan lebih banyak lagi memanfaatkan peranan tersebut dalam komunikasi organisasi.
5.      Komunikasi Informal, Pribadi, Atau Selentingan
Dalam istilah komunikasi, selentingan digambarkan sebagai ‘’metode penyampaian laporan rahasia dari orang ke orang yang tidak dapat diperoleh melalui saluran biasa’’ (Stein, 1967). Komunikasi informal cenderung mengandung laporan ‘’rahasia’’ tentang orang-orang dan peristiwa yang tidak mengalir melalui saluran perusahaan yang formal. Informasi yang diperoleh melalui selentingan lebih memperhatikan ‘’apa yang dikatakan atau didengar oleh seseorang’’ daripada apa yang dikeluarkan oleh pemegang kekuasaan. Paling tidak sumbernya terlihat ‘’rahasia’’ meskipun informasi itu sendiri bukan rahasia.
Sifat-Sifat Selentingan
Meskipun penelitian tentang sifat-sifat selentingan tidak ekstensif, sifat-sifat selentingan cukup lengkap seperti digambarkan berikut ini (W. L. Davis dan O’Connor, 1977):
1.      Selentingan berjalan terutama melalau interaksi mulut ke mulut.
2.      Selentingan umumnya bebas dari kendala-kendala organisasi dan posisi.
3.      Selentingan meyebarkan informasi dengan cepat.
4.      Jaringan kerja selentingan digambarkan sebagai suatu ‘’rantai kelompok’’ karena setiap orang menyampaikan selentingan cendrung mengabarkannya kepada sekelompok orang daripada hanya kepada satu orang saja.
5.      Para peserta dalam jaringan kerja selentingan cendrung menjalankan satu dari tiga peranan berukut: penghubung, penyendiri, atau pengakhir (dead-enders) -mereka yang biasanya tidak melanjutkan informasi.
6.      Selentingan cenderung lebih merupakan produk suatu situasi daripada produk orang-orang dalam organisasi tersebut.
7.      Semakin cepat seseorang mengetahui suatu peristiwa yang baru saja terjadi, semakin besar kemungkinan ia menceritakannya kepada orang-orang lainnya.
8.      Bila suatu informasi yang disampaikan pada seseorang menyangkut sesuatu yang menarik perhatiannya, semakin besar kemungkinan ia menyampaikan informasi tersebut kepad orang-orang lainnya.
9.      Aliran utama informasi dalam selentingan cenderung terjadi dalam kelompok-kelompok fungsional daripada antara kelompok-kelompok tersebut.
10.  Umumnya, 75% - 90% dari rincian pesan yang di sampaikan oleh selentingan adalah cermat; namun, seperti dikemukakan Keith Davis (1967) ‘’orang-orang cenderung beranggapan bahwa selentingan kurang cermat daripada yang sebenarnya, karena kesalahan-kesalahannya lebih dramatik dan akibatnya lebih bekesan dalam ingatan daripada kecermatan rutin seha-harinya. Selanjutnya, bagian-bagian yang kurang cermat seringkali lebih penting’’.
11.  Informasi selentingan biasanya tidak lengkap, menghasilkan kesalahan interpretasi bahkan bila rinciannya cermat.
12.  Selentingan cenderung mempengaruhi organisasi, apakah untuk kebaikan atau keburukan; jadi pemahaman mengenai selentingan dan bagaimana selentingan ini dapat memberi andil positif kepada organisasi merupakan hal yang penting.
Jumlah dan akibat pesan yang mengganggu, yang berlangsung melalui selentingan, dapat dikendalikan dengan menjaga saluran komunikasi formal tetap terbuka, yang memberi kesempatan berlangsungnya komunikasi ke atas, ke bawah, horizontal, dan lintas- saluran yang terus terang, cermat, dan sensitive. Hubungan penyelia-bawahan yang efektif nampaknya penting untuk mengendalikan informasi selentingan. Penyelia dan menajer harus memberitahu pegawai bahwa mereka mengerti dan menerima informasi melalui seletingan tersebut, terutama bila hal itu mengungkapkan sesuatu yang menyangkut perasaan pegawai, bahkan bila informasinya tidak lengkap dan tidak selalu cemat.
Di beberapa organisasi atau perusahaan yang masih memegang budaya timur, tentu saja para bawahan masih segan atau sungkan untuk menyampaikan keberatan-keberatan mereka terhadap kebijaksanaan organisasi kepada atasan mereka. Pelampiasannya melalui komunikasi antar anggota-anggota organisasi dalam bentuk informal yaitu selentingan ini.
Cara penanganan terhadap informasi yang mengalir tentu saja berbeda-beda bagi tiap-tiap organisasi. Tetapi untuk hal ini mungkin bisa saja dijadikan sebagai contoh penanganan suatu masalan dalam organisasi. Jadi penting bagl para manajer atau penyelia memahami dan membantu agar selentingan bermanfaat bagi organisasi. Informasi yang sifatnya negatif belum tentu menghasilkan hal yang negatif juga. Itu tergantung bagaimana kita menangani dan menyikapi hal negatif tersebut.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selentingan merupakan saluran alternative kedua yang paling sering dipergunakan dalam komunikasi organisasional. (Saluran yang paling sering digunakan adalah saluran langsung pegawai-atasan). Sebagai sumber informasi, selentingan berada di urutan kedua dari bawahan dari segi dapat dipercaya dan dikehendaki. Jadi, selentingan dianggap penting oleh pegawai, tetapi tidak selalu sebagai saluran komunikasi yang lebih disukai dalam organisasi.
Cara Menanggapi Selentingan
1.      Jagalah saluran komunikasi formal tetap terbuka yang memberi kesempatan berlangsungnya komunikasi ke atas, ke bawah, horisontal dan lintas saluran yang terus terang, cermat, dan sensitif.
2.      Efektifkan hubungan komunikasi antara atasan denga bawahan.
3.      Sampaikan bahwa atasan mengerti dan menerima informasi melalui selentingan tersebut (khususnya yg menyangkut perasaan karyawan)

BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
1.      Aliran Komunikasi Organisasi berpengaruh terhadap efektifitas organisai baik dalam kaitannya dengan hubungan-hubungan ataupun pula dalam pelaksanaan & pencapaian tujuan organisasi.
2.      Aliran informasi atau dikenal juga dengan distribusi informasi, adalah proses dimana informasi yang tepat disampaikan pada orang yang tepat, pada waktu yang diinginkan. Pendistribusian informasi dalam organisasi adalah cara-cara untuk memperoleh informasi dan berbagi informasi pada rekan kerja baik itu menggunakan metode-metode elektronik seperti situs web kolaborasi, intranet, dan apabila cara-cara dengan teknologi tidak dimungkinkan bisa jadi cara ini menggunakan arsip atau distribusi berkas secara manual.
3.      Sifat Aliran Informasi
1.         Penyebaran Pesan Secara Serentak
2.         Penyebaran Pesan Secara Berurutan
4.      Arah Aliran Informasi
1.         Komunikasi Kebawah
2.         Komunikasi ke Atas
3.         Komunikasi Horizontal
4.         Komunikasi Lintas-Saluran
5.         Komunikasi Informal, Pribadi, Atau Selentingan

DAFTAR PUSTAKA
Robbin, Stephen P., Teori Organisasi : Struktur, Disain dan Aplikasinya, Jakarta :     Arecan.
Lubis, S.B. Hari dan Martani Huseini (2009). Pengantar Teori Organisasi: Suatu Pendekatan Makro. Jakarta: Departemen Ilmu Administrasi, FISIP UI. Bab 5.994

MAKALAH PUASA

MAKALAH
PUASA




DISUSUN OLEH
  ....

DOSEN PENGAMPU
KHARUSSALEH, S.Pd.I

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH TINGGI KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH MUARA BUNGO
TAHUN AJARAN 2017/2018


DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.........................................................................          i
DAFTAR ISI.........................................................................................          ii
BAB I PENDAHULUAN.....................................................................          1
A. Latar Belakang Masalah.........................................................          1
B. Rumusan Masalah...................................................................          2
C. Tujuan Penulisan.....................................................................          2
BAB II PEMBAHASAN......................................................................          3
A. Definisi Puasa.........................................................................          3
B. Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum................................          3
C. Syarat Wajib Puasa.................................................................          6
D. Syarat Sah Puasa....................................................................          6
E. Rukun-rukun puasa.................................................................          6
F. Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa         6
G. Adab-adab berpuasa...............................................................          8
H. Halangan puasa......................................................................          9
I. Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa..............................          11
J. Meng-qadha’ puasa Ramadhan...............................................          11
K. Hikmah puasa.........................................................................          13
BAB III PENUTUP..............................................................................          16
A. Kesimpulan.............................................................................          16
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................          17

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur saya panjatkan kepada tuhan  yang maha esa, karena atas berkat dan limpahan rahmatnyalah maka kami bisa menyelesaikan sebuah karya tulis dengan tepat waktu.
Berikut ini penulis mempersembahkan sebuah makalah dengan judul “Makalah Puasa”, yang menurut kami dapat memberikan manfaat yang besar bagi kita semua.
Melalui kata pengantar ini penulis lebih dahulu meminta maaf dan memohon permakluman bilamana isi makalah ini ada kekurangan dan ada tulisan yang kami buat kurang tepat atau menyinggung perasaan pembaca. Dengan ini kami mempersembahkan makalah ini dengan penuh rasa terima kasih dan semoga Allah SWT memberkahi makalah ini sehingga dapat memberikan manfaat kepada kita semua.

Muara Bungo, 13 Maret 2017
Kelompok II

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Seperti yang kita ketahui agama islam mempunyai lima rukun islam yang salah satunya ialah puasa, yang mana puasa termasuk rukun islam yang keempat. Karena puasa itu termasuk rukun islam jadi, semua umat islam wajib melaksanakannya namun pada kenyataannya banyak umat islam yang tidak melaksanakannya, karena apa? Itu semua karena mereka tidak mengetahui manfaat dan hikmah puasa. Bahkan, umat muslim juga masih banyak yang tidak mengetahui pengertian puasa, dan bagaimana menjalankan puasa dengan baik dan benar.
Banyak orang-orang yang melakasanakan puasa hanya sekedar melaksanakan, tanpa mengetahui syarat sahnya puasa dan hal-hal yang membatalkan puasa. Hasilnya,pada saat mereka berpuasa mereka hanyalah mendapatkan rasa lapar saja. Sangatlah rugi bagi kita jika sudah berpuasa tetapi tidak mendapatkan pahala. Seperti yang dikatakan hadits: urung rampung
Oleh karena itu dalam makalah ini kami akan membahas tentang apa itu puasa, manfaat puasa, hikmah puasa, dan alasan mengapa kita wajib menjalankannya.

B.     Rumusan Masalah
1.      Apa Definisi Puasa ?
2.      Apa saja Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum?
3.      Bagaimana Syarat Wajib Puasa?
4.      Bagaimana Syarat Sah Puasa?
5.      Apa saja Rukun-rukun puasa?
6.      Apa saja Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa?
7.      Bagaimana Adab-adab berpuasa?
8.      Apa saja Halangan puasa?
9.      Apa saja Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa?
10.  Apa Hikmah puasa?

C.    Tujuan Penulisan
1.      Ingin Mengetahui Apa Definisi Puasa
2.      Ingin Mengetahui Apa saja Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum
3.      Ingin Mengetahui Bagaimana Syarat Wajib Puasa
4.      Ingin Mengetahui Bagaimana Syarat Sah Puasa
5.      Ingin Mengetahui Apa saja Rukun-rukun puasa
6.      Ingin Mengetahui Apa saja Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa
7.      Ingin Mengetahui Bagaimana Adab-adab berpuasa
8.      Ingin Mengetahui Apa saja Halangan puasa
9.      Ingin Mengetahui Apa saja Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
10.  Ingin Mengetahui Apa Hikmah puasa

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Puasa
Shaum (puasa) berasal dari kata bahasa arab yaitu صام يصوم صيامshaama-yashuumu, yang bermakna menahan atau sering juga disebut al-imsak. Yaitu menahan diri dari segala apa yang membatalkan puasa.
Adapun puasa dalam pengertian terminology (istilah)  agama adalah menahan diri dari makan, minum dan semua perkara yang membatalkan puasa sejak terbitnya fajar sampai terbenamnya matahari, dengan syarat-syarat tertentu.

B.     Macam-Macam Puasa Dari Segi Hukum
Ulama madzhab Maliki, Syafi’i dan hambali sepakat bahwasanya puasa itu terbagi menjadi empat macam, yaitu :
-        Puasa wajib, yaitu puasa bulan ramadhan, puasa kifarat, puasa nazar.
-        Puasa sunnah (mandub)
-        Puasa makruh
-        Puasa haram
1.      Puasa Wajib (Fardhu)
Puasa wajib atau fardhu yaitu puasa pada bulan ramadhan.
Telah kita ketahui bahwasanya puasa fardhu ialah puasa ramadhan yang dilakukan secara tepat waktu artinya pada bulan Ramadhan secara ada’ dan demikian pula yang dikerjakan secara qadha’. Termasuk puasa fardhu lagi ialah puasa kifarat dan puasa yang dinazarkan. Ketentuan ini telah disepakati menurut para imam-imam madzhab, meskipun sebagian ulama hanafiyah berbeda pendapat dalam hal puasa yang dinazarkan. Mereka ini mengatakan bahwa puasa nazar itu puasa wajib bukan puasa fardhu.
Puasa ramadhan dan dalil dasarnya
Puasa ramadhan adalah fardhu ‘ain bagi setiap orang mukllaf yang mampu berpuasa. Puasa ramdhan tersebut mulai diwajibkan pada tanggal 10 sya’ban satu setengah tahun setelah hijrah. Tentang dalil dasarnya yang menyatakan kewajiban puasa ramadhan ialah Al-qur’an, hadits dan ijma’. Dalil dari Al-qur’an iala firma Allah swt :
Artinya : (bulan yang diwajibkan berpuasa didalamnya) ialah bu;lan ramdhan, yang didlamanya diturunkan (permulaan) Al-qur’an.(Al-baqarah 185)
2.      Puasa sunnah (mandub)
Puasa sunnah ialah puasa yang apabila kita kerjakan mendapat pahala, dan apabila kita tinggalkan atau tidak kita kita kerjakan tidak berdosa.
Berikut contoh-contoh puasa sunnat:
-        Puasa hari Tasu’a – ‘asyura – hari-hari putih dan sebagainya
Puasa sunnah diantaranya ialah berpuasa pada bulan Muharram. Yang lebih utama adalah tanggal ke 9 dan ke 10 bulan tersebut.
-        Puasa hari arafah
Disunnahkan berpuasa pada tanggal 9 dari bulan Dzulhijjah, dan hari itu disebut hari ‘arafah. Disunnahkannya, pada hari itu bagi selain orang yang sedang melaksanakan ibadah haji.
-        Puasa hari senin dan kamis
Disunnahkan berpuasa pada hari senin dan kamis setiap minggu dan di dalam melakukan puasa dua hari itu mengandung kebaikan pada tubuh. Hal demikian tak ada keraguan lagi.
-        Puasa 6 hari di bulan syawal
Disunnhakan berpuasa selama 6 hari dari bulan syawal secara mutlak dengan tanpa syarat-syarat
-        Puasa sehari dan berbuka sehari
Disunnahkan bagi oramg yang mampu agar berpuasa sehari dan tidak berpuasa sehari. Diterangkan bahwa puasa semacam ini merupakan salah satu macam puasa sunnah yang lebih utama.
-        Puasa bulan rajab, sya’ban dan bulan-bulan mulia yang lain.
Disunnahkan berpuasa pada bulan rajab dan sya’ban menurut kesepakatan tiga kalangan imam-imam madzhab.
Adapun bulan-bulan mulia yaitu ada 4, dan yang tiga berturut-turut yakni: Dzulqa’dah, dzulhijjah dan Muharram, dan yang satu sendiri yakni bulan Rajab, maka berpuasa pada bulan-bulan tersebut memang disunnahkan .
Bila seseorang memulai berpuasa sunnah lalu membatalkannya
Menyempurnakan puasa sunnah setelah dimulai dan meng-qadha nya jika dibatalkan adalah disunnahkan menurut ulama syafi’iyyah dan hanafiyyah.
3.      Puasa Makruh
Puasa hari jum’at secara tersendiri, puasa awal tahun Qibthi, puasa hari perayaan besar yang keduanya disendirikan tanpa ada puasa sebelumnya atau sesudahnya selama hal itu tidak bertepatan dengan kebiasaan, maka puasa itu dimakruhkan menurut tiga kelompok imam madzhab. Namun ulama madzhab syafi’I mengatakan : tidak dimakruhkan berpuasa pada kedua hari itu secara mutlaq.
4.      Puasa Haram
Maksudnya ialah seluruh ummat islam memang diharamkan puasa pada saat itu, jika kita berpuasa maka kita akan mendapatkan dosa, dan jika kita tidak berpuasa maka sebaliknya yaitu mendapatkan pahala. Allah telah menentukan hukum agama telah mengharamkan puasa dalam beberapa keadaan, diantaranya ialah :
-        Puasa pada dua hari raya, yakni Hari Raya Fitrah (Idul Fitri) dan hari raya kurban (idul adha)
-        Tiga hari setelah hari raya kurban. Banyak ulama berbeda pendapat tentang hal ini(fiqih empat madzhab hal 385)
-        Puasa seorang wanita tanpa izin suaminya dengan melakukan puasa sunnat, atau dengan tanpa kerelaan sang suami bila ia tidak memberikan izin secara terang-terangan. Kecuali jika sang suami memang tidak memerlukan istrinya, misalnya suami sedang pergi, atau sedang ihram, atau sedang beri’tikaf.

C.    Syarat Wajib Puasa
1.      Beragama Islam
2.      Baligh (telah mencapai umur dewasa)
3.      Berakal
4.      Mumayyiz
5.      Berupaya untuk mengerjakannya.
6.      Sehat
7.      Tidak musafir

D.    Syarat Sah Puasa
1.      Beragama Islam
2.      Berakal
3.      Tidak dalam haid, nifas dan wiladah (melahirkan anak) bagi kaum wanita
4.      Hari yang sah berpuasa.

E.     Rukun-rukun puasa
Niat mengerjakan puasa pada tiap-tiap malam di bulan Ramadhan(puasa wajib) atau hari yang hendak berpuasa (puasa sunat). Waktu berniat adalah mulai daripada terbenamnya matahari sehingga terbit fajar. Meninggalkan sesuatu yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sehingga masuk matahari.

F.     Hal-hal yang membatalkan puasa dan mengurangi nilai puasa
Beberapa hal yang membatalkan dan mengurangi nilai puasa:
§  Makan
Ayat yang menjelaskan tentang batalnya puasa karena makan adalah Surah Al-baqarah ayat 187.
Artinya : dihalalkan bagi kamu pada malam hari bulan puasa bercampur dengan istri-istri kamu, mereka itu adalah pakaian bagimu, dan kamupun adalah pakaian bagi mereka. Allah mengetahui bahwasanya kamu tidak dapat menahan nafsumu, karena itu Allah mengampuni kamu dan memberi maaf kepadamu. Maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu, dan makan minumlam hingga terang bagimu benang putih dari benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai(datang) malam.
§  Minum
§  Hubungan seksual
Sama seperti surat diatas tapi yang membedakan adalah konsekuensi hukumnya yang lebih berat yaitu bagi suami istri yamg vberhubungan sex saat puasa Ramadhan maka ia harus membebaskan budak jika punya, atau jika tidak punya, berpuasalah selama 2 bulan berturut-turut, atau jika tidak mampu, memberi makan fakir miskin 60 orang, dan mengganti puasanya. Adapun jika bermimpi di siang hari atau bangun kesiangan padahal dia lupa mandi zunub maka hal itu tidak membatalkan puasa.
§  Muntah dengan sengaja
Hadist yang menjelaskan tentang muntah yang disengaja yang artinya : Barang siapa yang muntah maka tidak ada kewajiban mengganti terhadapnya. Namun barang siapa muntah denjgan sengaja maka hendaklah ia menggantinya. (HR. Tirmidzi, abu daud, ibn mazah, dari abu hurairah)
§  Keluar darah haidh dan nifas sebagai konsekwensi dari syarat syahnya puasa.
§  Gila saat sedang puasa
Sedangkan hal yang mengurangi nilai puasa adalah mengerjakan hal-hal yang memang dibenci oleh Allah swt, seperti bertengkar berkata jorok, berperilaku curang, atau berbuat sesuatu yang tidak ada manfaatnya dan semacamnya.
Intinya, bila seluruh panca indera dan anggota badannya tidak ikut dipuasakan terhadap hal-hal yang memang dibenci bahkan dilarang oleh allah swt maka dapat mengurangi bahkan menghilangkan bobot puasanya, sehingga dia termasuk orang yang merugi.

G.    Adab-adab berpuasa
1.      Niat karena Allah swt semata.
Niat ini cukup dalam hati tanpa diucapkan. Akan tetapi banyak ulama yang berbeda pendapat tentang hal ini. Yang pertama ialah menurut imam hanbali, menurut beliau niat cukup pada awal puasa saja untuk satu bulan penuh. Kedua, ialah menurut imam Maliki yang mengatakan niat bisa dimulai ketika awal ramadhan sekaligus. Yang terakhir yaitu menurut imam Syafii yang mengatakan bahwa niat dilakukan setiap malam atau bertepatan dengan terbitnya fajar shadiq. Bahkan jika semisal ada seseorang yang berniat puasa satu tahun yang lalu itupun sebenarnya sudah bisa dikatakan niat.
Berbeda halnya dengan puasa wajib, untuk puasa sunat kebanyakan ulama membolehkan berniat puasa pada siang hari, sebagaimana riwayat dari Aisyah bahwa Rosululloh saw pernah datang kepadanya dan bertanya “ apakah kamu punya sesuatu (maksudnya makanan?) jawab aisyah “ tidak! Kata Nabi saw “ kalau begitu saya puasa saja”. Dan dari riwayat tersebut dapat disimpulkanb bahwa niat puasa sunat bisa dilakukan pada siang hari.
2.      Makan sahur
Nabi saw bersabda yang artinya “ sahurlah kalian, karena pada sahur itu terdapat berkah”     (HR. Jama’ah kecuali abu Daud, dari Anas ra). Dari riwayat tersebut sudahlah jelas bahwa sahur pada saat akan berbuasa sangatlah dianjurkan.
Sedangkan waktu makan sahur yang disunatkan dan yang paling baik menurut Nabi saw yaitu diakhir malam.

3.      Menjahui hal-hal yang dapat membatalkan puasa atau mengurangi nilai puasa.
Selain yang telah disebutkan di atas berkumur secara berlebihan saat berwudu juga termasuk salah satu hal yang bisa mengurangi nilai puasa. Seperti sabda Nabi saw yang artinya “ sempurnakanlah dalam berwudhu, sela-selailah diantara jari-jemarimu dan smpikanlah (ke dalam-dalam) dalam berkumur, kecualai kamu berpuasa”. ( HR. Imam yang lima, dari Laqith bin Shabirah).
4.      Berbuka puasa dengan segera.
Bila waktu berbuka sudah tiba, sangat dianjurkan untuk menygerakannya. Hal ini karena Nabi saw bersabda yang artinaya: manusia senantiasa berada dalam kebaikan selama mereka menyegerakan berbuka. Segerakanlah berbuka karena orang Yahudi mengakhirkannya.

H.    Halangan puasa
Beberapa uzur (halangan) yang membolehkan berbuka(tidak berpuasa)
1.      Sakit dan menderita kepayahan yang sangat
Beberapa uzur atau halangan yang membolehkan orang yang berpuasa, berbuka atau membatalkan puasanya diantaranya ialah sakit. Apabila orang yang berpuasa jatuh sakit dan ia merasa khawatir bertambah sakit jika berpuasa atau ia khawatir terlambat kesembuhannya, atau ia malah menderita kepayahan yang sangat jika berpuasa maka ia diperbolehkan berbuka.
2.      Khawatirnya wanita hamil dan wanita menyusui terhadap bahaya bila berpuasa.
Apabila wanita hamil dan wanita menyusui merasa khawatir ditimpa bahaya akibat berpuasa yang kelak akan menimpa pada diri mereka dan anak mereka sekaligus, atau pada dirinya saja, atau pada anak mereka saja, maka mereka diperbolehkan tidak berpuasa(berbuka).

3.      Berbuka sebab bepergian
Diperbolehkan berbuka(tidak berpuasa) bagi orang yang bepergian dengan syarat bepergiannya itu dalam jarak yang jauh yang membolehkan shalat qashar, sesuai dengan ketentuannya. Dan dengan syarat hendaknya ia telah mulai pergi sebelum terbit fajar, yaitu sekiranya ia bisa sampai di tempat dimana ia memulai meng-qashar shalat sebelum terbit fajar. Apabila keadaan pergi itu yang membolehlkan meng-qashar shalat, maka ia tidak boleh berbuka.
4.      Puasa wanita yang sedang haidh dan nifas
Apanila wanita yang sedang berpuasa datang bulan atau haidh, atau nifas, maka wajiblah berbuka dan haramlah baginya berpuassa. Jikalau ia memaksakan diri berpuasa, maka puasanya adalah batal dan dalam hal ini ia berkewajiban meng-qadha’.
5.      Orang yang ditimpa kelaparan atau kehausan yang sangat.
Adapun kelaparan dan kedahagaan yang sangat yang dengan kedua-duanya itu seorang seseorang tidak kuat berpuasa, maka bagi orang yang tertimpa hal seperti itu boleh berbuka dan ia berkewajiban meng-qadha’.
6.      Orang yang sudah lanjut usia
Orang yang telah berusia lanjut, yang tidak kuat melakukan puasa pada seluruh masa dalam setahun, ia boleh berbuka, artinya ia boleh tidak berpuasa Ramadhan, tetapi ia berkewajiban membayar fidyah, yaitu memberi makan orang miskin.
Orang yang sudah lanjut usia tidak berkewajiban meng-qadha’. Sebab sudah tidak mampu melakukan puasa.
7.      Orang yang ditimpa penyakit gila disaat berpuasa.
Apabila orang yang berpuasa ditimpa penyakit gila, meskipun hanya sekejap mata, maka ia tidak berkewajiban berpuasa dan puasanya tidak sah. Kewajiban atas meng-qadaha’ puasanya itu dijelaskan oleh imam syafi’I sebagai berikut: “bila ia sengaja dengan penyakit gilanya misalnya di malam harinya secara sengaja memakan sesuatu benda yang pagi harinya bisa menghilangkan akalnya, maka ia berkewajiban meng-qadha’ hari-hari dimana ia gila. Tetapi kalau ia tidak bersengaja gila, maka ia tidak berkewajiban meng-qadha’.

I.       Hal-hal yang disunnahkan dalam berpuasa
Disunnahkan bagi orang yang berpuasa itu beberapa hal, yaitu:
1.      Bersegera untuk berbuka setelah nyata-nyata matahari terbenam. Dan berbuka itu dilakukan sebelum shalat. Dan disunnahkan berbuka itu dengan kurma basah, atau kurma kering, atau manisan atau air. Hendaknya yang dibuat berbuka itu ganjil, yaitu tiga atau lebih.
2.      Berdo’a setelah berbuka dengan do’a yang telah diajarkan oleh Nabi SAW.
3.      Makan sahur dengan sesuatu makanan walaupun sedikit. Meskipun hanya seteguk air. Seperti sabda Nabi SAW yang menjelaskan tentang makan sahur itu adalah berkah.
4.      Mencegah lisan dari omongan yang tidak berfaidah. Sedangkan mencegah lisan dari hal yang haram seperti menggunjing (ghibah) dan adu domba, maka hal itu adalah wajib setiap saat, dan hal itu lebih dikukuhkan pada bulan Ramadhan.
5.      Memperbanyak sedekah dan berbuat baik kepada sanak saudara, kaum fakir dan miskin.
6.      Menyibukkan diri dalam menunutut ilmu, membaca Al-Qur’an, berzikir, membaca shalawat atas Nabi SAW. Bilamana ada kesempatan untuknya baik siang hari maupun malamnya.
7.      Beri’tikaf.

J.      Meng-qadha’ puasa Ramadhan
Barang siapa berkewajiban meng-qadha’ puasa Ramadhan karena membatalkannya secara sengaja, atau karena suatu sebab dari beberapa sebab terdahulu, maka ia berkewajiban meng-qadha’ sebagai pengganti hari-hari yang ia batalkan dan ia qadha’ pada masa yang diperbolehkan melakukan puasa sunnah. Jadi tidak dianggap mencukupi meng-qadha’ puasa Ramadhan pada hari-hari yang dilarang berpuasa padanya. Seperti hari raya, baik idul fitri maupun idul adha’. Juga tidak dianggap mencukupi pada hari-hari yang memang ditentukan untuk berpuasa fardhu, seperti bulan ramadhan yang sedang tiba waktunya, hari-hari nazar yang ditentukan, misalnya ia bernazar akan berpuasa sepuluh hari diawal bulan bulan Dzulqo’dah. Jadi meng-qadha’ puasa ramadhan pada hari-hari itu tidak bisa dinilai mencukupi. Sebab telah ditentukan untuk nazar. Demikianlah menurut kalangan ulama Malikiyah dan Syafi’iyyah.
Begitu juga tidak bisa mencukupi melakukan qadha’ pada bulan Ramadhan yang sedang tiba saatnya. Sebab bulan tersebut ditentukan untuk menunaikan kewajiban puasa secara khusus. Jadi tidak bisa untuk dibuat melakukan puasa selainnya. Melakukan puasa qadha’ dianggap sah pada hari syak, karena pada hari itu melakukan puasa sunnah dianggap sah. Ketentuan meng-qadha’ ialah dengan cara mengikuti jumlah puasa yang terluput(tertinggal), bukan mengikuti hilal atau tanggal bulan. Jadi kalau seseorang meninggalkan puasa selama 30 hari atau sebulan penuh, maka ia harus meng-qadha(berpuasa) selama 30 hari juga. Jika dalam bulan yang ia puasa tersebut ada 29 hari, maka ia harus menambah 1 hari lagi.
Bagi yang mempunyai kewajiban meng-qadha’ puasa disunnahkan untuk segera meng-qadha’ puasanya. Disunnahkan juga agar dilakukan secara berturut-turut dalam melakukannya. Dan berkewajiban juga meng-qadha’ secara segera apabila Ramadhan yang selanjutnya akan segera tiba. Barang siapa mengundur-undur qadha’ hingga bulan Ramadhan keduanya tiba maka ia berkewajiban membayar fidyah sebagai tambahan atas kewajiban meng-qadha’. Yang dimaksud fidyah ialah memberi makanan orang miskin untuk setiap hari dari hari-hari qadha’. Ukurannya ialah sebagaimana yang diberikan kepada orang miskin dalam kifarat.
§  Cara mengeluarkan fidyah
Maksud Fidyah ialah satu cupak makanan asasi tempatan yang disedekahkan kepada fakir miskin mewakilli satu hari yang tertinggal puasa Ramadhan padanya. Makanan asasi masyarakat Malaysia adalah beras, maka wajib menyedekahkan secupak beras kepada fakir miskin bagi mewakili sehari puasa. Ukuran secupak beras secara lebih kurang sebanyak 670gram. Contohnya sipulan telah meninggalkan puasanya sebanyak 5 hari, maka dia wajib membayar Fidyahnya sebanyak 5 cupak beras kepada fakir miskin. Firman Allah yang bermaksud :
“(Puasa Yang Diwajibkan itu ialah beberapa hari Yang tertentu; maka sesiapa di antara kamu Yang sakit, atau Dalam musafir, (bolehlah ia berbuka), kemudian wajiblah ia berpuasa sebanyak (hari Yang dibuka) itu pada hari-hari Yang lain; dan wajib atas orang-orang Yang tidak terdaya berpuasa (kerana tua dan sebagainya) membayar Fidyah Iaitu memberi makan orang miskin. maka sesiapa Yang Dengan sukarela memberikan (bayaran Fidyah) lebih dari Yang ditentukan itu, maka itu adalah suatu kebaikan baginya; dan (Walaupun demikian) berpuasa itu lebih baik bagi kamu daripada memberi Fidyah), kalau kamu mengetahui.” (Al-Baqarah : 184)
Fidyah dikenakan kepada orang yang tidak mampu berpuasa dan memang tidak boleh berpuasa lagi. Maka dengan itu Islam telah memberikan keringanan (rukshoh) kepada mereka yang tidak boleh berpuasa dengan cara membayar Fidyah yaitu memberikan secupak beras kepada orang fakir miskin. Begitu juga kepada orang yang meninggalkan puasa dan tidak menggantikan puasanya sehingga menjelang puasa Ramadhan kembali (setahun), maka dengan itu mereka dikehendaki berpuasa dan juga wajib memberikan secupak beras kepada fakir miskin. Begitu juga pada tahun seterusnya. Fidyah akan naik setiap tahun selagi mana orang tersebut tidak menggantikan puasanya.

K.    Hikmah puasa
Puasa memiliki hikmah yang sangat besar terhadap manusia, baik terhadap individu maupun social, terhadap ruhani maupun jasmani.
Terhadap ruhani, puasa juga berfungsi mendidik dan melatih manusia agar terbiasa mengendalikan hawa nafsu yang ada dalam diri setiap individu. Puasa juga mampu melatih kepekaan dan kepedulian social manusia dengan merasakan langsung rasa lapar yang sering di derita oleh orang miskin dan di tuntunkan untuk membantu mereka dengan memperbanyak shadaqah.
Sedangkan terhadap jasmani, puasa bisa mempertinggi kekuatan dan ketahanan jasmani kita, karena pertama, umumnya penyakit bersumber dari makanan, dan kedua, sebenarnya Allah SWT menciptakan makhluq-Nya termasuk manusia sudah ada kadarnya. Allah memberikan kelebihan demikian pula keterbatasan pada manusia, termasuk keterbatasan pada soal kadar makan-minumnya.
Berikut ini hikmah yang kita dapatkan setelah berjuang seharian sacara umum:
1.      Bulan Ramadhan bulan melatih diri untuk disiplin waktu. Dalam tiga puluh hari kita dilatih disiplin bagai tentara, waktu bangun kita bangun, waktu makan kita makan, waktu menahan kita sholat, waktu berbuka kita berbuka, waktu sholat tarawih, iktikaf, baca qur’an kita lakukan sesuai waktunya. Bukankah itu disiplin waktu namanya? Ya kita dilatih dengan sangat disiplin, kecuali orang tidak mau ikut latihan ini.
2.      Bulan Ramadhan bulan yang menunjukkan pada manusia untuk seimbang dalam hidup. Di bulan Ramadhan kita bersemangat untuk menambah amal-amal ibadah,
3.      dan amal-amal sunat.
4.      Bulan Ramadhan adalah bulan yang mengajarkan Manusia akan pentingnya arti persaudaraan, dan silaturahmi.
5.      Bulan Ramadhan mengajarkan agar peduli pada orang lain yang lemah.
6.      Bulan Ramadhan mengajarkan akan adanya tujuan setiap perbuatan dalam kehidupan.
7.      Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita hidup ini harus selalu mempunyai nilai ibadah. Setiap langkah kaki menuju masjid ibadah, menolong orang ibadah, berbuat adil pada manusia ibadah, tersenyum pada saudara ibadah, membuang duri di jalan ibadah, sampai tidurnya orang puasa ibadah, sehingga segala sesuatu dapat dijadikan ibadah. Sehingga kita terbiasa hidup dalam ibadah. Artinya semua dapat bernilai ibadah.
8.      Bulan Ramadhan melatih diri kita untuk selalu berhati-hati dalam setiap perbuatan, terutama yang mengandung dosa.
9.      Bulan Ramadhan melatih kita untuk selalu tabah dalam berbagai halangan dan rintangan.
10.  Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan arti hidup hemat dan sederhana.
11.  Bulan Ramadhan mengajarkan pada kita akan pentingnya rasa syukur kita, atas nikmat-nikmat yang diberikan pada kita.
Dan masih banyak lagi manfaat atau hikmah puasa yang lain baik di dalam bidang kesehatan dan lain-lain. 
BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
Puasa adalah salah satu rukun islam, maka dari itu wajiblah bagi kita untuk melaksanakan puasa dengan ikhlas tanpa paksaan dan mengharap imbalan dari orang lain. Jika kita berpuasa dengan niat agar mendapat imbalan atau pujian dari orang lain, maka puasa kita tidak ada artinya. Maksudnya ialah kita hanya mendapatkan rasa lapar dan haus dan tidak mendapat pahala dari apa yang telah kita kerjakan. Puasa ini hukumnya wajib bagi seluruh ummat islam sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kita. Sebagaimana firman Allah swt yang artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”(Q.S Al-Baqarah)
Berpuasalah sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah dibuat oleh Allah swt. Allah telah memberikan kita banyak kemudahan(keringanan) untuk mengerjakan ibadah puasa ini, jadi jika kita berpuasa sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang telah kami sebutkan diatas, kita sendiri akan merasakan betapa indahnya berpuasa dan betapa banyak faidah dan manfaat yang kita dapatkan dari berpuasa ini.
Maka dari itu saudara-saudari kami sekalian, janganlah sesekali meninggalkan puasa, karena puasa ini mempunyai banyak nilai ibadah. Mulai dari langkah, tidur dan apapun pekerjaan orang yang berpuasa itu adalah ibadah.

DAFTAR PUSTAKA

Kuliah fiqh ibadah oleh Syakir Jamaluddin, MA.
Fiqih Empat Madzhab (bagian ibadah) oleh Drs. H. Moh. Zuhri, Dipil. Tafl dkk.
Buku puasa lahir dan batin oleh Malaki Tabrizi
Terjemah ihya’ ulumiddin( jilid II) oleh imam ghazali