TUGAS
PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA
“ GANDRE SASTRA ANAK “
DISUSUN OLEH
……………..
DOSEN PENGAMPU : AFRIZAN, M.Pd
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR
SEKOLAH
TINGGI KEGURUAN DAN
ILMU PENDIDIKAN
MUHAMMADIYAH
MUARA BUNGO
2017/2018
KATA PENGANTAR
Assalamualaikum.Wr.Wb.
Dengan menyebut nama Allah SWT
yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan puja dan puji syukur
atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya
kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmiah tentang limbah
dan manfaatnya untuk masyarakat.
Makalah ilmiah ini telah kami susun dengan
maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat
memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun
tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala
saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah
ilmiah tentang limbah dan manfaatnya untuk masyarakan ini dapat memberikan
manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.
Muara Bungo, 08 Desember 2017
Penyusun,
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................. i
DAFTAR ISI.............................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 1
A.
Latar Belakang Masalah........................................................... 1
B.
Rumusan Masalah..................................................................... 2
C.
Tujuan....................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 3
A.
Hakikat Sastra Anak................................................................. 3
B.
Tujuan Pembelajaran Sastra di SD............................................ 6
C.
Manfaat Sastra Anak................................................................ 10
D.
Karakteristik Sastra Anak......................................................... 12
E.
Perbedan Bacaan Sastra Anak Usia Kelas Rendah dan
Kelas
Tinggi.............................................................................. 16
BAB III PENUTUP................................................................................... 18
A.
Kesimpulan............................................................................... 18
B.
Saran......................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Masa seorang anak baik anak usia dini maupun anak sekolah
dasar merupakan masa yang paling penting berkaitan dengan pertumbuhan dan
perkembangan diri mereka dalam berbagai aspek, pada masa ini juga sebuah dasar
pembentuk karakter dan kepribadian mulai dibangun. Karena itu, sangat penting
untuk mempertimbangkan aspek-aspek yang akan digunakan sebagai media
pembelajaran mereka. Anak-anak adalah peniru dan penyerap ilmu pengetahuan yang
andal, karena itu kita harus berusaha menanamkan dan menumbuhkan nilai-nilai
yang positif pada mereka.
Pembelajaran sastra pada anak-anak penting dilakukan karena
pada usia ini anak mudah menerima karya satra, terlepas itu masuk akal atau
tidak. Oleh karena itu anak-anak mudah untuk menerima nilai-nilai kemanusiaan,
adat istiadat, agama, dan juga
kebudayaan yang terkandung dalam karya sastra. Sastra juga mampu merangsang
anak-anak berbuat sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan, adat istiadat agama
dan budaya. Selain itu anak-anak akan lebih peka terhadap lingkungan karena
dalam dirinya tertanam nilai-nilai kemanusiaan. Melalui karya sastra anak-anak
sejak dini bisa melakukan olah rasa, olah batin, dan olah budi sehingga secara
tidak langsung anak-anak memiliki perilaku dan kebiasaan untuk membedakan
sesuatu yang dianggap baik ataupun buruk melalui proses apresiasi dan berkreasi
dengan karya sastra.
Selain membentuk perilaku positif, pembelajaran sastra juga
mendidik anak untuk selalu berpikir kreatif untuk menciptakan hal-hal baru.
Pada umumnya anak mempunyai daya imajinasi yang tinggi. Biasanya, dalam
pembelajaran sastra pada anak-anak, mereka akan diminta untuk membuat cerita
atau puisi. Dari situlah sifat kreatif mereka akan muncul. Karena dalam
pembuatan cerita atau puisi anak akan mulai berimajinasi. Mula-mula dari
imajinasi, selanjutnya anak akan mulai mempraktekkan imajinasinya. Dari
imajinasi tersebut muncullah karya-karya baru dari anak tersebut.
Tak dipungkiri bahwa saat ini berbagai media seperti
televisi atau internet pun dapat menjadi sarana bagi anak-anak untuk mencari
pengetahuan. Sayangnya, anak-anak yang terlanjur mengenal media televisi atau
gadget, cenderung lebih malas untuk membaca. Sehingga hal ini akan berimplikasi
pada saat anak-anak telah besar dan dewasa nanti, mereka juga akan sulit untuk
dapat akrab dengan buku bacaan. Karena itu, sangat dianjurkan untuk mulai
mengenalkan pengetahuan melalui karya sastra sejak kecil.
Untuk dapat memahami dan mempelajari sastra anak secara
mendalam, perlu kita ketahui terlebih dahulu hakikat sastra anak itu sendiri,
apa manfaat, dan juga konstribusi sastra anak bagi seorang anak.
B. Rumusan
Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka dalam
makalah ini dirumuskan masalah sebagai berikut:
1.
Apa hakikat sastra anak?
2.
Apa manfaat sastra anak bagi anak?
3.
Apa Karakteristik sastra anak bagi anak?
4.
Apa Perbedaan bacaan sastra anak usia kelas
remdah dan usia kelas tinggi?
C. Tujuan
Berdasarkan
beberapa rumusan masalah yang telah dirumuskan di atas, maka tujuan dari
makalah ini adalah sebagai berikut:
1.
Untuk memahami apa hakikat sastra anak.
2.
Untuk memahami apa manfaat sastra anak bagi
anak.
3.
Untuk Mengetahui Karakteristik sastra anak bagi
anak?
4.
Untuk Mengetahui Apa Perbedaan bacaan sastra
anak usia kelas remdah dan usia kelas tinggi?
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hakikat
Sastra Anak
Sastra menurut Lukens (2003: 9) menawarkan dua hak utama,
yaitu kesenangan dan pemahaman. Sastra hadir kepada pembaca pertama-tama adalah
memberikan hiburan, hiburan yang menyenangkan. Satra menampilkan cerita yang
menarik, mengajak pembaca untuk memanjakan fantasi, membawa pembaca ke suatu
alur ke hidupan daya suspense. Lukens (2003: 4) menegaskan bahwa tujuan memberikan
hiburan, tujuan menyenangkan dan memuaskan pembaca, tidak peduli pembaca dewasa
ataupun anak-anak, adalah hal yang esensial dalam sastra. Apa pun aspek kandungan di dalam sebuah teks sastra,
tujuan memberikan hiburan dan menyenangkan pembaca harus tetap ada dalam sastra
tersebut. Hal inilah yang menjadi daya tarik utama bagi pembaca, baik itu
pembaca usia delapan maupun limah puluh tahun.
Selanjutnya, kata anak dapat diartikan sebagai manusia
kecil (KBBI, 2000: 41). Kata anak yang dimaksud di sini bukanlah anak balita
ataupun anak remaja, tetapi anak usia SD yang berumur antara 6 sampai 13 tahun.
Sastra anak-anak adalah sastra yang mencerminkan perasaan
dan pengalaman anak-anak melalui pandangan anak-anak (Norton,1993). Hunk (1987)
mengemukakan bahwa tidak menjadi masalah siapa yang menulis atau membuat karya
sastra anak asalkan penggambarannya ditekan pada kehidupan anak yang memiliki
nilai kebermaknaan bagi mereka.
Sesuai dengan sasaran pembacanya, sastra anak dituntut
untuk dikemas dalam bentuk yang berbeda dari sastra orang dewasa hingga dapat
diterima anak dan dipahami mereka dengan baik. Sastra anak merupakan
pembayangan atau pelukisan kehidupan anak yang imajinatif ke dalam bentuk
struktur bahasa anak. Sastra anak merupakan sastra yang ditujukan untuk anak,
bukan sastra tentang anak. Sastra tentang anak bisa saja isinya tidak sesuai
untuk anak-anak, tetapi sastra untuk anak sudah tentu sengaja dan disesuaikan
untuk anak-anak selaku pembacanya. (Puryanto, 2008: 2)
Menurut Hunt (1995: 12) mendefinisikan sastra anak sebagai
buku bacaan yang dibaca oleh, yang secara khusus cocok untuk, dan yang secara
khusus pula memuaskan sekelompok anggota yang kini disebut anak. Jadi sastra
anak adalah buku bacaan yang sengaja ditulis untuk dibaca anak-anak. Isi buku
tersebut harus sesuai dengan minat dan dunia anak-anak, sesuai dengan tingkat
perkembangan emosional dan intelektual anak, sehingga dapat memuaskan mereka.
Sastra anak merupakan bagian dari sastra pada umumnya yang
dibaca oleh orang dewasa. Namun dalam beberapa aspek, sastra anak memiliki ciri
atau karakteristik khusus yang membedakannya dengan sastra secara umum atau
sastra orang dewasa. Itulah sebabnya, pengertian sastra secara umum tidak serta
merta dapat diberlakukan untuk pengertian sastra anak. Dalam pengertian
sederhana, Huck (1987: 6) mendefinisikan sastra anak sebagai karya sastra yang
menempatkan sudut pandang anak sebagai pusat penceritaan. Pengertian lain
seperti dikemukakan oleh Sarumpaet (2010: 3). Menurutnya, sastra anak adalah
karya sastra yang khas (dunia) anak, dibaca anak, serta – pada dasarnya –
dibimbing orang dewasa. Kurniawan (2009: 5) dalam definisinya menyatakan bahwa
sastra anak adalah sastra yang dari segi isi dan bahasa sesuai dengan tingkat
perkembangan intelektual dan emosional anak. Sementara Ampera (2010: 10)
berpendapat bahwa sastra anak adalah buku-buku bacaan atau karya sastra yang
sengaja ditulis sebagai bacaan anak, isinya sesuai dengan minat dan pengalaman
anak, sesuai dengan tingkat perkembangan emosi dan intelektual anak. Sastra
anak dapat didefinisikan dengan memperhatikan definisi sastra secara umum dan
sastra bagaimana yang sesuai untuk anak. Mengenai hal ini ada beberapa
pandangan, yaitu antara lain:
Pertama, ada pandangan bahwa sastra anak adalah sastra yang
sengaja memang ditujukan untuk anak-anak. Kesengajaan itu dapat ditunjukkan
oleh penulis yang secara eksplisit menyatakan hal itu dalam kata pengantarnya
maupun dapat pula ditunjukkan oleh media yang memuatnya, misal buku atau
majalah anak-anak. Misalnya Bobo, Ananda, dan lain-lain.
Kedua, ada pula yang berpandangan bahwa sastra anak berisi
tentang cerita anak. Isi cerita yang dimaksud adalah cerita yang menggambarkan
pengalaman, pemahaman, dan perasaan anak. (Huck, et al., 1987:5). Dalam cerita
anak misalnya, jarang sekali ditemukan perasaan yang nostalgic atau romantisme
karena itu tidak sesuai dengan karakteristik jiwa anak-anak. Pikiran anak-anak
lebih tertuju ke masa depan, karena itu cerita futuristik lebih banyak
ditemukan dalam cerita anak-anak. Cita-cita, keinginan, petualangan di dunia
lain, dan cerita-cerita science fiction sangat sesuai dengan jiwa anak-anak.
Ketiga, sastra anak adalah sastra yang ditulis oleh
anak-anak. Pandangan ini memang cukup beralasan karena hanya anak-anak yang
benar-benar dapat mengekspresikan pengalaman, perasaan dan pemikirannya dengan
jujur dan akurat. Akan tetapi, tidak dapat disangkal bahwa orang dewasa dapat
menulis sastra anak. Beberapa nama tersebut adalah Anton Hilman, Laila S, dan
juga J.K Rowling penulis novel laris Harry Potter.
Keempat, ada juga yang pandangan bahwa sastra anak adalah
sastra yang berisi nilai-nilai moral atau pendidikan yang bermanfaat bagi anak
untuk mengembangkan kepribadannya menjadi anggota masyarakat yang beradab dan
berbudaya. Pandangan ini merupakan pandangan yang paling “longgar” dalam
membatasi apa itu sastra anak. Oleh karena itu Stewig (1980) misalnya,
memandang bahwa sastra orang dewasa pun dapat digunakan sebagai “sastra anak”
apabila mengandung nilai-nilai moral yang positif bagi anak. Contohnya adalah
cerita rakyat yang pada umumnya berisi cerita tentang orang atau binatang yang
diturunkan dari mulut ke mulut dan merupakan karya kolektif masyarakat masa
lalu ini mengandung nilai-nilai moral yang bermanfaat bagi generasi muda, termasuk
anak-anak.
Pendapat-pendapat di atas mengisyaratkan beberapa hal
penting tentang pengertian sastra anak. Pertama, sastra anak hakikatnya
diciptakan untuk dibaca oleh anak-anak. Walaupun demikian, bukan berarti sastra
anak tidak dapat dibaca oleh orang dewasa. Sastra anak dapat dibaca oleh siapa
saja karena keteladanan dalam sastra anak dapat dimanfaatkan oleh siapa saja.
Kedua, Mengisahkan tentang berbagai hal, bahkan hal-hal yang tidak dapat
diterima nalar orang dewasa, seperti kisah tentang hewan yang dapat berbicara
layaknya manusia, dll. Ketiga, bahasa yang digunakan harus relevan dengan
tingkat penguasaan dan kematangan bahasa anak. Artinya, bahasa dalam karya
sastra anak tidak menggunakan kata-kata yang mengandung makna konotasi dan
simbolik yang terlalu mendalam, yang sulit dicerna oleh daya imajinasi
anak-anak. Bahasa yang digunakan dalam karya sastra anak pun disesuaikan dengan
tingkat penguasaan kosakata dan struktur kalimat anak-anak. Keempat, substansi
atau kandungan karya sastra anak lebih banyak memuat berbagai seluk beluk
kehidupan anak-anak, misalnya persahabatan, cinta kepada orang tua, maupun
keindahan alam. Kelima, sastra anak dapat diciptakan oleh siapa saja, anak-anak
bahkan orang dewasa, yang utama adalah dasar penciptaannya disesuaikan dengan
kapasitas intelektual dan psikologi usia anak. Dalam hal ini, sastra anak
diciptakan atas dasar keterlibatan intelektual dan psikologi anak sehingga
benar-benar dekat dengan dunia atau kehidupan anak. Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa sastra anak adalah karya sastra yang dasar penciptaannya dari
kacamata anak, sehingga mengandung seluk beluk kehidupan anak, dan sesuai
dengan perkembangan intelektual, emosional, dan moral anak.
B. Tujuan
Pembelajaran Sastra di SD
Di sekolah dasar pembelajaran bahasa dan sastra Indonesia
lebih diarahkan pada kompetensi siswa untuk berbahasa dan berapresiasi sastra.
Pelaksanaannya, pembelajaran sastra dan bahasa dilaksanakan secara
terintegrasi. Sedangkan pengajaran sastra, ditujukan untuk meningkatkan
kemampuan siswa dalam menikmati, menghayati, dan memahami karya sastra.
Pengetahuan tentang sastra hanyalah sebagai penunjang dalam mengapresiasi.
Dan pernyataan pembelajaran sastra tersebut dapat dilihat
bahwa kegiatan apresiasi menjadi tujuan utama, sedangkan perangkat pengetahuan
sastra diperlukan untuk menunjang terwujudnya apresiasi dan pembelajaran bahasa
secara umum. Dengan demikian yang harus terjadi dalam pembelajaran sastra ialah
kegiatan apresiasi sastra bukan hanya sekedar pengetahuan teori sastra. Hal
tersebut sejalan dengan pendapat Huck dkk. (1987) bahwa pembelajaran sastra di
SD harus memberi pengalaman pada murid yang akan berkontribusi pada empat
tujuan (1) menumbuhkan kesenangan pada buku, (2) menginterpretasi bacaan sastra
(3) mengembangkan kesadaran bersastra, dan (4) mengembangkan apresiasi.
1)
Menumbuhkan Kesenangan Terhadap Buku
Salah satu tujuan
utama pembelajaran sastra di SD ialah memberi kesempatan kepada anak untuk
memperoleh pengalaman dari bacaan, serta masuk dan terlibat di dalam suatubuku.
Pembelajaran sastra harus membuat anak merasa senang membaca, membolakbalik
buku, dan gemar mencari bacaan.
Salah satu cara
terbaik untuk membuat siswa tertarik kepada buku menumt Huck (1987) ialah
memberi siswa lingkungan yang kaya dengan buku-buku yang baik. Beri mereka
waktu untuk membaca atau secara teratur gum membacakan buku untuk mereka.
Perkenalkan mereka pada berbagai ragam bacaan prosa dan puisi, realisme dan
fantasi, fiksi historis dan kontemporer, tradisional dan modern. Beni mereka
waktu untuk membicarakan buku-buku, menceritakan buku itu satu sama lain dan
menginterpretasikannya melalui berbagai macam aktivitas respons kreatif. Satu
hal penting yang juga disarankan oleh Huck ialah siswa harus diberi kesempatan
mengamati atau melihat orang-orang dewasa menikmati buku. Melalui
kegiatan-kegiatan yang menarik minatnya, siswa akan memperoleh kesenangan.
Dengan demikian,
langkah pertama di dalam pembelajaran sastra di SD ialah menemukan kesenangan
kepada buku. Hal ini hendaknya dijadikan tujuan utama pembelajaran bahasa dan
sastra di sekolah dasar dan hendaknya tidak dilakukan secara tergesa-gesa atau
dengan jalan pintas.Kesenangan kepada buku hanya muncul melalui pengalaman yang
panjang (Sutherland & Arbuthnot, 1991)
2)
Menginterpretasikan Literatur
Untuk menciptakan
ketertarikan kepada buku, siswa perlu membaca banyak buku. Siswa pun perlu
memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengalaman yang mendalam dengan
buku-buku. Guru dan siswa dapat membicarakan tentang makna pribadi yang mungkin
terdapat pada suatu cerita untuk kehidupannya sendiri. Anak kelas lima daenam
mungkin telah merefleksikan perbandingan antara kejadian-kejadian yang ada pada
cerita atau kaitan cerita dengan kehidupannya secara nyata (Huck, 1987). Ketika
siswa, mulai membahas penyebab perilaku tertentu pada cerita, mereka bisa
mengembangkawawasan lebih banyak kepada orang lain. Ketika siswa menghubungkan
apa yang mereka baca itu dengan latar belakang pengalamannya, mereka
menginternalisasikan makna cerita itu. Louis Rosenblatt merupakan salah seorang
yang pertama-tama mengingatkan kita bahwa pembaca itu sama-sama berartinya
dengan karya yang sedang dibacanya. Pengalaman literer katanya, harus dibuat
bertahap seperti transaksi antara pembaca dan teks (Rosenblatt, 1983). Pada
murid sekolah dasar transaksi itu paling baik dimulai dengan respons pribadinya
pada cerita.
Membantu siswa dalam
menginterpretasikan bacaan itu dengan cara mengidentifikasi para pelaku yang
ada pada cerita. Hal itu dapat dilakukan dengan mendramatisasikan (role play)
adegan tertentu yang ada pada buku cerita. Kegiatan dramatisasi adegan cerita
selain menguatkan pemahaman pada cerita juga akan melatih mereka bersosialisasi
(Simpson, 1989). Kelompok anak yang lain kemungkinan menulis essay. jurnal, atau
surat yang berkaitan dengan tokoh utama atau tokoh yang lainnya yang ada di
dalam cerita. Semua aktivitas tersebut akan menambah interpretasi murid
terhadap cerita dan memperdalam tanggapannya pada bacaan.
3)
Mengembangkan Kesadaran Bersastra
Anak-anak yang masih
berada di sekolah dasar juga harus diajak mulai mengembangkan kesadaran pada
sastra. Tak dapat dipungkiri bahwa pemahaman literer meningkatkan kenikmatan
anak terhadap bacaan (Huck, 1987). Ada beberapa anak usia tujuh dan delapan
tahun yang sangat senang menemukan varian yang berbeda mengenai Cinderella,
misalnya. Mereka sangat senang membandingkan berbagai awal dan akhir cerita
rakyat dan sangat suka menulis sendiri kisahnya. Jelasnya kesenangan seperti
ini berasal dan pengetahuan tentang cerita rakyat.
Anak-anak harus pula
diarahkan menemukan elemen-elemen sastra secara berangsurangsur, karena
elemen-elemen itu memberikan bekal bagi siswa dalam pemahaman makna cerita atau
puisi. Dengan demikian guru harus menguasai pengetahuan tentang bentuk-bentuk
cerita, elemen-elemen cerita, dan pengetahuan tentang pengarang.
Selama siswa berada di
sekolah dasar mereka mengembangkan pemahaman mengenai bentuk sastra yang
berasal dari berbagai aliran sedikit demi sedikit. Mereka sudah dapat
membedakan bentuk prosa dan puisi, fiksi dan nonfiksi, antara realisme dan
fantasi, tetapi tidak dengan istilah-istilah tersebut. Mungkin cara mereka
memahami hanya akan bercerita kepada gurunya bahwa buku Dewi Nawangwulan itu
memuat suatu cerita, atau Bawang Putih itu ceritanya mirip Cinderella yang
telah dibacanya. Hal ini langkah awal yang baik dalam mengembangkan pemahaman
tentang bentuk-bentuk sastra.
Demikian pula
pengetahuan siswa mengenai elemen cerita misalnya alur, karakterisasi, tema,
dan sudut pandang pengarang akan muncul secara berangsur-angsur. Ada siswa yang
minatnya tergugah bila mengetahui piranti sastra seperti simbol, perbandingan,
penggunaan sorot balik, dan sebagainyna. Namun jenis pengetahuan ini lebih
cocok untuk guru. Pembahasan tentang piranti sastra pada siswa hendaknya hanya
diperkenalkan apabila diperlukan benar untuk dapat membawa ke arah pemahaman
yang lebih kaya terhadap sebuah buku. Yang terpenting bukan menghafal
pirantinya, namun bagaimana anak-anak diberi waktu untuk memberikan tanggapan
personalnya pada cerita (Huck, 1987).
4)
Mengembangkan Apresiasi
Sasaran jangka panjang
pengajaran sastra di SD ialah mengembangkan kesukaan membaca karya sastra yang
bermutu. James Britton (dalam Huck, 1987) menyatakan bahwa dalam pengajaran
sastra, “siswa hendaknya membaca lebih banyak buku dengan rasa puas…. (dan) dia
hendaknya membaca buku-buku dengan kepuasan yang semakin tinggi”.
5)
Margaret Early (dalam Huck, 1987) menyatakan
bahwa terdapat tiga tahap urutan dan perkembangan yang ada dalam pertumbuhan
apresiasi (1) tahap kenikmatan yang tidak sadar, (2) tahap apresiasi yang masih
ragu-ragu atau berada antara tahap kesatu dan ketiga, dan (3) tahap kegembiraan
secara sadar. Tahap pertama sama dengan gagasan menumbuhkan kesenangan terhadap
bacaan, sehingga menjadi terlibat di dalamnya. Pada tahap ini siswa membaca
atau guru membacakannya untuk mendapatkan kesenangan. Mereka jarang menyentuh
cara pengarang menciptakan makna. Pembaca pada tahap kedua tertarik tidak hanya
pada alur cerita. Pembaca pada tahap ini mulai bertanya tentang apa yang
terjadi pada suatu cerita dan mendalami isi cerita untuk mendapatkan makna
lebih dalam. Pembaca menikmati dan mengeksplorasi cerita untuk melihat
bagaimana pengarang, penyair, atau seniman memperkuat makna dengan teks itu.
Tahap ketiga, tahap pembaca yang sudah matang dan menemukan kegembiraan dalam
banyak jenis bacaan dan banyak periode waktu, memberikan penghargaan pada
aliran dan pengarangnya, dan memberikan tanggapan kritis sehingga mendapatkan
kegembiraannya secara sadar.
C. Manfaat
Sastra Anak
Ditinjau dari segi fungsi pragmatiknya, sastra anak
berfungsi sebagai pendidikan dan hiburan. Fungsi pendidikan pada sastra anak
memberi banyak informasi tentang sesuatu hal, memberi banyak pengetahuan,
memberi kreativitas atau keterampilan anak, dan juga memberi pendidikan moral
pada anak.
Dalam pandangan Tarigan (2011: 6-8), terdapat enam manfaat
sastra terhadap anak-anak.
1.
Sastra memberikan kesenangan, kegembiraan, dan
kenikmatan kepada anak-anak.
2.
Sastra dapat mengembangkan imajinasi anak-anak
dan membantu mereka mempertimbangkan dan memikirkan alam, insan, pengalaman,
atau gagasan dengan berbagai cara.
3.
Sastra dapat memberikan pengalaman-pengalaman
baru yang seolah-olah dialami sendiri oleh para anak.
4.
Sastra dapat mengembangkan wawasan para anak
menjadi perilaku insani.
5.
Sastra dapat menyajikan serta memperkenalkan
kesemestaan pengalaman kepada para anak.
6.
Sastra merupakan sumber utama bagi penerusan
warisan dari satu generasi ke generasi berikutnya.
Selain fungsi pendidikan dan hiburan, menurut Suwardi
Endraswara (2002) , sastra anak juga berfungsi (1) membentuk kepribadian, dan
(2) menuntun kecerdasan emosi anak. Perkembangan emosi anak akan dibentuk
melalui karya sastra yang di bacanya. Selain dua fungsi tersebut, sastra anak
mempunyai beberapa fungsi khusus berikut ini.
1.
Melatih dan memupuk kebiasaan membaca pada
anak-anak.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya
bahwa anak-anak lebih suka membaca hanya untuk mencari kesenangan. Niat awal
untuk mencari kesenangan dapat dijadikan sebagai jembatan untuk melatih dan
membiasakan anak bergelut dengan dunia buku. Jika anak-anak telah terbiasa
membaca bacaan anak, maka akan merangsang kebiasaan atau hobinya untuk membaca
buku-buku pelajaran dan buku umum lainnya.
2.
Membantu perkembangan intelektual dan psikologi
anak.
Memahami suatu bacaan
bukanlah pekerjaan yang mudah. Jika anak-anak telah terbiasa membaca, maka
hakikatnya mereka telah terbiasa memahami apa yang dibacanya. Kebiasaan
memahami bacaan tentu akan sangat membantu perkembangan intelektual atau kognisi
anak. Demikian pula sajian cerita atau kisah dan berbagai hal dalam karya
sastra anak akan menumbuhkan rasa simpati atau empati anak-anak terhadap
berbagai kisah tersebut. Dengan demikian, sastra anak dapat membantu
perkembangan psikologi atau kejiwaan anak untuk lebih sensitif terhadap
berbagai fenomena kehidupannya.
3.
Mempercepat perkembangan bahasa anak.
Perkembangan bahasa
anak berjalan secara bertahap seiring dengan perkembangan fisik dan pikirannya.
Kematangan berpikir sangat menentukan perkembangan bahasa anak, demikian pula
sebaliknya, perkembangan bahasa sangat menentukan kematangan berpikir anak
(Dirgayasa, 2011:79). Anak-anak yang biasa membaca bacaan anak dapat memperoleh
bahasa (kosa kata, kalimat) lebih banyak dan lebih cepat jika dibandingkan
dengan anak-anak lain. Tentu, jika anak-anak cepat perkembangan bahasanya, akan
membantu tingkat kematangan berpikirnya.
5.
Membangkitkan daya imajinasi anak.
Secara leksikal, kata
imajinasi memang dapat diartikan sebagai ‘khayalan’. Namun, imajinasi dalam
karya sastra tidaklah sepenuhnya berisi khayalan tanpa ada kaitannya dengan
realitas. Imajinasi dalam sastra tidak lain hanyalah sebuah media untuk
mengekspresikan pikiran dan perasaan pengarangnya. Oleh sebab itu, esensi dan
substansi imajinasi dalam karya sastra adalah realitas kehidupan manusia.
Anak-anak yang biasa membaca sastra (bacaan anak), akan
terbiasa turut merasakan dan melibatkan pikiran (imajinasi) sehingga
seolah-olah dia yang mengalami peristiwa dalam karya yang dibacanya. Dengan
begitu, imajinasi akan menumbuhkan pemikiran yang kritis dan kepekaan emosional
yang tinggi dalam diri anak.
D. Karakteristik Sastra Anak
Karakteristik atau ciri-ciri sastra anak dapat dilihat dari
beberapa segi, setidaknya dari dua segi, yaitu :
1.
Segi kebahasaan
a.
Struktur kalimat
Cerita anak biasanya
menggunakan kalimat sederhana, dapat berupa kalimat tunggal, kalimat berita,
kalimat tanya, atau kaliamt perintah sederhana. Dalam sastra anak lebih banyak
dijumpai kalimat tunggal daripada kalimat majemuk yang dapat berupa kalimat aktif
maupun pasif, negatif atau positif, serta kalimat dengan susunan beruntun atau
inversi.
b. Pilihan kata
Satra
anak pada umumnya menggunakan kata-kata ynag sudah dikenal oleh anak-anak dalam
kehidupan sehari-harinya, Kata-kata konkret lebih banyak digunkan daripada kata
abstrak. Istilah khusus dalam bidang ilmu tertentu juga tidak banyak/ jarang
digunakan.
c. Gaya bahasa/ majas
Sedikit
sekali digunakan majas, hal ini berkaitan dengan ciri pilihan kata yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa sastra anak lebih banyak mengunakan kata-kata
konkret. Kalaupun digunakan majas, majas yang digunakan adalah majas yang sudah
dikenal oleh anak. Misal penggunaan majas personifikasi dalam certita tentang
binatang yang dapat berperilaku seperi manusia.
2. Segi kesastraan
Dapat dilihat dari unsur instrinsiknya,
terutama pada karya fiksi. Dalam hal ini ciri itu dilihat dari unsur intrisik
utama karya sastra, yaitu:
a.
Alur cerita
Alur
adalah rangkaian peristiwa yang disusun secara kronologis menurut hukum
kausalitas (sebab-akibat). Cerita anak biasanya memiliki alur yang sederhana
dan berbentuk linear. Artinya pada cerita itu hanya ada satu alur utama yang
tidak bercabang dan alur yang digunakan biasanya berupa alur maju atau linear.
b.
Karakter/ tokoh cerita
Dilihat
dari individunya, tokoh cerita anak dapat berupa manusia, binatang, atau
tanaman, bahkan benda lain seperti peralatan rumah tangga. Apabila tokoh cerita
berupa manusia, biasanya yang menjadi tokoh utama adalah anak-anak.
Dilihat
dari kompleksitas karakter, cerita anak-anak biasanya berisi tokoh yang
berwatak datar. Watak tokoh cerita itu dapat dikenali dengan jelas apakah itu
tokoh baik atau tokoh jahat. Pada cerita anak, jarang dijumpai tokoh yang
berwajah banyak, yaitu tokoh yang memiliki unsur baik dan jahat sekaligus.
c.
Tema
Cerita
anak biasanya memiliki tema tunggal (satu tema mayor) tanpa subtema (tema
minor). Hal ini terkait dengan kemampuan anak yang terbatas dalam menggali tema
dalam bacaan. Pada umumnya anak hanya mampu menangkap tema yang transparan, sederhana, seperti kebaikan akan mengalahkan
kajahatan, orang jujur akan mendapat kebahagiaan, dan pahlawan pasti
menang.
Sarumpaet (1976) mengidentifikasi tiga
ciri pembeda antara sastra anak-anak dengan sastra dewasa, tiga ciri pembeda
itu andalah:
1.
Unsur Pantangan
Unsur
pantangan merupakan unsur ang secara khusus berkenaan dengan tema dan amanat.
Tema cerita anak-anak ditentukan berdasarkan pertimbangan nilai edukatif
walaupun persoalan-persoalan cinta yang erotis, seks, kebencian, kekejaman,
kekerasan, dan prasangka buruk, kecurangan yang jahat serta masalah hidup dan
mati sering menjadi fokus dalam isi sastra, pantang untuk disajikan sebagai
tema dalam sastra anak.
Apabila
ada hal-hal buruk dalam kehidupan itu yang diangkat dalam sastra anak, misalnya
masalah kemiskinan, kekejaman ibu tiri, dan perlakuan yang tidak adil pada
tokoh protagonis, biasanya amanatnya disederhanakan dengan akhir cerita yang
berbeda pada tokoh jahat dan tokoh baik. Pada akhir cerita, tokoh jahat akan
mengalami kesengsaraan atau ketidakberuntungan, sedangkan tokoh baik akan
menemui kebahagiaan atau keindahan. Contoh dalam kisah Bawang Merah dan Bawang
Putih, Putri Salju, dan Cinderella.
Tema-tema
yang sesuai untuk sastra anak-anak adalah tema-tema yang menyajikan
masalah-masalah yang sesuai dengan kehidupan anak, seperti kepahlawanan,
kepemimpinan, suka duka, pengembaraan, peristiwa sehari-hari, kisah-kisah
perjalanan seperti ruang angkasa, penjelajahan, dan sebagainya (Sarumpaet,
1976; Huck, 1987; Mithell, 2003). Berkaitan dengan pemecahan masalah yang
disajikan dalam cerita, Sarumpaet (11976) berpendapat bahwa akhir cerita
anak-anak tidak selalu suka ataupun indah. Walaupun cerita dapat berakhir
dengan duka, yang penting bersifat afirmatif (menimbulkan respons yang positif)
2.
Penyajian dengan Gaya Langsung
Penyajian
dengan gaya secara langsung adalah sajian cerita yang merupakan deskripsi
secara singkat dan langsung menuju sasaran, mengetengahkan gerak yag dinamis,
dan jelas sebab-musababnya. Penyajian gaya langsung pada umumnya berkait dengan
pengaluran, penokohan, latar, pusat pengisahan dan gaya bahasa.
a)
Alur
cerita anak-anak seharusnya singkat dan mengetengahkan jalinan peristiwa
yang dinamis dan jelas sebab-sebabnya,
b)
Tokoh, melalui pengisahan dan dialog akan
terwujudkan suasana dan tergambar tokoh-tokoh yang jelas sifat, peran, maupun
fungsinya dalam cerita (Faris, 1993).
c)
Latar cerita juga dapat memudahkan anak
mengidentifikasi cerita. Cerita dengan latar tempat dan waktu yang dekat dengan
kehidupan anak sehari-hari dapat menarik perhatian anak.
d)
Pusat pengisahan (sudut pandang) adalah posisi
yang diambil pengarang dalam menuturkan kisahnya dan bergantung pada pusat
pengisahannya. Pusat pengisahan yang jelas akan dapat memperjelas amanat
cerita.
e)
Gaya bahasa dalam cerita anak umumnya dituturkan
secara langsung, tidak berbelit-belit (sederhana), kalimatnya pendek-pendek,
tetapi tetap mengacu pada faktor keindahan.
3 Fungsi
Terapan
Fungsi terapan adalah sajian cerita
yang harus bersifat informatif dan mengandung unsur-unsur yang bermanfaat, baik
untuk pengetahuan umum, keterampilan khusus, maupun untuk perkembangan anak.
Kebanyakan bacaan anak ditulis oleh
orang dewasa sehingga fungsi terapan sering dimanfaatkan untuk menampung
kecenderungan penulisnya untuk menggurui (Sarumpaet, 1976). Fungsi terapan dalam
hal ini untuk menambah pengetahuan umum baik dalam bidang sosial, bahasa,
maupun sain sehingga hal-hal yang ditampilkan dapat mengajarkan sesuatu.
Fungsi terapan dalam sastra anak ini
ditunjukkan oleh unsur-unsur instrinsik yang terdapat dalam teks karya sastra
anka itu sendiri, misalnya dari judul Petualangan Sinbad akan memberi informasi
tokoh asing. Sinbad berasal dari Timur-Tengah, selain memberi informasi nama
tokoh, anak akan bertambah pengetahuannya tentang negeri asal tokoh tersebut,
letak negeri itu, apa yang terkenal dari negeri itu, dan sebagainya.
E. Perbedan Bacaan Sastra Anak Usia Kelas Rendah dan Kelas Tinggi
1.
Kelas 1-2 dominan diberikan bentuk cerita
bergambar.
a)
Kelas 3-4 diberikan puisi, sastra tradisional
dan cerita fantasi.
b)
Kelas 5-6 diberikan puisi dan bentuk ceritan
realistic kontenporer, kesejarahan, serta cerita fiksi kelimuan.
2.
Berdasarkan psikologi kognitif, tingkat
perkembangan kognitif anak sudah memiliki kemampuan:
a)
Menghubungkan dan membandingkan pengalaman
kongkret yang diperooleh dengan kenyataan baru yang dihadapi.
b)
Membedakan pembedaan dan memilahan..
c)
Menangkap dan menyusun pengertian-pengertian
tertentu berdasarkan gambaran kongkretnya.
d)
Menandai cirri ggambaran kenyataan secara
aspectual, dan membuat hubungan berdasar vicarious experience.
e)
Dalam situasi ini, anak baru bisa menghubungkan
gambarann kisah yang menceritakan dalam bacaan secara imajinatif dengan kisah
yang ditemukannya dalam realita.
3.
Pada jenjang kelas terakhir, anak sudah mampu:
a)
Membentuk pengertian melalui penyusunan konsepsi
secara logis dan sisteatis.
b)
Menghubungkan satuan-satuan pengertian secara
spekulatif guna membentuk pemahaman secara komprehensif.
c)
Mengambil kesimpulan secara tentative
berdasarkan spekulasi hubungan resiprokal, pennolakan, dan penerimaan isi
pernyataan dan bentuk-bentuk hubungan secara korelatif.
d)
Pada saat situasi ini, anak jenjang kelas
terakhir sudah mampu membaca bacaan yang diperuntungkan bagi orang dewasa
walaupun dalam proses asimilasi dann akomodasi yang mengakibatkan ketidk
seimbangan antara isi bacaan dan hasil apresiasi.
Minat anak SD jenjang kelas menengah
biasanya mengarah pada bentuk cerita fantasi dan cerita-cerita rakyat atau
tradisional. Sedangkan kelas jenjang akhir lebih menyukai cerita realistic,
kesejarahan, cerita ilmiah, dan biografi.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sastra anak adalah karya imajinatif dalam bentuk bahasa
yang berisi pengalaman, perasaan dan pikiran anak yang khusus ditujukan bagi
anak-anak. Ditulis oleh pengarang anak-anak maupun pengarang dewasa.
Sastra anak merupakan bagian dari sastra pada umumnya yang
dibaca oleh orang dewasa. Namun dalam beberapa aspek, sastra anak memiliki ciri
atau karakteristik khusus yang membedakannya dengan sastra secara umum atau
sastra orang dewasa. Itulah sebabnya, pengertian sastra secara umum tidak serta
merta dapat diberlakukan untuk pengertian sastra anak.
B. Saran
1.
Sebagai calon guru Sekolah Dasar, mahasiswa PGSD
sebaiknya banyak mempelajari jenis ragam sastra anak.
2.
Mahasiswa PGSD sebaiknya termotivasi membuat
satra anak sehinggamemperkaya kesastraan Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Nurgiyantoro, B. 2005. Sastra Anak : Pengantar Pemahaman
Dunia Anak. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Puryanto, Edi. 2008.
Konsumsi Anak dalam Teks Sastra di Sekolah. Makalah dalam Konferensi
Internasional Kesusasteraan XIX HISKI
Nurgiyantoro, Burhan. 2010. Sastra Anak, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press. http://eckoprihantoro.blogspot.com/2013/12/sastra-anak.html
(diakses Pada Tanggal 04 Desember 2017)