“KENAKALAN
REMAJA DI MAN 2 MUARA BUNGO”
DISUSUN OLEH
NAMA :
DESI MARLINA
KELAS :
XII.IPS AL FARABI
MADRASAH
ALIYAH NEGERI 2
MUARA BUNGO
T.A 2012/2013
KATA
PENGANTAR
Puji
dan syukur hanya kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya, Penelitian
Sosiologi Kenakalan Remaja untuk
siswa-siswi Madrasah Aliyah Negeri 2 Muara Bungo dapat selesai dengan baik.
Makalah
Sosiologi Kenakalan Remaja berisi
landasan teori kenakalan remaja dan metodologi serta hasil penelitian. Makalah
ini dimaksudkan untuk membantu siswa-siswi dalam memahami teori-teori dan
permasalahan yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari.
Ucapan
terima kasih untuk semua kelompok yang telah membantu dalam penyusunan makalah
ini. Semoga dengan hasil makalah yang kami buat akan bermanfaat bagi semuanya.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .............................................................................. i
DAFTAR ISI
............................................................................................. ii
1.1 Latar Belakang............................................................................. 1
1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan........................................................................... 1
BAB II KAJIAN TEORI............................................................................ 3
2.1 Kaenakalan Remaja Sebagai Akibat Pengaruh
Sosial.................. 3
2.2 Kontrol Sosial............................................................................... 5
2.3 Kejahatan Anak............................................................................ 6
2.4 Penyebab Kenakalan Remaja....................................................... 19
2.5 Ciri Ciri Kenakalan Remaja.......................................................... 20
2.6 Akibat Kenakalan Remaja............................................................ 20
3.1 Tindakan Preventif....................................................................... 21
3.2 Tindakan Represif........................................................................ 23
3.3 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................... 24
3.4 Hasil Penelitian............................................................................. 24
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Kenakalan Remaja
Telah kita ketahui bahwa
kenakalan remaja itu sangat menurunkan moral pada diri kita dan lebih-lebih
pada bangasa kita ini,oleh sebab itu kita sebagai siswa-siswi peduli dan
tanggap akan moral-moral remaja yang sangat bertolak belakang dengan apa yang
telah ditentukan oleh sang maha pencipta, seperti halnya penyalah gunaan
obat-obatan terlarang, peraukan bebas yang tidak bisa meminit pada diri kit
masing-masimg shingga munculah benih-benih kenakalan remaja yang tumbuh pada
diri remaja itu sendiri.
1.2 Perumusan Masalah
Remaja merupakan generasi
penerus bangsa yang diharapkan dapat menggantikan generasi-generasi terdahulu
dengan kualitas kinerja dan mental yang lebih baik. Dengan adanya program pendidikan tingkat
dasar, menengah dan tingkat tinggi diharapkan dapat menghasilkan sumberdaya
manusia yang berkualitas tinggi. Namun
sayangnya dalam dasawarsa terakhir ini kenyataan menunjukkan hal yang berbeda. Banyak data dan informasi tentang tingkat
kenakalan remaja yang mengarah pada tindakan kekerasan dan melanggar
hukum. Khusus untuk kasus kenakalan
remaja yang menjurus pada tindakan kriminal dan penggunaan narkoba sangat
membutuhkan penelitian yang mendalam agar di dapat suatu gambaran yang jelas
bagaimana cara pencegahan dan penanggulangan masalah kenakalan remaja tersebut.
1.3 Tujuan Penulisan
Mengingat semakin besarnya
masalah yang dihadapi oleh anak-anak remaja, maka studi ini secara umum
bertujuan untuk menganalisa keterkaitan antara faktor-faktor lingkungan di
dalam keluarga, lingkungan sosial dan perilaku antisosial remaja yang
menyangkut kenakalan remaja. Secara
khusus, studi ini bertujuan untuk:
·
Mengetahui kharakteristik remaja yang meliputi
usia, jenis kelamin, harapan, kebiasaan hidup dan personality
·
Mengetahui kharakteristik keluarga yang meliputi
umur, pendidikan dan pendapatan orang tua serta besar keluarga
·
Mengetahui lingkungan teman bermain baik berupa
dukungan sosial, pengaruh positif atau negatif
·
Mengetahui pola asuh orang tua terhadap remaja
dan komunikasi antar anggota dalam keluarga serta faktor-faktor yang berkaitan
dengan pola asuh dan komunikasi tersebut
·
Mengetahui kecenderungan perilaku kenakalan
remaja (apakah tergolong kategori kekerasan atau kenakalan kriminal/narkoba)
·
Menganalisa secara global model keterkaitan
faktor-faktor yang berpengaruh pada kenakalan remaja (baik pengaruh langsung
maupun tidak langsung) dengan menggunakan pendekatan metoda Structural Equation
Modeling (SEM)
·
Menganalisa pegaruh kenakalan remaja pada
prestasi belajar remaja (dengan penggunaan analisa multi-report)
BAB II
KAJIAN TEORI
2.1 Kenakalan Remaja Sebagai Akibat Pengaruh Lingkungan Sosial
Perubahan sosial dan budaya yang
semakin kompleks dan dinamis merupakan ciri perkembangan masyarakat akhir-akhir
ini. Akibat perubahan tersebut yang relatif cepat ialah adanya perubahan konsep
tingkah laku dan perbuatan. Perubahan konsep tingkah laku dan perbuatan ini
pula dampaknya terjadi pada remaja, sehingga mereka kelihatan radikal dan
agresif.
Kejahatan adalah fenomena sosial
yang timbul dan berkembang dalam masyarakat sehingga kejahatan yang pada
hakekatnya suatu budaya manusia (as old as man kind itself) sebagai akibat
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi modern, maka kejahatan berkembang
semodern budaya manusia itu sendiri (as modern as man kind itself). Dengan
demikian dapatlah ditarik suatu pendapat yang fundamental, yaitu bahwa
kejahatan akan senantiasa berkembang sejalan dengan perkembangan masyarakat itu
sendiri.
Kejahatan yang dilakukan remaja
akhir-akhir ini tentu sangat memprihatinkan. Secara Intens, jenis kejahatan
yang dilakukan oleh remaja ditunjukkan Crime Index yaitu: pencurian dengan
pemberatan, pencurian dengan kekerasan, pencurian kendaraan bermotor, penipuan,
penganiayaan berat, penyalahgunaan narkotika dan obat berbahaya, serta
kejahatan susila. Jenis kejahatan remaja tersebut memerlukan evaluasi kebijakan
penaggulangan yang selama ini ditempuh.
Berbagai upaya penangggulangan
telah banyak dilakukan, tetapi hanya menyangkut tindakan Kepolisian, bukan pada
perbaikan kondisi atau sebab-sebab yang menimbulkan kejahatan itu sendiri. Jadi
kebijakan yang diambil hanya kebijakan yang parsial saja tidak menyentuh kepada
akar permasalahan yang menimbulkan kejahatan. Langkah-langkah yang telah
dilakukan oleh polisi dengan melakukan Operasi Penyakit Masyarakat (Pekat) yang
merupakan operasi rutin yang ditingkatkan kwantitas maupun kualitasnya maupun
Operasi Khusus Kepolisian Kendali Pusat yang dalam pelaksanaannya dalam rangka
penaggulangan kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa belum mampu
menekan atau mengurangi kejahatan.
Berangkat dari pandangan serta
pengkualifikasian kejahatan yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa, maka
kebijakan penanggulangan kejahatan yang dilakukan juga menggunakan cara-cara
yang diluar prosedural formal peradilan. Maksudnya adalah terhadap kejahatan
yang dilakukan oleh pelajar dan mahasiswa ini penyelesaian senantiasa
mempertimbangkan berbagai aspek, baik ditinjau dari aspek kepastian hukum,
kepentingan hukum dan kepentingan pelaku kejahatan.
Berbicara mengenai pencegahan
dan penanggulangan kejahatan (PPK) utamanya bagi kepolisian tentunya bukan hal
yang baru bagi praktisi, bahkan sudah merupakan pekerjaan rutin sehari-hari.
Pengertian secara etimologis
telah mengalami pergeseran, akan tetapi hanya menyangkut aktivitasnya, yakni:
istilah kejahatan (Delinquency) menjadi kenakalan. Dalam perkembangan
selanjutnya pengertian subyek/pelakunyapun mengalami pergeseran. Ada beberapa
pakar yang ahli dalam “Juvenile Deliquency” memberi definisi agak berbeda
dengan definisi yaang telah disebutkan di atas.
Seorang psikolog, Bimo Walgito
merumuskan arti selengkapnya dari “Juvenile Deliquency” yakni: Tiap perbuatan,
jika perbuatan tersebut dilakukan oleh orang dewasa, maka perbuatan itu
merupakan suatu kejahatan, jadi merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang
dilakukan oleh anak, khususnya anak remaja.
Sedangkan Fuad Hasan merumuskan
definisi Deliquency adalah perbuatan anti sosial yang dilakukan oleh anak
remaja yang bilamana dilakukan orang dewasa dikualifikasikan sebagai tindak
kejahatan.
Perumusan arti “Juvenile
Deliquency” oleh Fuad Hasan dan Bimo Walgito nampak adanya pergeseran mengenai
kualitas anak menjadi remaja/anak remaja. Bertitik tolak pada konsepsi dasar
inilah, maka “Juvenile Deliquency” pada giliranya mendapat pengertian
“Kenakalan Remaja”. Dalam pengertian yang luas tentang kenakalan remaja ialah:
perbuatan/kejahatan/pelanggaran yang dilakukan oleh anak remaja bersifat
melawan hukum hukum, anti sosial, anti susila dan menyalahi norma-norma agama.
2.2 Kontrol Sosial
Teori kontrol atau sering juga disebut
teori kontrol sosial berangkat dari asumsi atau anggapan bahwa individu di
masyarakat mempunyai kecenderungan yang sama kemungkinannya, menjadi “baik”
atau “jahat”. Baik jahatnya seseorang sepenuhnya tergantung pada masyarakat. Ia
menjadi baik kalau saja masyarakatnya membuatnya demikian, dan menjadi jahat
apabila masyarakatnya membuatnya demikian.
Pertanyaan dasar yang dilontarkan
paham ini berkaitan dengan unsur-unsur pencegah yang mampu menangkal timbulnya
perilaku delinkuen di kalangan anggota masyarakat, utamanya para anak dan
remaja, yaitu: mengapa kita patuh dan taat pada norma-norma masyarakat? Atau
mengapa kita tidak melakukan penyimpangan? pertanyaan dasar itu mencerminkan
suatu pemikiran bahwa penyimpangan bahwa penyimpangan bukan merupakan
problematik yang dipandang sebagai persoalan pokok adalah ketaatan atau
kepatuhan pada norma-norma kemasyarakatan dengan demikian menurut paham ini
sesuatu perlu dicari kejelasannya ialah ketaatan pada norma, dan faktor-faktor
yang menyebabkan seseorang patuh atau taat pada norma-norma kemasyarakatan.
Pada dasarnya upaya menjelaskan perilaku “tidak patuh norma”.
Oleh karena itu, tidak
mengherankan apabila penganut paham ini berpendapat bahwa ikatan sosial (sosial
bound) seseorang dengan masyarakatnya dipandang sebagai faktor pencegah
timbulnya perilaku penyimpangan. Seseorang yang lemah atau terputus ikatan
sosialnya dengan masyarakat, “Bebas” melakukan penyimpangan. Seseorang dapat
melemah atau terputus ikatan sosial dengan masyarakatnya, manakala di
masyarakat itu telah terjadi pemerosotan fungsi lembaga kontrol sosial
informasi di sini ialah sarana-sarana kontrol sosial non hukum positif atau
dalam konteks masyarakat kita sarana-sarana tersebut dapat diidentikan dengan
lembaga adat, suatu sistem kontrol sosial yang tidak tertulis namun memperoleh
pengakuan keabsahan keberlakuannya di masyarakat. Dengan demikian berarti bahwa
manakala di suatu masyarakat, di mana kondisi lingkungannya tidak menunjang
berfungsinya dengan baik lembaga kontrol sosial tersebut banyak akan
mengakibatkan melemah atau terputusnya; dan pada gilirannya akan memberi
kebebasan kepada mereka untuk berperilaku menyimpang.
2.3 Kejahatan Anak
Pengertian tentang kejahatan anak yang
dalam berbagai literatur dikenal dengan istilah “juvenile deliquency” memiliki
keberagaman. Istilah yang sering terdengar dan lazim dipergunakan dalam media
massa adalah kenakalan remaja atau sering juga dipergunakan istilah kejahatan
anak. Istilah kejahatan anak di rasakan terlalu tajam. Sementara istilah
kenakalan remaja sering di salahtafsirkan dengan kenakalan yang tertuangkan
dalam pasal 489 KUHP. Untuk menghindari pemaknaan yang kurang tepat atau
berlebihan mak dipakai istilah Juvenile Delinquency atau kejahatan anak.
Sementara pengertian tentang
anak itu sendiri juga terdapat beberapa pemahaman yang berbeda. Pengertian anak
dalam kaitannya dengan prilaku delinkuensi anak biasanya didasarkan atas
tingkatan umur. Namun demikian adapula yang mendasarkan pada pendekatan
psikososial.
Pengertian anak di sini
termasuk juga remaja, karena dalam konteks hukum peristilahan remaja kurang
lazim dipergunakan. Dalam perundang-undangan biasanya di sebutkan dengan
istilah anak, belum dewasa (minder jarig), belum cukup umur dan sebagainya.
Pendekatan yang didasarkan atas
umur/usia terdapat berbagai variasi. Di Amerika Serikat, 27 negara bagian
menentukan batas umur 8-18 th, sementara 6 negara bagian menentukan batas umur
8-17 th, ada pula bagian lain yang menentukan batas umur 8-16 tahun. Di Inggris
ditentukan batas umur antara 12-16 th dan di Australia ditentukan 8-16 th. Di
Belanda di tentukan antara umur 12-18 th. Di negara-negara Asia antara lain
srilangka menentukan batas umur antar 8-16 tahun. Di Jepang antara 14-20
th.sedangkan negara-negara Asean antar lain Philipina menentukan 7-16 tahun. Di
Malaysia antara 7-18 th. Singapura menentukan batas antara 7-16 th. Sedangkan
di Indonesia sendiri berdasarkan ketentuan UU No. 3 tahun 1997 tentang
Pengadilan Anak , anak ditetatpkan pada usia 8-18 th.
Sementara batasan anak yang
didasarkan aspek psikososial, klasifikasi perkembangan anak hingga dewasa di
kaitkan dengan usia dan kecenderungan kondisi kejiwaanya.
Perkembangan usia anak hingga
dewasa dapat diklasifikasikan menjadi lima, yaitu a). anak, seseorang yang
berusia di bawah 12 tahun; b). Remaja dini, seseorang yang berusia12-15 tahun;
c) remaja penuh, seseorang yang berusia 15-17 tahun ; d) Dewasa muda seseorang
yang berusia 17-21 tahun; e) Dewasa, seseorang yang berusia di atas 21 tahun.
Masing-masing tingkatan usia
mempunyai karakteristik kejiwaan sendiri-sendiri. Paulus Hadi suprapto
menyatakan bahwa remaja dini (usia 12-15 tahun) memiliki kecenderungan kejiwaan
antara lain a). sibuk menguasia tubuhnya, karena ketidak seimbangannya postur
tubuhnya, kekurang nyamanan tubuhnya; b). Mencari identitas dalam keluarga,
satu pihak menjurus pada sifat egosentris, pada lain pihak belum bisa
sepenuhnya diserahi tanggung jawab, sehingga ia sangat memerlukan daya tampung
dari lingkungan keluarganya; c). Kepekaan sosial tinggi, solidaritas pada teman
sangat tinggi dan besar kecenderungan mencari popularitas. Dalam fase ini ia
sibuk mengorganisasikan dirinya, mulai mengalami perubahan dalam sikap, minat,
pola-pola hubungan pertemanan, mulai timbul dorongan seksual, bergaul dengan
lain jenis; d). minat ke luar rumah tinggi, kecenderungan untuk trial and error
tinggi; e). mulai timbul usaha-usaha untuk menguasai diri baik di lingkungan
rumah, sekolah, klub olah raga, kesenian, dan dilingkuangan pergaulan pada
umumnya. Sementara pada tahapan remaja lanjut, ciri-ciri melekat padanya ialah
a). sudah mulai menampakkan dirinya mampu dan bisa meneriam kondisi fisiknya;
b). mulai dapat menikmati kebebasan emosionalnya; c). muali mampu bergaul; d).
sudah menemukan identitas dirinya; e). mulai memperkuat penguasaan diri dan
menyesuaikan perilakunya dengan norma-norma keluarga dan kemasyarakatan dan f).
mulai perlahan-lahan meninggalkan reaksi kekanak-kanakkan.
Paham Kenakalan Remaja dalam
arti luas meliputi perbuatan-perbuatan anak remaja yang bertentangan dengan
kaedah-kaedah hukum tertulis baik yang terdapat dalam kitab Undang-Undang Hukum
Pidana maupun perundang-undangan Pidana diluar KUH Pidana. Dapat pula terjadi
perbuatan anak remaja tersebut bersifat anti sosial, perbuatan yang menimbulkan
keresahan masyarakat pada umumnya, akan tetapi tidak tergolong delik pidana
umum maupun pidana khusus. Ada pula perbuatan anak remaja yang bersifat anti
susila, yakni durhaka kepada kedua orang tua, sesaudara saling bermusuhan. Di
samping itu dapat dikatakan kenakalan remaja, jika perbuatan tersebut
bertentangan dengan norma-norma agama yang dianutnya misalnya remaja muslim
enggan berpuasa, padahal sudah tamyis bahkan sudah baligh, remaja
Kristen/Katholik enggan melakukan sembahyang/kebaktian. Demikian pula yang
terjadi pada remaja Hindu dan Budha.
Paradigma kenakalan remaja
lebih banyak luas cakupannya dan lebih dalam bobot isinya; kenakalan remaja
tersebut meliputi perbuatan-perbuatan yang sering menimbulkan keresahan
dilingkungan masyarakat, sekolah maupun keluarga, contoh sangat simple dalam
hal ini antara lain; pencurian oleh remaja, perkelahian dikalangan peserta
didik yang kerap kali berkembang menjadi perkelahian antar sekolah, menganggu
wanita dijalan yang pelakunya anak remaja, sikap anak yang memusuhi orang tua
dan sanak saudara atau perbuatan-perbuatan lain yang tercela seperti menghisap
ganja, mengedarkan pornografi dan corat-coret tembok pagar yang tidak pada
tempatnya.
Dengan demikian nampak jelas
bahwa apabila seorang anak yang masih berada dalam fase-fase usia remaja
kemudian melakukan pelanggaran terhadap norma hukum, norma sosial, norma susila
dan norma-norma agama, maka perbuatan anak tersebut digolongkan kenakalan
remaja (Juvenile Deliquency).
Secara global delinquent yang
dilakukan oleh anak remaja dapat berupa berupa delinquent sosiologis dan
delinquent individual; pembagian ini berdasarkan sikap dan corak perbuatan.
Dapat di pandang sebagai delinquent sosiologis apabila anak memusuhi seluruh
konteks kemasyarakatan kecuali konteks masyarakatnya sendiri. Dalam kondisi
tersebut kebanyakan anak tidak merasa bersalah bila merugikan orang lain, asal
bukan dari kelompoknya sendiri, atau merasa tidak berdosa walau mencuri hak
milik orang lain asal bukan kelompoknya sendiri yang menderita kerugian.
Sedangkan dalam delinquent individual, anak tersebut memusuhi orang baik
tetangga, kawan dan sekolah atau sanak saudara bahkan termasuk kedua orang
tuanya sendiri. Biasanya hubungan dengan orang tua semakin memburuk justru
karena bertambahanya usia. Pada garis besarnya dari kedua bentuk delinquent
ternyata delinquent sosiologislah yang sering melakukan pelanggaran didalam
masyarakat. Hal ini bukan berarti delinquent individual sama sekali tidak
menimbulkan keresahan didalam masyarakat.
Kedua bentuk delinquent
sama-sama merugikan dan meresahkan masyarakat. Delinquent sosiologis dan
individual bukan merupakan dua hal yang antagonis, akan tetapikeduanya hanya
memiliki batas secara gradasi saja. Jika ditinjau dari bermulanya, dapat
terjadi keduanya saling menunjang dan memperkembangkan. Dalam hal ini dapat
kita jumpai seorang anak menjadi delinquent bermula dari keadaan intern dan
kemudian dikembangkan dan ditunjang oleh pergaulan, akan tetapi tidak jarang
pula seorang anak menjadi delinquent justru karena meniru kawan-kawan sebayanya
kemudian di dukung oleh berkembang didalam keluarga. Seorang anak yang hidup
ditengah-tengah masyarajkat yng sholeh dalam bergaul dengan kawan-kawan sebaya
yang baik dapat menjadi delinquent karena pengaruh kehidupan keluarga,
misalnya; karena broken home atau quasi broken home. Demikian pula seorang anak
dibesarkan didalam lingkungan keluarga yang sholeh dapat menjadi delinquent
karena pengaruh kehidupan masyarakat sekitar atau pengaruh teman-teman
sepermainannya, akan tetapi probabilitas sangat rendah.
Agar dapat memberikan penilaian
apakah suatu perbuatan termasuk delinquent atau tidak, maka hendaklah
diperhatikan faktor hukum pidana yang berlaku sebagai hukum positif serta
faktor lingkungan yang menjadi ajang hidup anak remaja. Pertama-tama, hukum
pidanalah yang merumuskan bahwa suatu perbuatan merupakan suatu pelanggaran dan
kejahatan. Jika penilaian delinquent berdasarkan faktor hukum pidana, maka
konsekuensinya disetiap negara akan berbeda penilaiannya. Penilaian kedua dalam
menentukan delinquentadalah norma atau kaidah-kaidah yang hidup dan bertumbuh
dalam masyarakat. Dalam penilaian kedua akan terjadi perbedaan penilaian antara
masyarakat yang satu dengan yang lain. Misalnya saja antara masyarakat desa dan
masyarakat kota. Kedua masyarakat tersebut memiliki norma-norma yang agak
berbeda. Adat kebiasaan dan norma-norma kemasyarakatan yang hidup dan bertumbuh
di desa agak berbeda dengan adat kebiasaan yang berkembnag di kota secara
gradasi.
Di atas telah dikupas secara
rinci dalam segala aspek tentang “Juvenile Deliquency” yang dalam konteks ii
disebut “Kenakalan Remaja”. Penentu utama dalam “Juvenile Deliquency” yakni
hukum pidana. dalam kaitan ini pembatasan Anglo Saxon dapat diterima, bahwa:
Juvenile Deliquency berarti perbuatan dan tingkah laku yang merupakan perbuatan
perkosaan terhadap norma hukum pidana dan pelangaran-pelangaran terhadap
kesusilaan yang dilakukan oleh para Juvenile Deliquency. Juvenile Deliquency
itu adalah offenders yang terdiri dari “anak” (berumur dibawah 21 tahun:
pubertas), yang termasuk yurisdiksi pengadilan anak/juvenile court.
Pada prinsipnya Juvenile
Deliquency adalah kejahatan dan pelanggaran pada orang dewasa, akan tetapi
menjadi “Juvenile Deliquency” oleh kkarena pelakunya adalah : anak/kaum remaja;
mereka yang belum mencapai umur dewasa secara yuridis formal. Bertitik tolak
pada konsep dasar inilah maka wujud “Juvenile Deliquency” dapat dipaparkan sebagai
berikut : pembunuhan dan penganiayaan (tergolong kejahatan-kejahatan
kekerasan); pencurian :pengelapan; penipuan; gelandangan dan lain sebagainya.
Secara yuridis formal masalah
“Juvenile Deliquency” telah memperoleh pedoman yang baku. Pertama-tama adalah
hukum pidana yang pengaturannya tersebar dalam beberapa pasal; sebagai pasal
yang embrional adalah pasal 45-46 dan 47 KUH Pidana. Disamping itu KUH Perdata
pun mengatur tentang “Juvenile Deliquency” terutama pasal 302 dan segala pasal
yang ditunjuk dan terkait. Kondisi dualistik tersebut membawa konsekuensi logis
yang berbeda didalam sebutan, walaupun pada prinsip dasarnya sama. “Juvenile
Deliquency” yang melawan kaidah hukum tertulis yakni Kitab Undang-Undang Hukum
Pidana disebut “Anak Negara” dan sesuai dengan ketentuan kitab Undang-Undang
Hukum Pidana disebut “Anak Negara” dan sesuai dengan ketentuan Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata disebut “Anak Sipil”.
Berbagai penelitian yang
dilakukan bahwa sebagian besar remaja dilekuen berasal dari keluarga yang sudah
tidajk utuh strukturnya. Keluarga menjadi kelompok sosial yang utama tempat
anak belajar menjadi manusia sosial. Rumah tangga menjadi tempat pertamadari
perkembangan segi-segi sosialnya di dalam interaksi sosial dengan orang tuanya
yang wajar, sehingga apabila hubungan dengan orang tua kurang baik, maka besar
kemungkinannanya bahwa interaksi sosialnya pun berlangsung kurang baik.
Karena keremajaan itu selalu
maju untuk lebih banyak melakukan hubungan sosial dengan teman sebaya sehingga
hubungan diantara mereka semakin kuat sebagai upaya untuk mendapatkan pengakuan
dari kelompoknya tersebut. Pengaruh dari norma kelompok sosial tersebut semakin
lebih kuat dari norma keluarga, demikian pula pengaruh pada perilaku
pelanggaran hukum tanpa peduli pada perasaan diri sendiri.
Kenakalan remaja dapat
ditimbulkan oleh beberapa hal, sebagian di antaranya adalah:
a.
Pengaruh Kawan Sepermainan
Di kalangan remaja, memiliki
banyak kawan adalah merupakan satu bentuk prestasi tersendiri. Makin banyak
kawan, makin tinggi nilai mereka di mata teman-temannya. Apalagi mereka dapat
memiliki teman dari kalangan terbatas. Misalnya, anak orang yang paling kaya di
kota itu, anak pejabat pemerintah setempat bahkan mungkin pusat atau pun anak
orang terpandang lainnya. Di jaman sekarang, pengaruh kawan bermain ini bukan
hanya membanggakan si remaja saja tetapi bahkan juga pada orangtuanya. Orangtua
juga senang dan bangga kalau anaknya mempunyai teman bergaul dari kalangan
tertentu tersebut. Padahal, kebanggaan ini adalah semu sifatnya. Malah kalau
tidak dapat dikendalikan, pergaulan itu akan menimbulkan kekecewaan nantinya.
Sebab kawan dari kalangan tertentu pasti juga mempunyai gaya hidup yang
tertentu pula. Apabila si anak akan berusaha mengikuti tetapi tidak mempunyai
modal ataupun orangtua tidak mampu memenuhinya maka anak akan menjadi
frustrasi. Apabila timbul frustrasi, maka remaja kemudian akan melarikan rasa
kekecewaannya itu pada narkotik, obat terlarang, dan lain sebagainya.Pengaruh
kawan ini memang cukup besar.
Dalam Mangala Sutta, Sang Buddha
bersabda: “Tak bergaul dengan orang tak bijaksana, bergaul dengan mereka yang
bijaksana, itulah Berkah Utama”. Pengaruh kawan sering diumpamakan sebagai
segumpal daging busuk apabila dibungkus dengan selembar daun maka daun itupun
akan berbau busuk. Sedangkan bila sebatang kayu cendana dibungkus dengan
selembar kertas, kertas itu pun akan wangi baunya. Perumpamaan ini menunjukkan
sedemikian besarnya pengaruh pergaulan dalam membentuk watak dan kepribadian
seseorang ketika remaja, khususnya. Oleh karena itu, orangtua para remaja
hendaknya berhati-hati dan bijaksana dalam memberikan kesempatan anaknya
bergaul. Jangan biarkan anak bergaul dengan kawan-kawan yang tidak benar.
Memiliki teman bergaul yang tidak sesuai, anak di kemudian hari akan banyak
menimbulkan masalah bagi orangtuanya.
Untuk menghindari masalah yang
akan timbul akibat pergaulan, selain mengarahkan untuk mempunyai teman bergaul
yang sesuai, orangtua hendaknya juga memberikan kesibukan dan mempercayakan
sebagian tanggung jawab rumah tangga kepada si remaja. Pemberian tanggung jawab
ini hendaknya tidak dengan pemaksaan maupun mengada-ada. Berilah pengertian
yang jelas dahulu, sekaligus berilah teladan pula. Sebab dengan memberikan
tanggung jawab dalam rumah akan dapat mengurangi waktu anak ‘kluyuran’ tidak
karuan dan sekaligus dapat melatih anak mengetahui tugas dan kewajiban serta
tanggung jawab dalam rumah tangga. Mereka dilatih untuk disiplin serta mampu
memecahkan masalah sehari-hari. Mereka dididik untuk mandiri. Selain itu,
berilah pengarahan kepada mereka tentang batasan teman yang baik.
Dalam Digha Nikaya III, 188, Sang
Buddha memberikan petunjuk tentang kriteria teman baik yaitu mereka yang
memberikan perlindungan apabila kita kurang hati-hati, menjaga barang-barang
dan harta kita apabila kita lengah, memberikan perlindungan apabila kita berada
dalam bahaya, tidak pergi meninggalkan kita apabila kita sedang dalam bahaya
dan kesulitan, dan membantu sanak keluarga kita.
Sebaliknya, dalam Digha Nikaya
III, 182 diterangkan pula kriteria teman yang tidak baik. Mereka adalah teman
yang akan mendorong seseorang untuk menjadi penjudi, orang yang tidak bermoral,
pemabuk, penipu, dan pelanggar hukum.
b.
Pendidikan
Memberikan pendidikan yang
sesuai adalah merupakan salah satu tugas orangtua kepada anak seperti yang
telah diterangkan oleh Sang Buddha dalam Digha Nikaya III, 188. Agar anak dapat
memperoleh pendidikan yang sesuai, pilihkanlah sekolah yang bermutu. Selain
itu, perlu dipikirkan pula latar belakang agama pengelola sekolah.
Hal ini penting untuk menjaga
agar pendidikan Agama Buddha yang telah diperoleh anak di rumah tidak kacau
dengan agama yang diajarkan di sekolah. Berilah pengertian yang benar tentang
adanya beberapa agama di dunia. Berilah pengertian yang baik dan bebas dari
kebencian tentang alasan orangtua memilih agama Buddha serta alasan seorang
anak harus mengikuti agama orangtua, Agama Buddha.Ketika anak telah berusia 17
tahun atau 18 tahun yang merupakan akhir masa remaja, anak mulai akan memilih
perguruan tinggi.
Orangtua hendaknya membantu
memberikan pengarahan agar masa depan si anak berbahagia. Arahkanlah agar anak
memilih jurusan sesuai dengan kesenangan dan bakat anak, bukan semata-mata
karena kesenangan orang tua. Masih sering terjadi dalam masyarakat, orangtua
yang memaksakan kehendaknya agar di masa depan anaknya memilih profesi tertentu
yang sesuai dengan keinginan orangtua. Pemaksaan ini tidak jarang justru akan
berakhir dengan kekecewaan. Sebab, meski memang ada sebagian anak yang berhasil
mengikuti kehendak orangtuanya tersebut, tetapi tidak sedikit pula yang kurang
berhasil dan kemudian menjadi kecewa, frustrasi dan akhirnya tidak ingin
bersekolah sama sekali. Mereka malah pergi bersama dengan kawan-kawannya,
bersenang-senang tanpa mengenal waktu bahkan mungkin kemudian menjadi salah
satu pengguna obat-obat terlarang.
Anak pasti juga mempunyai hobi
tertentu. Seperti yang telah disinggung di atas, biarkanlah anak memilih
jurusan sekolah yang sesuai dengan kesenangan ataupun bakat dan hobi si anak.
Tetapi bila anak tersebut tidak ingin bersekolah yang sesuai dengan hobinya,
maka berilah pengertian kepadanya bahwa tugas utamanya adalah bersekolah sesuai
dengan pilihannya, sedangkan hobi adalah kegiatan sampingan yang boleh
dilakukan bila tugas utama telah selesai dikerjakan.
c.
Penggunaan Waktu Luang
Kegiatan di masa remaja sering
hanya berkisar pada kegiatan sekolah dan seputar usaha menyelesaikan urusan di
rumah, selain itu mereka bebas, tidak ada kegiatan. Apabila waktu luang tanpa
kegiatan ini terlalu banyak, pada si remaja akan timbul gagasan untuk mengisi
waktu luangnya dengan berbagai bentuk kegiatan. Apabila si remaja melakukan
kegiatan yang positif, hal ini tidak akan menimbulkan masalah. Namun, jika ia
melakukan kegiatan yang negatif maka lingkungan dapat terganggu. Seringkali
perbuatan negatif ini hanya terdorong rasa iseng saja. Tindakan iseng ini
selain untuk mengisi waktu juga tidak jarang dipergunakan para remaja untuk
menarik perhatian lingkungannya. Perhatian yang diharapkan dapat berasal dari
orangtuanya maupun kawan sepermainannya. Celakanya, kawan sebaya sering
menganggap iseng berbahaya adalah salah satu bentuk pamer sifat jagoan yang
sangat membanggakan.
Misalnya, ngebut tanpa lampu
dimalam hari, mencuri, merusak, minum minuman keras, obat bius, dan
sebagainya.Munculnya kegiatan iseng tersebut selain atas inisiatif si remaja
sendiri, sering pula karena dorongan teman sepergaulan yang kurang sesuai.
Sebab dalam masyarakat, pada umunya apabila seseorang tidak mengikuti gaya
hidup anggota kelompoknya maka ia akan dijauhi oleh lingkungannya. Tindakan
pengasingan ini jelas tidak mengenakkan hati si remaja, akhirnya mereka
terpaksa mengikuti tindakan kawan-kawannya. Akhirnya ia terjerumus. Tersesat.
Oleh karena itu, orangtua
hendaknya memberikan pengarahan yang berdasarkan cinta kasih bahwa sikap iseng
negatif seperti itu akan merugikan dirinya sendiri, orangtua, maupun
lingkungannya. Dalam memberikan pengarahan, orangtua hendaknya hanya membatasi
keisengan mereka. Jangan terlalu ikut campur dengan urusan remaja. Ada
kemungkinan, keisengan remaja adalah semacam ‘refreshing’ atas kejenuhannya
dengan urusan tugas-tugas sekolah. Dan apabila anak senang berkelahi, orangtua
dapat memberikan penyaluran dengan mengikutkannya pada satu kelompok olahraga
beladiri.
Mengisi waktu luang selain
diserahkan kepada kebijaksanaan remaja, ada baiknya pula orangtua ikut
memikirkannya pula. Orangtua hendaknya jangan hanya tersita oleh kesibukan
sehari-hari. Orangtua hendaknya tidak hanya memenuhi kebutuhan materi remaja
saja. Orangtua hendaknya juga memperhatikan perkembangan batinnya. Remaja,
selain membutuhkan materi, sebenarnya juga membutuhkan perhatian dan kasih
sayang. Oleh karena itu, waktu luang yang dimiliki remaja dapat diisi dengan
kegiatan keluarga sekaligus sebagai sarana rekreasi. Kegiatan keluarga ini
hendaknya dapat diikuti oleh seluruh anggota keluarga. Kegiatan keluarga dapat
berupa pembacaan Paritta bersama di Cetiya dalam rumah ataupun melakukan
berbagai bentuk permainan bersama, misalnya scrabble, monopoli, dan lain
sebagainya. Kegiatan keluarga dapat pula berupa tukar pikiran dan berbicara
dari hati ke hati. Misalnya, dengan makan malam bersama atau duduk santai di
ruang keluarga. Pada hari Minggu seluruh anggota keluarga dapat diajak
kebaktian di Vihãra setempat. Mengikuti kebaktian, selain memperbaiki pola
pikir agar lebih positif sesuai dengan Buddha Dhamma juga dapat menjadi sarana
rekreasi. Hal ini dapat terjadi karena di Vihãra kita dapat berjumpa dengan
banyak teman dan juga dapat berdiskusi Dhamma dengan para Bhikkhu maupun
pandita yang dijumpai. Selain itu, dihari libur, seluruh anggota keluarga dapat
bersama-sama pergi berenang, jalan-jalan ke taman ria atau mal, dan lain
sebagainya.
d.
Uang Saku
Orangtua hendaknya memberikan
teladan untuk menanamkan pengertian bahwa uang hanya dapat diperoleh dengan
kerja dan keringat. Remaja hendaknya dididik agar dapat menghargai nilai uang.
Mereka dilatih agar mempunyai sifat tidak suka memboroskan uang tetapi juga
tidak terlalu kikir. Anak diajarkan hidup dengan bijaksana dalam mempergunakan
uang dengan selalu menggunakan prinsip hidup ‘Jalan tengah’ seperti yang
diajarkan oleh Sang Buddha.Ajarkan pula anak untuk mempunyai kebiasaan menabung
sebagian dari uang sakunya. Menabung bukanlah pengembangan watak kikir,
melainkan sebagai bentuk menghargai uang yang didapat dengan kerja dan
semangat.
Pemberian uang saku kepada
remaja memang tidak dapat dihindarkan. Namun, sebaiknya uang saku diberikan
dengan dasar kebijaksanaan. Jangan berlebihan. Uang saku yang diberikan dengan
tidak bijaksana akan dapat menimbulkan masalah. Yaitu:
a.
Anak menjadi boros
b.
Anak tidak menghargai uang, dan
c.
Anak malas belajar, sebab mereka pikir tanpa
kepandaian pun uang gampang.
e. Perilaku Seksual
Pada saat ini, kebebasan bergaul
sudah sampai pada tingkat yang menguatirkan. Para remaja dengan bebas dapat
bergaul antar jenis. Tidak jarang dijumpai pemandangan di tempat-tempat umum,
para remaja saling berangkulan mesra tanpa memperdulikan masyarakat sekitarnya.
Mereka sudah mengenal istilah pacaran sejak awal masa remaja. Pacar, bagi
mereka, merupakan salah satu bentuk gengsi yang membanggakan. Akibatnya, di
kalangan remaja kemudian terjadi persaingan untuk mendapatkan pacar. Pengertian
pacaran dalam era globalisasi informasi ini sudah sangat berbeda dengan
pengertian pacaran 15 tahun yang lalu. Akibatnya, di jaman ini banyak remaja yang
putus sekolah karena hamil.
Oleh karena itu, dalam masa
pacaran, anak hendaknya diberi pengarahan tentang idealisme dan kenyataan. Anak
hendaknya ditumbuhkan kesadaran bahwa kenyataan sering tidak seperti harapan
kita, sebaliknya harapan tidak selalu menjadi kenyataan. Demikian pula dengan
pacaran. Keindahan dan kehangatan masa pacaran sesungguhnya tidak akan terus
berlangsung selamanya.Dalam memberikan pengarahan dan pengawasan terhadap
remaja yang sedang jatuh cinta, orangtua hendaknya bersikap seimbang, seimbang
antar pengawasan dengan kebebasan. Semakin muda usia anak, semakin ketat
pengawasan yang diberikan tetapi anak harus banyak diberi pengertian agar
mereka tidak ketakutan dengan orangtua yang dapat menyebabkan mereka berpacaran
dengan sembunyi-sembunyi. Apabila usia makin meningkat, orangtua dapat memberi
lebih banyak kebebasan kepada anak. Namun, tetap harus dijaga agar mereka tidak
salah jalan. Menyesali kesalahan yang telah dilakukan sesungguhnya kurang
bermanfaat.
Penyelesaian masalah dalam
pacaran membutuhkan kerja sama orangtua dengan anak. Misalnya, ketika orangtua
tidak setuju dengan pacar pilihan si anak. Ketidaksetujuan ini hendaknya
diutarakan dengan bijaksana. Jangan hanya dengan kekerasan dan kekuasaan.
Berilah pengertian sebaik-baiknya. Bila tidak berhasil, gunakanlah pihak ketiga
untuk menengahinya. Hal yang paling penting di sini adalah adanya komunikasi
dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua hendaknya menjadi sahabat anak.
Orangtua hendaknya selalu menjalin dan menjaga komunikasi dua arah dengan
sebaik-baiknya sehingga anak tidak merasa takut menyampaikan masalahnya kepada
orangtua.
Dalam menghadapi masalah
pergaulan bebas antar jenis di masa kini, orangtua hendaknya memberikan
bimbingan pendidikan seksual secara terbuka, sabar, dan bijaksana kepada para
remaja. Remaja hendaknya diberi pengarahan tentang kematangan seksual serta
segala akibat baik dan buruk dari adanya kematangan seksual. Orangtua hendaknya
memberikan teladan dalam menekankan bimbingan serta pelaksanaan latihan
kemoralan yang sesuai dengan Buddha Dhamma. Sang Buddha telah memberikan
pedoman untuk bergaul yang tentunya juga sesuai untuk pegangan hidup para
remaja. Mereka hendaknya dididik selalu ingat dan melaksanakan Pancasila
Buddhis. Pancasila Buddhis atau lima latihan kemoralan ini adalah latihan untuk
menghindari pembunuhan, pencurian, pelanggaran kesusilaan, kebohongan, dan mabuk-mabukan.
Dengan memiliki latihan kemoralan yang kuat, remaja akan lebih mudah menentukan
sikap dalam bergaul. Mereka akan mempunyai pedoman yang jelas tentang perbuatan
yang boleh dilakukan dan perbuatan yang tidak boleh dikerjakan. Dengan
demikian, mereka akan menghindari perbuatan yang tidak boleh dilakukan dan
melaksanakan perbuatan yang harus dilakukan.
Latar Belakang Kenakalan Remaja
dan Penyebabnya Serta Ciri Kenakalan Remaja
Di tahun-tahun yang silam atau
seratus tahun yang lalu dunia ini terasa sangatlah indah dan terasa penuh
dengan kedamaian, yang dimana dari segi orang-orangnya pada zaman dahulu banyak
yang petuh dan taat pada peraturan yang telah ditetapkan disuatu tempat mereka
tinggal. Begitu juga dengan ketakutannya akan perbuatan dosa-dosa yang mereka
perbuat kepada sang pencipta akan pertanggung jawaban besok di hari akhir,
sehingga mereka merasa sangat takut untuk perbuatan-perbuatan yang dapat
menimbulkan dosa atau suatu masalah baik pada dirinya maupun pada orang lain.
Tetapi betapa dahsyatnya
kemajuan-kemajuan yang berkembang dengan tidak sadar telah kita rasakan dalam
kehidupan ini. Dalam hal ini yang sangat kelihatan didalam perkembangannya
yaitu pada kenakalan remaja. Salah satu wujud yang kelihatan dari kenakalan
remaja yaitu seperti adanya pergaulan bebas, sexs bebas, perampokan, pencurian,
penyimpangan-penyimpangan dan perbuatan yang dilarang oleh agama maupun
perundang-undangan.
Dapat kita lihat pada kenakalan
remaja dinegara kita ini yaitu Indonesia tercinta ini. Sangat jelas dan nampak
sekali bahwa pada massa era globalisasi ini, khususnya remaja atau
pemuda-pemudi banyak melakukan perbuatan yang sangattidak pantas, sehingga
saat-saat ini negara Indonesia banyak mengalami cobaan-cobaan dan bencana alam
yang salah satunya adalah akibat dari kenakalan remaja itu sendiri. Bisa saja
akibat dari terpengaruhnya bangsa luar atau bangsa asing maupun bangsa barat,
baik itu dari kelakuan, sifat, ataupun corak-corak pakaian dan lain sebagainya.
Maka dalam hal ini kami akan mengulas sedikit apa penyebab, akibatnya serta
ciri-ciri dari kenakalan remaja itu sendiri. Kami selaku calon mahasiswa baru
apabila nanti dalam penulisan maupun perangkaian kata kurang baik atau banyak
terjadi kesalahan dari kami memohon saran dan perbaikannya.
2.4 Penyebab Kenakalan Remaja
Sesuatu hal dalam hidup ini yang dapat
menjadikan diri kita semakin terbelakang dan tertinggal untuk menjadikan atau
membangun negara yang baik dan maju yaitu adanya penyabab dari kenakalan remaja
dan salah satu dari penyebab kenakalan remaja (Interen) adalah:
1.
adanya orang tua yang kurang memperhatikan pada
anaknya
2.
danya pertengkaran atau perselisihan antara
Bapak dengan Ibu, Bapak dengan anak dan ibu dengan Anak
3.
orang tua terlalu membebaskan kepada anaknya
dalam hal apapun
4.
terjadinya kesalahan dalam mendidik anak
5.
orang tua terlalu menekan keinginan anaknya
Begitu juga
penyebab salah satu dari kenakalan remaja (exteren) adalah:
1.
ketidak cocokan atau ketidak nyamana terhadap
lingkungan yang ia tempati
2.
salah memilih teman untuk bermaian
3.
nudah tergiur terhadap hal-hak yang bersipat
Negatif
4.
kurangnya pendidikan yang ia dapat sewaktu masih
muda atau kanak-kanak.
2.5 Ciri-Ciri Kenekalan Remaja
Dalam hal ini terdapat beberapa macam ciri-ciri
tenteng kenakalan remaja adalah sebagai berikut :
1.
pemarah, apabila menghadapi suatu permasalahan
dan masalah itu terasa tidak cocok maka seketika itu bisa langsung marah.
2.
pemalas, biasanya kalau seseorang apabila sudah
terjerumus kedalam hal yang negatif biasanya akan menjedi seorang yang pemalas
dalam segala hal-hal yang bersifat baik.
3.
tidak memiliki rasa belas kasih yang besar.
4.
mudah putus asa atau tidak sabaran.
5.
apabila dilihat dari segipakaiannya tidakpernah
memakai pakaian yang rajin atau sering memakai pakaian yang tidak pantas untk dipakai,
seperti laki-laki memakai pakaian perempuan atau sebaliknya.
6.
potngan rambut atau keadaan tubuhnya tidak
pernah diperhatikan.
7.
tidak mengenal yang namanya dosa.
8.
dan tidak pernah merasa takut terhadap siapapun.
9.
dan lain-lain.
2.6 Akibat Dari Kenakalan Remaja
Setelah seseorang melakukan
sebuah usaha baik itubaik atau tidak baik yang pasti pasti akan menerima atau
mendapatkan manfaat, dan apabila yang dikerjakannya itu selalu bersimpangan
dengan ajaran agama maupun peraturan dari negara maka juga pasti akan
mendapatkan akibatnya. Akibat dari kenakalan remaja antara lain adalah sebagai
berikut yang diantaranya :
1.
apabiala bertempat dimasyarakat akan mendapatkan
teguran atau gunjingan dari masyarakat setempat.
2.
akan dibenci dan di musuhi banyak orang.
3.
tentunta akan dijauhi banyak orang.
4.
tidak disukai oleh khalayak.
BAB III
METODOLOGI
DAN HASIL PENELITIAN
Kenakalan
remaja dalam bentuk apapun mempunyai akibat yang negatif baik bagi masyarakat
umum maupun bagi diri remaja itu sendiri. Tindakan penanggulangan masalah
kebakalan dapat di bagi dalam:
3.1 Tindakan Preventif
Usaha
pencegahan timbulnya kenakalan remaja secara umum.
1.
Mengenal dan mengetahui ciri umum dan khas
remaja
2.
Mengetahui kesulitan-kesulitan yang secara umum
dialami oleh para remaja. Kesulitan-kesulitan manakah yang biasanya menjadi
sebab timbulnya penyaluran dalam bentuk kenakalan.
3.
Usaha pembinaan remaja :
a.
Menguatkan sikap mental remaja supaya mampu
menyelesaikan persoalan yang dihadapinya
b.
Memberikan pendidikan bukan hanya dalam
penambahan pengetahuan dan keterampilan melainkan pendidikan mental dan pribadi
melalui pengajaran agama, budi pekerti dan etiket.
c.
Menyediakan sarana-sarana dan meciptakan suasana
yang optimal demi perkembangan pribadi yang wajar.
d.
Usaha memperbaiki keadaan lingkungan sekitar,
keadaan sosial keluarga maupun masyarakat di mana terjadi banyak kenakalan
remaja.
Dengan usaha pembinaan yang
terarah para remaja akan mengembangkan diri dengan baik sehingga keseimabnagn
diri akan dicapai dimana tercipta hubungan yang serasi antara aspek rasio dan
aspek emosi. Pikiran yang sehat akan mengarahkan mereka ke perbuatan yang
pantas, sopan dan bertanggung jawab yang diperlukan dalam menyelesaikan
kesulitan atau persoalan masing-masing.
Usaha
pencegahan kenakalan remaja secara khusus
Dilakukan oleh para pendidik
terhadap kelainan tingkahlaku para remaja. Pendidikan mental di sekolah
dilakukan oleh guru, guru pembimbing dan psikolog sekolah bersama dengan para
pendidik lainnya.
Sarana pendidikan lainya
mengambil peranan penting dalam pembentukan pribadi yang wajar dengan mental
yang sehat dan kuat. Misalnya kepramukaan, dan yang lainnya.
Usaha pendidik harus diarahkan
terhadap remaja dengan mengamati, memberikan perhatian khusus dan mengawasi
setiap penyimpangan tingkahlaku remaja di rumah dan di sekolah.
Pemberian bimbingan terhadap
remaja tersebut bertujuan menambah pengertian remaja mengenai:
a.
Pengenalan diri sendiri: menilai diri sendiri
dan hubungan dengan orang lain.
b.
Penyesuaiam diri: mengenal dan menerima tuntutan
dan menyesuaikan diri dengan tuntutan tersebut.
c.
Orientasi diri: mengarahkan pribadi remaja ke
arah pembatasan antara diri pribadi dan sikap sosial dengan penekanan pada
penyadaran nilai-nilai sosial, moral dan etik.
Bimbingan yag
dilakukan dengan dua pendekatan:
1.
Pendekatan langsung, yakni bimbingan yang
diberikan secara pribadi pada si remaja itui sendiri. Melalui percakapan
mengungkapkan kesulitan si remaja danmembantu mengatasinya.
2.
Pendekatan melalui kelompok di mana ia sudah
merupakan anggota kumpulan atau kelompok kecil tersebut:
a.
Memberikan wejangan secara umum dengan harapan
dapat bermanfaat.
b.
Memperkuat motivasi atau dorongan untuk
bertingklaku baik dan merangsang hubungan sosia; yang baik.
c.
Mengadakan kelompok diskusi dengan memberikan
kesempatan mengemukaka pandangan dan pendapat para remaja dan memberikan
pengarahan yang positif.
d.
Dengan melakukan permainan bersama dan bekerja
dalam kelompok dipupuk solidaritas dan persekutuan denga Pembimbing.
3.2 Tindakan Represif
Usaha menindak pelanggaran norma-norma sosial dan
moral dapat dilakukan dengan mengadakan hukuman terhadap setiap perbuatan
pelanggaran.
a.
Di rumah, remaja harus mentaati peraturan dan
tata cara yang berlaku. Disamping itu perlu adanya semacam hukuman yang dibuat
oleh orangtua terhadap pelanggaran tata tertib dan tata cara keluarga.
Pelaksanan tata tertib harus dilakukan dengan konsisten. Setiap pelanggaran
yang sama harus dikenakan sanksi yang sama. Sedangkan hak dan kewajiban anggota
keluarga mengalami perubahan sesuai dengan perkembangan dan umur.
b.
Di sekolah, kepala sekolahlah yang berwenang
dalam pelaksanan hukuman terhadap pelanggaran tata tertib sekolah. Dalam
beberapa hal guru juga berhak bertindak. Akan tetapi hukuman yang berat seperti
skorsing maupun pengeluaran dari sekolah merupakan wewenang kepala sekolah.
Guru san staf pembimbing bertugas menyampaikan data mengenai pelanggaran dan
kemungkinan-kemungkinan pelanggaran maupun akibatnya. Pada umumnya tindakan
represif diberikan diberikan dalam bentuk memberikan peringatan secara lisan maupun
tertulis kepada pelajar dan orang tua, melakukan pengawasan khusus oleh kepala
sekolah dan team guru atau pembimbing dan melarang bersekolah untuk sementara
atau seterusnya tergabtung dari macam pelanggaran tata tertib sekolah yang
digariskan.
c.
Tindakan Kuratif dan Rehabilitasi
Dilakukan setelah tindakan pencegahan
lainnya dilaksanakan dan dianggap perlu mengubah tingkahlaku si pelanggar
remaja itu dengan memberikan pendidikan lagi. Pendidikan diulangi melalui
pembinaan secara khusus, hal mana sering ditanggulangi oleh lembaga khusus
maupun perorangan yang ahli dalam bidang ini.
3.4 Tempat dan Waktu Penelitian
Rencananya penelitian akan dilakukan di MAN 2 Muara
Bungo,
Data
yang diambil meliputi :
1.
Data Potensi Konflik dan kenakalan remaja di Kabupaten
Bungo (dari Catatan Polres Bungo)
2.
Data para siswa contoh di masing-masing
3.
Data Nilai Raport dari masing-masing siswa
contoh di masing-masing
4.
Data Kenakalan siswa contoh di masing-masing SMA
3.5 Hasil Penelitian
Hasil
yang kami dapatkan dari data-data tersebut yaitu:
1.
Banyaknya para pelajar melanggar ketertiban lalu
lintas seperti berkendaraan tidak menggunakan helm, menerobos lampu lalu
lintas, dan sebagainya.
2.
Banyaknya asik tawuran antarpelajar
3.
Banyaknya para pelajar membolos
4.
Banyaknya para pelajar menggunakan narkoba, dll.
BAB IV
PENUTUP
Dengan
demikian dapat kami simpulkan bahwa kenakalan di Banjarmasin maupun
se-Indonesia masih menunjak tinggi dan masih bisa dikatakan belum dikategorikan
tindakan kejahatan. Karena bisa dibilang masih tahap proses penyesuaian diri
terhadap lingkungan sekitar. Akan tetapi bila para pelajar masih melanggar dan
masih mengulanginya akan dikatakan tindak kejahatan dan kenakalan remaja itu
merupakan benih awal kejahatan. Kami hanya bisa ingin berharap pelajar akan
menyadarkan kesalahan tersebut dan tidak mengulanginya lagi.
Dan
adapun juga kami memberi saran untuk pelajar dengan upaya penanggulangan
kenakalan remaja tersebut yaitu:
a.
Tindakan preventif
b.
Meningkatkan pemenuhan kebutuhan remaja
c.
Mengatur pemenuhan kebutuhan remaja tersebut
agar tidak ada kesan dimanjakan
d.
Melakukan penyuluhan yang berkaitan dengan
perkembangan remaja
e.
Sensor film yang lebih tegas sesuai dengan
budaya timur.
Dengan
demikian itulah hasil makalah kami yang kami buat. Mohon maaf jika ada
kekurangannya dan kami ucapkan terima kasih.
kritik dan saran Anda
itulah yang bikin saya bisa memperbaiki makalah saya ini..........
DAFTAR
PUSTAKA
Menurut Robert J. Havighurst dalam (Adam & Gullota, 1983: 165), Mengartikan tugas perkembangan Elfi
Yuliana Rochmah, Psikologi Perkembangan (Yogyakarta: Teras, 2005), 62.
Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan; Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 122-123.
Menurut Piaget (Sarlito, 1991: 81) perkembangan
kognitif seseorang melalui tahapan Enung Fatimah, Psikologi Perkembangan;
Perkembangan Peserta Didik (Bandung: Pustaka Setia, 2006), 24-25.
Muhammad Al-Mighwar, Psikologi
Remaja; Petunjuk bagi guru dan orang tua (Bandung: Pustaka Setia, 2006),
136.
Hasil observasi awal di MAN 2
Muara Bungo. Pada senin, 05-08 Januari 2013 November 2007, pukul. 07.30 WIB-12.45 WIB.