MAKALAH KEPERAWATAN JIWA

MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA
“RETARDASI MENTAL “


DISUSUN OLEH

NAMA            : ….
TINGKAT     : III.B


DOSEN PEMBIMBING
NS. MARETA AKHRIANSYAH,S.Kep

YAYASAN SETIH SETIO MUARA BUNGO
AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO
MUARA BUNGO
T.A 2015/2016

KATA PENGANTAR

Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah SWT. yang hanya dengan rahmat serta petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan makalah yang berjudul “Retardasi Mental”  Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Jiwa
Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan bimbingan saran dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat dosen Pmebimbing yang telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk membuat dan menyusun makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta nasehat  hingga tersusunnya makalah ini hingga akhir.
Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman, penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah dan Askep ini. Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan makalah dan Askep ini akan penulis terima dengan senang hati untuk menyempurnakan penyusunan makalah dan Askep tersebut.
Semoga makalah Keprawatan Jiwa yang berjudul “Retardasi Mental” ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca.
Muara Bungo, 20 September 2016
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang. Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman KF,1989).
Prevalensi retardasi mental sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia sekitar 1-3 persen penduduknya menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasimetal kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih banyak padalaki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Wall (1993) berpendapat bahwa fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua khususnya ibu yang menolak kehadiran anak yang tidak normal, karena malu mempunyai anak yang cacat, dan tak mandiri. Orang tua yang demikian akan cenderung menyangkal keberadaan anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut agar jangan sampai diketahui oleh orang lain. Anak retardasi mental sering dianggap merepotkan dan menjadi beban bagi pihak lain
Retardasi mental masih merupakan dilema, sumber kecemasan bagikeluarga dan masyarakat. Demikian pula dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang tidak kecil.  Orang tua mempunyai pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental. Melalui asuhan keperawatan keluarga, orang tua sebagai orang terdekat dalam kehidupan  anak dapat membantu anak retardasi mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sikap yang penuh cinta kasih dan penerimaan terhadap apapun keadaan anak merupakan hal yang dibutuhkan oleh anak.
Dengan adanya asuhan keperawatan keluarga, diharapkan orang tua memperoleh informasi dan mendapatkan gambaran dalam menerapkan pola asuh yang diiterapkan kepada anak sehingga anak retardasi mental dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.

B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari Pembuatan Makalah ini adalah :
-          Apa pengertian dari Retardasi Mental?
-          Apa saja penyebab dari Retardasi Mental?
-          Apa Saja tingkat-tingkat retradasi Mental?
-          Bagaimana Penanganan Masalah Retradasi Mental?

C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan dari Makalah ini secara Khusus adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang diberikan oleh dosen Pembimbing dan adapun tujuan Umum Pembuatan Makalah ini adalah untuk menambah wawasan penulis mengehai Retardasi Mental


BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi mental ialah keadaan dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama (yang menonjol) ialah inteligensi yang terbelakang (lihat Bab 4.9. : Gangguan inteligensi). Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Penyebab retardasi mental mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik), mungkin juga tidak diketahui (retardasi mental simplex). Kedua-duanya ini dinamakan juga retardasi mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu pranatal, perinatal atau postnatal.

B. Akibat Retardasi Mental
Pedoman Penggolongan Diagnosa Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1) memerikan subkategori-subkategori klinis atau keadaan-keadaan yang sering disertai retardasi mental sebagai berikut :
a.    Akibat infeksi dan/atau intoxikasi.
Dalam kelompok ini" termasuk keadaan rctardasi mental karena kerasakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toxik lainnya.
Beberapa contoh ialah :
·           Parotitis epidemika, rubela, sifilis dan toxoplasmosa kongenital. Ensefalopatia karena infeksi postnatal.
·           Ensefalopatia karena toxemia gravidarum atau karena intoxikasi lain.
·           Ensefalopatia bilirubin ("Kernicterus"). Ensefalopatia post-imunisasi.
b.   Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain.
Rudapaksa : Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar-X, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa kepala sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
Pada waktu lahir (perinatal) kepala anak dapat mengalami tekanan sehingga timbul perdarahan di dalam otak. Mungkin juga terjadi kekurangan O2 (asfixia neonatorum) yang terjadi pada 1/5 dari semua ke!?hiran. Hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir, aspirasi liquor amhii, antstesia ibu dan prematuritas. Bila kekurangan zat asam berlangsung terlalu lama maka akan terjadi degenerasi sel-sel kortex otak yang kelak mengakibatkan retardasi mentaL
PPDGJ-1 menyebutkan :
·      Ensefalopatia karena kerusakan pranatal.
·      Ensefalopatia karena kerusakan pada waktu lahir.          ,
·      Ensefalopatia karena kerusakan postnatal.
c.    Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (umpamanya. gangguan metabolisme zat lipida, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
Ternyata bahwa gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
Beberapa contoh keadaan yang sering mengakibatkan retardasi mental dalam subkategori ini ialah :
·      Lipoidosa otak infantil (penyakit Tay-Sach).
·      Histiositosis lipidum jenis keratin (penyakit Gaucher).
·      Histiositosis lipidum jenis fosfatid (penyakit Niemann-Pick).
·      Fenilketonuria : Diturunkan melaiui suatu gene yang resesif.
Pada fenilketonuria tidak terdapat enzim yang memecahkan fenilalanin sehingga timbul keracunan neron-neron dengan zat itu. Retardasi mental akibat ini sekarang dapat dicegah dengan diit yang mengandung sedikit sekali fenilalanin.
·      Degenerasio hepatolentikularis (penyakit Wilson)
·      Porfiria
·      Galaktosemia
·      Glukogenosa (penyakit von Gierke).
d.   Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk tumbuhan sekunder karena rudapaksa atau keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter atau familial). Reaksi sel-sel otak (reaksi struktural) ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif. Umpamanya :
·      Nerofibromatosa (penyakit von Recklinghausen)
·      Angiomatosa otak trigemini (penyakit Sturge-Weber-Dimitri)
·      Sklerosa tuberosa (Epiloia, penyakit Bournville)
·      Sklerosa spinal (ataxia Friedreich)
e.    Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
·      Anensefali dan hemi-ensefali Kelainan pembentukan giri Porensefali kongenital Kraniostenosa Hidrosefalus kongenital Hipertelorisme Makrosefali (Megalensefali) Mikrosefali primer Sindroma Laurence-Moon-BiedL
f. Akibat kelainan kromosoma
Kelainan kromosoma mungkin terdapat dalam jumlahnya atau dala bentuknya. Seorang anak dengan sindroma Down. Perhatikanlah lidanya yang tebal dan jari-jari tangannya yang pendek.
Kelainan dalam jumlah kromosoma :
·                Sindroma Down atau LangHon-Down atau mongolisme (trisomi otosomal atau trisomi kromosoma 21).
·                Pada kromosoma sex
Kelainan dalam bentuk kromosoma :
·                "Cri du chat" : tidak terdapat cabang pendek pada kromosoma 5. Cab-ng penu k pada bomosoma 18 tidak terdapat.
g. Akibat premeturitas.
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam subkategori sebelum ini.
h. Akibat gangguan jiwa yang berat.
Retardasi mental mungkin juga akibat suatu gangguan jiwa yang berat dalam masa anak-anak. Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak. Penderita skizofrenia residual dengair'deteriorasi mental tidak termasuk dalam kelompok ini.
i.      Akibat deprivasi psikososial
Retardasi mental dapat disebabkan oleh faktor-faktor biomedik ataupun sosiobudaya (yang berhubungan dengan deprivasi psikososial dan penyesuaian diri).

C. Tingkat-Tingkat Retardasi Mental
Hasil-bagi Irtteligensi (HI atau IQ= "intelligence quotient") bukanlah merupakan satu-satunya patokan yang dapat Jipa..ai unt k menentukan berat-ringannya retardasi mental. Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan kemampuan sosial atau kerja (vokasional). Lihatlah Tabel 17 :-Pembagian tingkat-tingkat inteligensi.
Tmgkat-tmgkat retardasi mental dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi : Retardasi mental taraf perbatasan Retardasi mental ringan Retardasi mental sedang Retardasi mental berat Retardasi mental sangat berat(Lihat Tabel 18 : Ciri-ciri perkembangan penderita retardasi mental).

C. Penanganan Masalah Retardasi Mental
Ternyata bahwa banyak penderita retardasi mental taraf perbatasan, ringan bahkan yang berat, dapat mengalami perkembangan kepribadian yang normal
Tabel 17 : Pembagian tingkat-tingkat Inteligensi (Patokan sosial didasarkan atas keadaan masyarajat yang “normal”)

NAMA
IQ/HI
TINGKAT
PATOKAN SOSIAL
PATOKAN PENDIDIKAN
SANGAT SUPERIOR
 > 130
Tinggi sekali
Bila berguna bagi masyarakat disebut Zeni (Genious)
Terlalu pandai untuk sekolah biasa
SUPERIOR
 110 - 130
Tinggi
Dapat berfungsi biasa
Dapat menyelesaikan PT (perguruan tinggi) dengan mudah
NORMA
 86 - 109
Normal
Dapat berfungsi biasa
Dapat menyelesaikan SLA, agak sukar di PT
Keadaan bodoh
Bebal
 68 - 85
Taraf perbatasan
Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah
Beberapa kali tidak naik kelas di SD
Debilitas (keadaan tolol)
52 – 85                
Retardasi mental ringan       
Dapat mencari nafkah sederhana dalam keadaan baik
Dapat dilatih dan dididik disekolah khusus
Imbesilitas (keadaan dungu)
36 – 51
20 - 35
Ret.men sedang
Ret.men berat
Mengenal bahaya, tidak dapat mencari nafkah
Tidak dapat dididik , dapat dilatih
Idiosi (pandir)
< 20
Retardasi mental yang sangat berat.
Tidak mengenal bahaya , tidak dapat menungurus diri sendiri.
Tidak dapat dididik dan tidak dapat dilatih



Tabel 18 : Ciri – Ciri Perkembangan penderita reterdasi Mental
Tingkat Retardasi Mental
Umur pra-Sekolah: 0 – 5 tahun, pematangan dan perkembangan
Umur sekolah 9 – 20 tahun , Latihan dan Pendidikan
Masa Dewasa: 21 tahun atau lebih , kecukupan soaial dan pekerjaan
Berat Sekali
Retardasi berat, kemampuan minimal untuk berfungsi dalam bidang sensori-motorik, membutuhkan perawatan
Perkembangan motorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan mengurus diri sendiri secara minimal atau terbatas
Perkembangan motorik dan bicara sedikit, dapat mencapai mengurus diri sendiri secara sanga terbatas, membutuhkan perawatan
Berat
Perkembangan motorik kurang, bicara minimal, pada umumnya tidak dapat dilatih untuk mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi tidak ada atau hanya sedikit sekali
Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi, dapt dilatih dalam kebiasaan kesehatan dasar, dapat dilatih secara sistematis dalam keadaan kebiasaan
Dapat mencapai sebagian dalam mengurus diri sendiri dibawah pengawasan penuh, dapat mengembangkan secara minimal berguna keterampilan menjaga diri dlam lingkungan yang terkontrol
Sedang
Dapat berbicara atau belajar berkomunikasi , kesadaran sosial kurang , perkembangan motorik cukup, dapat mengurus diri sendiri, dapat di atur dengan pengawasan sedang
Dapat dilatih dengan ketempilan sosial dan pekerjaan, sukar maju lewat kelas 2 SD dalam mata pelajaran akademik, dapat belahar bepergian sendiri ditempat yang sudah dikenal
Dapat mencari nafkah dalam pekerjaan kasar (unskilled) atau setengah terlatih dalam keadaan yang terlindung, memerlukan pengawasan dan bimbingan bila mengalami stress sosial atau stress ekonomi yang ringan
Ringan
Dapat mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, keterbelakangan minimal dalam bidang sensorimotorik, sering tidak dapat dibedakan dari normal hingga usia lebih tua
Dapat belajar keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada umur belasan tahun (dekat umur 20 tahun) dapat dibimbing ke arah konfrontasi sosial.
Biasanya dapat mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup untuk memcari nafkah, tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila mengalami stress sosial atau stress ekonmi yang luar biasa

(freedman, A.M, Kaplan, H.I dan Sandock, B,J) : Modern Synopsis of Comprehensive TextBook of Psychiatry, Willians & Wilkins Co. Baltimore , 1972 , HI, 313)
Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan kepribadian Seorang dengan retardasi mental, karena keadaannya, sepanjang hidupnya menghadapi lebih banyak risiko daripada orang yang normal. Risiko ini rupanya bertambah sesuai dengan beratnya retardasi mental.
Karena keterbelakangan inteligensinya terdapat juga perkembangan hidup emosi yang dapat mempengaruhi hubungan antar manusia. Bila di dalam keluarga terdapat anak lain yang pandai, maka ke-tidak-mampuan untuk bersaing dapat merupakan trauma baginya. Bila orangtua tidak mengetahui bahwa anak mereka menderita retardasi mental (karena ketidak tahuan atau karena mekanisme pembelaan penyangkalan), maka harapan atau tuntutan mengenai perilaku normal akan menyebabkan frustrasi yang dapat mengakibatkan ketegangan, kebingungan atau kerenggangan hubungan antara orangtua dan anak.
 Sikap umum masyarakat terhadap retardasi mental sangat mempengaruhi reaksi orangtua terhadap adanya anak dengan retardasi mental dalam keluarga mereka. Masyarakat dengan teknologi tinggi yang mengutamakan pendidikan dan kemampuan intelektual, tidak begitu tolerant terhadap penderita retardasi mental, dibandingkan dengan masyarakat dengan teknologi yang lebih rendah. Bila anak dengan retardasi mental menjadi lebih besar, maka diterimanya dia oleh anak-anak yang lain dipengaruhi oleh sikap, toleransi dan emosi pribadi orangtua anak-anak itu terhadap anak dengan retardasi mental.
a.    Diagnosa dan diagnosa banding
Untuk mendiagnosa retardasi mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orangtua dengan teliti mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan juga pemeriksaan psikologik. Bila perlu diperiksa juga di laboratorium, diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk mengetahui adanya gangguan psikiatrik di samping retardasi mental.
Diagnosa banding ialah : anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat (retardasi mental ini reyersibel bila diberi rangsangan yang baik secara dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan "cerebral palsy" membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun inteligensinya normal. Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira fenak itu bodoh. "Early infantile autism" dan skizofrenia anak juga sering menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.
b.      Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan   primer  dapat  dilakukan   dengan   pendidikan  kesehatan  pada masyarakat, perbaikan keadaan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan pranatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak pada anak-anak). Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya.
Pencegahan sekunder meliputi diagnosa dan pengobatan dini keradangan otak, perdarahan subdural, kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan kraniotomi; pada mikrosefali yang kongenital, operasi tidak menolong).
Pencegahan tersier merupakan pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya di sekolah luar biasa (lihatlah lampiran pada bab ini mengenai alamat-alamat SLB Bagian C Tuna mental). Dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga antihistamin berguna juga pada hiperkinesa. Barbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradoxal dengan menambah kegelisahan dan ketegangan. Dapat dicoba juga obat-obat yang memperbaiki mikrosirkulasi di otak (membuat masuknya zat asam dan makanan dari darah ke sel-sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki metabolisme sel-sel otak, akan tetapi hasilnya, kalau ada, tidak segera dapat dilihat.
Konseling pada orangtua dilakukan secara flexibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi mental. Mereka sering perlu ditenangkan dan sekaligus dianjurkan dengan mengatakan bahwa bukanlah salah mereka bahwa anak ini menderita retardasi mental, tetapi adalah salah bila mereka tidak mau berusaha untuk mengatasi keadaan anak itu. Karena orangtua sering menghendaki anak itu diberi obat, dapat diberi penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membikin anak pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel otak, akan tetapi biarpun anak itu menelan obat semacam itu banyak dan lama sekali (tidak mengganggu badan), ia tidak akan maju kalau ia tidak belajar melalui latihan dan pendidikan.

c.       Latihan dan pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi mental secara umum ialah :
·           mempergunakan dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
·           memperbaiki sifat-sifat yang salah atau yang antisosial.
·           mengajarkan suaru keahlian ("skill") agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
Latihan anak-anak ini lebih sukar daripada anak-anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali tertarik kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna atau yang berbunyi, dan semuanya harus konkrit, artinya dapat dilihat, didengar dan diraba. Prinsip-prinsip ini yang mula-mula dipakai oleh Froebel dan Pestalozzi, hingga sekarang masih digunakan ditaman kanak-kanak. Mereka dipelajari membuat gedung-gedung, jembatan, menara dan sebagainya dengan blok-blok, kemudian baru membaca, menulis dan berhitung. Selanjutnya diberi pekerjaan yang praktis dan yang tidak memerlukan inteligensi yang tinggi, seperti menjahit, membuat keranjang, membuat keset dan alat-alat dari kayu (pertukangan kayu).
Latihan diberikan secara kronologis dan meliputi :
·      Latihan di rumab : pelajaran-pdajaran mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
·      Latihan di sekolab : yang penting dalam hal ini ialah perkembangan rasa sosial.
Terapi bermaln dalam suatu klinik untuk anak-anak dengan retardasi mental.
Latihan teknis : diberikan sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial. Pada pria umpamanya petemakan, pertanian, pekerjaan administrasi, tukang sepatu, tukang kayu, percetakan, pe-r;ahit dan sebagainya. Pada wanita umpamanya tukang masak, penjahit, penatu dan sebagainya. Latiban moral : Dari kecil anak harus diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan yang baik perlu disertai hadiah. Hukuman dapat berupa : dimarahi, tidak diberi makanan yang disukai, larangan bermain untuk sementara waktu dan sebagainya. Hadiah dapat berupa : kata-kata pujian, mainan, makanan dan sebagainya.
 Selanjutnya perhatian kita perlu juga dicurahkah pada lingkungan anak tersebut; ayah, ibu dan orang-orang lain di sekitarnya harus memberi contoh yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.         Retardasi mental ialah keadaan dengan inteligensi yang kurang (atau subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
2.         Pada analisa terakhir, retardasi mental lebih merupakan masalah sosial daripada masalah kedokteran, psikologik atau pendidikan.
3.         Retardasi mental mungkin primer, yaitu genetik (sebab faktor-faktor keturunan) atau simplex (belum diketahui penyebabnya), mungkin juga sekunder, yaitu karena faktor-faktor luar yang diketahui.
Waktu faktor-faktor ini bekerja, dapat dibagi menjadi pranatal, perinatal dan postnatal.
4.         PPDGJ-lmembagi retardasi mental menurut-penyebabnya, yaitu :
a.    Akibat infeksi dan/atau intoxikasi.
b.    Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain.
c.    Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
d.   Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
e.    Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
f.     Akibat kelainan kromosoma.
g.    Akibat prematuritas.
h.    Akibat gangguan jiwa yang berat.
i.      Akibat deprivasi psikososial.
5.         Sebagai patokan retardasi mental dapat dipakai HI ("IQ"), kemampuan dididik dan dilatih atau kemampuan sosial. Tingkat-tingkatnya dibagi menjadi :
a.    Retardasi mental taraf perbatasan.
b.    Retardasi mental ringan.
c.    Retardasi mental sedang.
d.   Retardasi mental berat.
e.    Retardasi mental sangat berat.
6.         Banyak penderita retardasi mental taraf perbatasan dan ringan bahkan yang berat, dapat mengaiami perkembangan kepribadian yang normal seperti orang dengan inteligensi normal. Dan dalam lingkungan yang baik, banyak diantara mereka dapat menyesuaikan diri secara sosial dan vokasional sena mampu mengadakan hubungan antar-manusia yang wajar.
7.         Penderita retardasi mental memang menghadapi lebih banyak risiko untuk mengaiami stres dan gangguan jiwa atau gangguan badaniah daripada orang normal; dan risiko ini makin banyak dengan makin beratnya retardasi mental itu. Risiko-risiko ini disebabkan karena keadaan psikologik dan badaniah penderita sendiri, tetapi munglfin juga karena sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat.
8.         Untuk diagnosa yang tepat perlu anamnesa yang teliti, terutama dari orangtua, pemeriksaan fisik dan nerologik, pemeriksaan psikiatrik dan bila mungkin juga pemeriksaan psikologik, serta bila perlu pemeriksaan laboratorium, evaluasi pendengaran dan bicara.
9.         Diagnosa banding ialah : anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang berat, gangguan pendengaran atau penglihatan, "early infantile autism", skizofrenia anak, gangguan bicara, "cerebral palsy" dan gangguan emosi yang dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan di sekolah.
10.     Pencegahan dapat dilakukan secara primer (penerangan pada masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran yang,baik), sekunder (diagnosa dan pengobatan dini, terutama pada retardasi mental yang sekunder) dan pencegahan tersier (latihan dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obat dapat diberi umpamanya neroleptika untuk mengatasi hiperkinesa atau gangguan psikiatrik yang lain atau obat-obat yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak).

B. Saran
Insiden retardasi mental pada seorang anak sulit untuk di kenali, oleh karena itu keluarga harus lebih peka terhadap perkembangan-perkembangan pada anak apakah sesuai atau tidak dengan usianya. Dan di sini perawat keluarga sangat berperan dalam pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus dari profesional  bidang kesehatan untuk menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat, aturan untuk memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.

DAFTAR PUSTAKA

Greene, Beverly.  Jeffrey S. Nevid, Spencer A. Rathus . 2003. Psikologi Abnormal. Penerbit Erlangga.

I.G A.K. Wardani, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta: Universitas Terbuka.

Sumardi Suryabiata. 2004. Psikologi Pendidikan Jakarta: PT. Raja Grapindo

Richards, Graham. 2009. PSIKOLOGI. Yogyakarta: Pustaka Baca

http://akuikoanakpasiekuliahpsikologi.blogspot.com/2013/06/retardasi-mental.html

Share this

Related Posts

Previous
Next Post »