MAKALAH
KEPERAWATAN JIWA
“RETARDASI MENTAL “
DISUSUN OLEH
NAMA : ….
TINGKAT :
III.B
DOSEN PEMBIMBING
NS. MARETA AKHRIANSYAH,S.Kep
YAYASAN SETIH SETIO MUARA BUNGO
AKADEMI KEPERAWATAN SETIH SETIO
MUARA BUNGO
T.A 2015/2016
KATA PENGANTAR
Dengan Mengucap syukur kehadirat Allah SWT.
yang hanya dengan rahmat serta petunjuk-nya, penulis berhasil menyelesaikan
makalah yang berjudul “Retardasi Mental” Untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan
Jiwa
Dalam penulisan ini tidak lepas dari pantauan
bimbingan saran dan nasehat dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini
penulis mengucapkan terima kasih kapada yang terhormat dosen Pmebimbing yang
telah memberikan tugas dan kesempatan kepada kami untuk membuat dan menyusun
makalah ini. Serta semua pihak yang telah membantu dan memberikan masukan serta
nasehat hingga tersusunnya makalah ini
hingga akhir.
Karena keterbatasan ilmu dan pengalaman,
penulis sadar masih banyak kekurangan dalam penyusunan makalah dan Askep ini.
Oleh karena itu kritik dan saran yang berkaitan dengan penyusunan makalah dan
Askep ini akan penulis terima dengan senang hati untuk menyempurnakan
penyusunan makalah dan Askep tersebut.
Semoga makalah Keprawatan Jiwa yang berjudul “Retardasi Mental” ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.
Muara Bungo, 20 September 2016
Penulis
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Retardasi mental merupakan
masalah dunia dengan implikasi yang besar terutama bagi Negara berkembang.
Diperkirakan angka kejadian retardasi mental berat sekitar 0,3% dari seluruh
populasi dan hampir 3% mempunyai IQ dibawah 70. Sebagai sumber daya manusia
tentunya mereka tidak bisa dimanfaatkan karena 0,1% dari anak-anak ini
memerlukan perawatan, bimbingan serta pengawasan sepanjang hidupnya (Swaiman
KF,1989).
Prevalensi retardasi mental
sekitar 1 % dalam satu populasi. Di Indonesia sekitar 1-3 persen penduduknya
menderita kelainan ini. Insidennya sulit di ketahui karena retardasimetal
kadang-kadang tidak dikenali sampai anak-anak usia pertengahan dimana
retardasinya masih dalam taraf ringan. Insiden tertinggi pada masa anak sekolah
dengan puncak umur 10 sampai 14 tahun. Retardasi mental mengenai 1,5 kali lebih
banyak padalaki-laki dibandingkan dengan perempuan.
Wall (1993) berpendapat bahwa
fenomena dalam masyarakat masih banyak orang tua khususnya ibu yang menolak
kehadiran anak yang tidak normal, karena malu mempunyai anak yang cacat, dan
tak mandiri. Orang tua yang demikian akan cenderung menyangkal keberadaan
anaknya dengan menyembunyikan anak tersebut agar jangan sampai diketahui oleh
orang lain. Anak retardasi mental sering dianggap merepotkan dan menjadi beban
bagi pihak lain
Retardasi mental masih
merupakan dilema, sumber kecemasan bagikeluarga dan masyarakat. Demikian pula
dengan diagnosis, pengobatan dan pencegahannya masih merupakan masalah yang
tidak kecil. Orang tua mempunyai
pengaruh yang besar bagi perkembangan anak yang mengalami retardasi mental.
Melalui asuhan keperawatan keluarga, orang tua sebagai orang terdekat dalam
kehidupan anak dapat membantu anak
retardasi mental dalam menyesuaikan diri dengan lingkungan. Sikap yang penuh
cinta kasih dan penerimaan terhadap apapun keadaan anak merupakan hal yang
dibutuhkan oleh anak.
Dengan adanya asuhan
keperawatan keluarga, diharapkan orang tua memperoleh informasi dan mendapatkan
gambaran dalam menerapkan pola asuh yang diiterapkan kepada anak sehingga anak
retardasi mental dapat menyesuaikan diri dengan lingkungan.
B. Rumusan Masalah
Adapun Rumusan Masalah dari Pembuatan Makalah
ini adalah :
-
Apa
pengertian dari Retardasi Mental?
-
Apa saja
penyebab dari Retardasi Mental?
-
Apa Saja
tingkat-tingkat retradasi Mental?
-
Bagaimana
Penanganan Masalah Retradasi Mental?
C. Tujuan Penulisan
Adapun Tujuan Penulisan dari
Makalah ini secara Khusus adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah yang
diberikan oleh dosen Pembimbing dan adapun tujuan Umum Pembuatan Makalah ini
adalah untuk menambah wawasan penulis mengehai Retardasi Mental
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Retardasi Mental
Retardasi mental ialah keadaan
dengan inteligensi yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir
atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara
keseluruhan (seperti juga pada demensia), tetapi gejala utama (yang menonjol)
ialah inteligensi yang terbelakang (lihat Bab 4.9. : Gangguan inteligensi).
Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren
= jiwa) atau tuna mental.
Penyebab retardasi mental
mungkin faktor keturunan (retardasi mental genetik), mungkin juga tidak
diketahui (retardasi mental simplex). Kedua-duanya ini dinamakan juga retardasi
mental primer. Retardasi mental sekunder disebabkan faktor-faktor dari luar
yang diketahui dan faktor-faktor ini mempengaruhi otak mungkin pada waktu
pranatal, perinatal atau postnatal.
B. Akibat Retardasi Mental
Pedoman Penggolongan Diagnosa
Gangguan Jiwa ke-1 (PPDGJ-1) memerikan subkategori-subkategori klinis atau
keadaan-keadaan yang sering disertai retardasi mental sebagai berikut :
a.
Akibat infeksi dan/atau intoxikasi.
Dalam kelompok ini"
termasuk keadaan rctardasi mental karena kerasakan jaringan otak akibat infeksi
intrakranial, karena serum, obat atau zat toxik lainnya.
Beberapa contoh ialah :
·
Parotitis
epidemika, rubela, sifilis dan toxoplasmosa kongenital. Ensefalopatia karena
infeksi postnatal.
·
Ensefalopatia
karena toxemia gravidarum atau karena intoxikasi lain.
·
Ensefalopatia
bilirubin ("Kernicterus"). Ensefalopatia post-imunisasi.
b.
Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain.
Rudapaksa : Rudapaksa sebelum
lahir serta juga trauma lain, seperti sinar-X, bahan kontrasepsi dan usaha
melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental.
Rudapaksa kepala sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi
mental.
Pada waktu lahir (perinatal)
kepala anak dapat mengalami tekanan sehingga timbul perdarahan di dalam otak.
Mungkin juga terjadi kekurangan O2 (asfixia neonatorum) yang terjadi pada 1/5
dari semua ke!?hiran. Hal ini dapat terjadi karena aspirasi lendir, aspirasi
liquor amhii, antstesia ibu dan prematuritas. Bila kekurangan zat asam
berlangsung terlalu lama maka akan terjadi degenerasi sel-sel kortex otak yang
kelak mengakibatkan retardasi mentaL
PPDGJ-1
menyebutkan :
· Ensefalopatia karena kerusakan pranatal.
· Ensefalopatia karena kerusakan pada waktu
lahir. ,
· Ensefalopatia karena kerusakan postnatal.
c.
Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau
gizi
Semua retardasi mental yang
langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (umpamanya. gangguan metabolisme
zat lipida, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam
kelompok ini.
Ternyata bahwa gangguan gizi
yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat mempengaruhi
perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat
diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun
anak itu dibanjiri dengan makanan yang bergizi, inteligensi yang rendah itu
sudah sukar ditingkatkan.
Beberapa contoh keadaan yang sering
mengakibatkan retardasi mental dalam subkategori ini ialah :
· Lipoidosa otak infantil (penyakit Tay-Sach).
· Histiositosis lipidum jenis keratin (penyakit
Gaucher).
· Histiositosis lipidum jenis fosfatid
(penyakit Niemann-Pick).
· Fenilketonuria : Diturunkan melaiui suatu
gene yang resesif.
Pada fenilketonuria tidak
terdapat enzim yang memecahkan fenilalanin sehingga timbul keracunan
neron-neron dengan zat itu. Retardasi mental akibat ini sekarang dapat dicegah
dengan diit yang mengandung sedikit sekali fenilalanin.
· Degenerasio hepatolentikularis (penyakit
Wilson)
· Porfiria
· Galaktosemia
· Glukogenosa (penyakit von Gierke).
d.
Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
Dalam kelompok ini termasuk
retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk tumbuhan sekunder karena
rudapaksa atau keradangan) dan beberapa reaksi sel-sel otak yang nyata, tetapi
yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter atau familial). Reaksi
sel-sel otak (reaksi struktural) ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif,
radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif. Umpamanya :
· Nerofibromatosa (penyakit von Recklinghausen)
· Angiomatosa otak trigemini (penyakit
Sturge-Weber-Dimitri)
· Sklerosa tuberosa (Epiloia, penyakit
Bournville)
· Sklerosa spinal (ataxia Friedreich)
e.
Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak
jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada
sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali
kranial primer dan defek kongenital yang tidak diketahui sebabnya.
· Anensefali dan hemi-ensefali Kelainan pembentukan
giri Porensefali kongenital Kraniostenosa Hidrosefalus kongenital
Hipertelorisme Makrosefali (Megalensefali) Mikrosefali primer Sindroma
Laurence-Moon-BiedL
f.
Akibat kelainan kromosoma
Kelainan kromosoma mungkin
terdapat dalam jumlahnya atau dala bentuknya. Seorang anak dengan sindroma
Down. Perhatikanlah lidanya yang tebal dan jari-jari tangannya yang pendek.
Kelainan dalam jumlah kromosoma :
·
Sindroma
Down atau LangHon-Down atau mongolisme (trisomi otosomal atau trisomi kromosoma
21).
·
Pada kromosoma
sex
Kelainan dalam bentuk kromosoma :
·
"Cri
du chat" : tidak terdapat cabang pendek pada kromosoma 5. Cab-ng penu k
pada bomosoma 18 tidak terdapat.
g.
Akibat premeturitas.
Dalam kelompok ini termasuk
retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi yang pada waktu lahir
berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38
minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam subkategori sebelum
ini.
h.
Akibat gangguan jiwa yang berat.
Retardasi mental mungkin juga
akibat suatu gangguan jiwa yang berat dalam masa anak-anak. Untuk membuat
diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak
terdapat tanda-tanda patologi otak. Penderita skizofrenia residual
dengair'deteriorasi mental tidak termasuk dalam kelompok ini.
i.
Akibat deprivasi psikososial
Retardasi mental dapat
disebabkan oleh faktor-faktor biomedik ataupun sosiobudaya (yang berhubungan
dengan deprivasi psikososial dan penyesuaian diri).
C. Tingkat-Tingkat Retardasi
Mental
Hasil-bagi Irtteligensi (HI
atau IQ= "intelligence quotient") bukanlah merupakan satu-satunya
patokan yang dapat Jipa..ai unt k menentukan berat-ringannya retardasi mental.
Sebagai kriteria dapat dipakai juga kemampuan untuk dididik atau dilatih dan
kemampuan sosial atau kerja (vokasional). Lihatlah Tabel 17 :-Pembagian
tingkat-tingkat inteligensi.
Tmgkat-tmgkat retardasi mental
dalam PPDGJ-1 dibagi menjadi : Retardasi mental taraf perbatasan Retardasi
mental ringan Retardasi mental sedang Retardasi mental berat Retardasi mental
sangat berat(Lihat Tabel 18 : Ciri-ciri perkembangan penderita retardasi
mental).
C. Penanganan Masalah Retardasi
Mental
Ternyata bahwa banyak penderita
retardasi mental taraf perbatasan, ringan bahkan yang berat, dapat mengalami perkembangan
kepribadian yang normal
Tabel 17 : Pembagian tingkat-tingkat
Inteligensi (Patokan sosial didasarkan atas keadaan masyarajat yang “normal”)
NAMA
|
IQ/HI
|
TINGKAT
|
PATOKAN SOSIAL
|
PATOKAN PENDIDIKAN
|
SANGAT SUPERIOR
|
> 130
|
Tinggi sekali
|
Bila berguna bagi masyarakat disebut Zeni (Genious)
|
Terlalu pandai untuk sekolah biasa
|
SUPERIOR
|
110 - 130
|
Tinggi
|
Dapat berfungsi biasa
|
Dapat menyelesaikan PT (perguruan tinggi) dengan mudah
|
NORMAL
|
86 - 109
|
Normal
|
Dapat berfungsi biasa
|
Dapat menyelesaikan SLA, agak sukar di PT
|
Keadaan bodoh
Bebal
|
68 - 85
|
Taraf perbatasan
|
Tidak dapat bersaing dalam mencari nafkah
|
Beberapa kali tidak naik kelas di SD
|
Debilitas (keadaan tolol)
|
52 – 85
|
Retardasi mental ringan
|
Dapat mencari nafkah sederhana dalam keadaan baik
|
Dapat dilatih dan dididik disekolah khusus
|
Imbesilitas (keadaan dungu)
|
36 – 51
20 - 35
|
Ret.men sedang
Ret.men berat
|
Mengenal bahaya, tidak dapat mencari nafkah
|
Tidak dapat dididik , dapat dilatih
|
Idiosi (pandir)
|
< 20
|
Retardasi mental yang sangat berat.
|
Tidak mengenal bahaya , tidak dapat menungurus diri
sendiri.
|
Tidak dapat dididik dan tidak dapat dilatih
|
Tabel 18 : Ciri – Ciri Perkembangan penderita reterdasi Mental
Tingkat
Retardasi Mental
|
Umur
pra-Sekolah: 0 – 5 tahun, pematangan dan perkembangan
|
Umur sekolah 9 –
20 tahun , Latihan dan Pendidikan
|
Masa Dewasa: 21
tahun atau lebih , kecukupan soaial dan pekerjaan
|
Berat Sekali
|
Retardasi berat,
kemampuan minimal untuk berfungsi dalam bidang sensori-motorik, membutuhkan
perawatan
|
Perkembangan
motorik sedikit, dapat bereaksi terhadap latihan mengurus diri sendiri secara
minimal atau terbatas
|
Perkembangan
motorik dan bicara sedikit, dapat mencapai mengurus diri sendiri secara sanga
terbatas, membutuhkan perawatan
|
Berat
|
Perkembangan
motorik kurang, bicara minimal, pada umumnya tidak dapat dilatih untuk
mengurus diri sendiri, keterampilan komunikasi tidak ada atau hanya sedikit
sekali
|
Dapat berbicara
atau belajar berkomunikasi, dapt dilatih dalam kebiasaan kesehatan dasar,
dapat dilatih secara sistematis dalam keadaan kebiasaan
|
Dapat mencapai
sebagian dalam mengurus diri sendiri dibawah pengawasan penuh, dapat
mengembangkan secara minimal berguna keterampilan menjaga diri dlam
lingkungan yang terkontrol
|
Sedang
|
Dapat berbicara
atau belajar berkomunikasi , kesadaran sosial kurang , perkembangan motorik
cukup, dapat mengurus diri sendiri, dapat di atur dengan pengawasan sedang
|
Dapat dilatih
dengan ketempilan sosial dan pekerjaan, sukar maju lewat kelas 2 SD dalam
mata pelajaran akademik, dapat belahar bepergian sendiri ditempat yang sudah
dikenal
|
Dapat mencari
nafkah dalam pekerjaan kasar (unskilled) atau setengah terlatih dalam keadaan
yang terlindung, memerlukan pengawasan dan bimbingan bila mengalami stress
sosial atau stress ekonomi yang ringan
|
Ringan
|
Dapat
mengembangkan keterampilan sosial dan komunikasi, keterbelakangan minimal
dalam bidang sensorimotorik, sering tidak dapat dibedakan dari normal hingga
usia lebih tua
|
Dapat belajar
keterampilan akademik sampai kira-kira kelas 6 pada umur belasan tahun (dekat
umur 20 tahun) dapat dibimbing ke arah konfrontasi sosial.
|
Biasanya dapat
mencapai keterampilan sosial dan pekerjaan yang cukup untuk memcari nafkah,
tetapi memerlukan bimbingan dan bantuan bila mengalami stress sosial atau
stress ekonmi yang luar biasa
|
(freedman,
A.M, Kaplan, H.I dan Sandock, B,J) : Modern Synopsis of Comprehensive TextBook
of Psychiatry, Willians & Wilkins Co. Baltimore
, 1972 , HI , 313)
Faktor-faktor yang
mempengaruhi perkembangan kepribadian Seorang dengan retardasi mental, karena
keadaannya, sepanjang hidupnya menghadapi lebih banyak risiko daripada orang
yang normal. Risiko ini rupanya bertambah sesuai dengan beratnya retardasi
mental.
Karena keterbelakangan
inteligensinya terdapat juga perkembangan hidup emosi yang dapat mempengaruhi
hubungan antar manusia. Bila di dalam keluarga terdapat anak lain yang pandai,
maka ke-tidak-mampuan untuk bersaing dapat merupakan trauma baginya. Bila
orangtua tidak mengetahui bahwa anak mereka menderita retardasi mental (karena
ketidak tahuan atau karena mekanisme pembelaan penyangkalan), maka harapan atau
tuntutan mengenai perilaku normal akan menyebabkan frustrasi yang dapat
mengakibatkan ketegangan, kebingungan atau kerenggangan hubungan antara
orangtua dan anak.
Sikap umum masyarakat terhadap retardasi
mental sangat mempengaruhi reaksi orangtua terhadap adanya anak dengan
retardasi mental dalam keluarga mereka. Masyarakat dengan teknologi tinggi yang
mengutamakan pendidikan dan kemampuan intelektual, tidak begitu tolerant
terhadap penderita retardasi mental, dibandingkan dengan masyarakat dengan
teknologi yang lebih rendah. Bila anak dengan retardasi mental menjadi lebih
besar, maka diterimanya dia oleh anak-anak yang lain dipengaruhi oleh sikap,
toleransi dan emosi pribadi orangtua anak-anak itu terhadap anak dengan
retardasi mental.
a.
Diagnosa dan diagnosa banding
Untuk mendiagnosa retardasi
mental dengan tepat, perlu diambil anamnesa dari orangtua dengan teliti
mengenai kehamilan, persalinan dan perkembangan anak. Bila mungkin dilakukan
juga pemeriksaan psikologik. Bila perlu diperiksa juga di laboratorium,
diadakan evaluasi pendengaran dan bicara. Observasi psikiatrik dikerjakan untuk
mengetahui adanya gangguan psikiatrik di samping retardasi mental.
Diagnosa banding ialah :
anak-anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi rangsangan yang
berat (retardasi mental ini reyersibel bila diberi rangsangan yang baik secara
dini). Kadang-kadang anak dengan gangguan pendengaran atau penglihatan dikira
menderita retardasi mental. Mungkin juga gangguan bicara dan "cerebral
palsy" membuat anak kelihatan terbelakang, biarpun inteligensinya normal.
Gangguan emosi dapat menghambat kemampuan belajar sehingga dikira fenak itu
bodoh. "Early infantile autism" dan skizofrenia anak juga sering
menunjukkan gejala yang mirip retardasi mental.
b.
Pencegahan dan pengobatan
Pencegahan primer
dapat dilakukan dengan
pendidikan kesehatan pada masyarakat, perbaikan keadaan
sosio-ekonomi, konseling genetik dan tindakan kedokteran (umpamanya perawatan
pranatal yang baik, pertolongan persalinan yang baik, kehamilan pada wanita
adolesen dan diatas 40 tahun dikurangi dan pencegahan keradangan otak pada
anak-anak). Tiap usaha mempunyai cara sendiri untuk berbagai aspeknya.
Pencegahan sekunder meliputi
diagnosa dan pengobatan dini keradangan otak, perdarahan subdural,
kraniostenosis (sutura tengkorak menutup terlalu cepat, dapat dibuka dengan
kraniotomi; pada mikrosefali yang kongenital, operasi tidak menolong).
Pencegahan tersier merupakan
pendidikan penderita atau latihan khusus, sebaiknya di sekolah luar biasa
(lihatlah lampiran pada bab ini mengenai alamat-alamat SLB Bagian C Tuna
mental). Dapat diberi neroleptika kepada yang gelisah, hiperaktif atau
destruktif. Amfetamine dan kadang-kadang juga antihistamin berguna juga pada
hiperkinesa. Barbiturat kadang-kadang dapat menimbulkan efek paradoxal dengan
menambah kegelisahan dan ketegangan. Dapat dicoba juga obat-obat yang
memperbaiki mikrosirkulasi di otak (membuat masuknya zat asam dan makanan dari
darah ke sel-sel otak lebih mudah) atau yang langsung memperbaiki metabolisme
sel-sel otak, akan tetapi hasilnya, kalau ada, tidak segera dapat dilihat.
Konseling pada orangtua
dilakukan secara flexibel dan pragmatis dengan tujuan antara lain membantu
mereka dalam mengatasi frustrasi oleh karena mempunyai anak dengan retardasi
mental. Mereka sering perlu ditenangkan dan sekaligus dianjurkan dengan
mengatakan bahwa bukanlah salah mereka bahwa anak ini menderita retardasi mental,
tetapi adalah salah bila mereka tidak mau berusaha untuk mengatasi keadaan anak
itu. Karena orangtua sering menghendaki anak itu diberi obat, dapat diberi
penerangan bahwa sampai sekarang belum ada obat yang dapat membikin anak
pandai, hanya ada obat yang dapat membantu pertukaran zat (metabolisme) sel-sel
otak, akan tetapi biarpun anak itu menelan obat semacam itu banyak dan lama
sekali (tidak mengganggu badan), ia tidak akan maju kalau ia tidak belajar
melalui latihan dan pendidikan.
c.
Latihan dan pendidikan
Pendidikan anak dengan retardasi
mental secara umum ialah :
·
mempergunakan
dan mengembangkan sebaik-baiknya kapasitas yang ada.
·
memperbaiki
sifat-sifat yang salah atau yang antisosial.
·
mengajarkan
suaru keahlian ("skill") agar anak itu dapat mencari nafkah kelak.
Latihan anak-anak ini lebih
sukar daripada anak-anak biasa karena perhatian mereka mudah sekali tertarik
kepada hal-hal yang lain. Harus diusahakan untuk mengikat perhatian mereka
dengan merangsang panca indera, misalnya dengan alat permainan yang berwarna
atau yang berbunyi, dan semuanya harus konkrit, artinya dapat dilihat, didengar
dan diraba. Prinsip-prinsip ini yang mula-mula dipakai oleh Froebel dan
Pestalozzi, hingga sekarang masih digunakan ditaman kanak-kanak. Mereka
dipelajari membuat gedung-gedung, jembatan, menara dan sebagainya dengan
blok-blok, kemudian baru membaca, menulis dan berhitung. Selanjutnya diberi
pekerjaan yang praktis dan yang tidak memerlukan inteligensi yang tinggi,
seperti menjahit, membuat keranjang, membuat keset dan alat-alat dari kayu
(pertukangan kayu).
Latihan diberikan secara kronologis dan
meliputi :
· Latihan di rumab : pelajaran-pdajaran
mengenai makan sendiri, berpakaian sendiri, kebersihan badan.
· Latihan di sekolab : yang penting dalam hal
ini ialah perkembangan rasa sosial.
Terapi bermaln dalam suatu klinik untuk anak-anak
dengan retardasi mental.
Latihan teknis : diberikan
sesuai dengan minat, jenis kelamin dan kedudukan sosial. Pada pria umpamanya
petemakan, pertanian, pekerjaan administrasi, tukang sepatu, tukang kayu,
percetakan, pe-r;ahit dan sebagainya. Pada wanita umpamanya tukang masak,
penjahit, penatu dan sebagainya. Latiban moral : Dari kecil anak harus
diberitahukan apa yang baik dan apa yang tidak baik. Agar ia mengerti maka
tiap-tiap pelanggaran disiplin perlu disertai dengan hukuman dan tiap perbuatan
yang baik perlu disertai hadiah. Hukuman dapat berupa : dimarahi, tidak diberi
makanan yang disukai, larangan bermain untuk sementara waktu dan sebagainya.
Hadiah dapat berupa : kata-kata pujian, mainan, makanan dan sebagainya.
Selanjutnya perhatian kita perlu juga
dicurahkah pada lingkungan anak tersebut; ayah, ibu dan orang-orang lain di
sekitarnya harus memberi contoh yang baik.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Retardasi
mental ialah keadaan dengan inteligensi yang kurang (atau subnormal) sejak masa
perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak).
2.
Pada
analisa terakhir, retardasi mental lebih merupakan masalah sosial daripada
masalah kedokteran, psikologik atau pendidikan.
3.
Retardasi
mental mungkin primer, yaitu genetik (sebab faktor-faktor keturunan) atau
simplex (belum diketahui penyebabnya), mungkin juga sekunder, yaitu karena
faktor-faktor luar yang diketahui.
Waktu
faktor-faktor ini bekerja, dapat dibagi menjadi pranatal, perinatal dan
postnatal.
4.
PPDGJ-lmembagi
retardasi mental menurut-penyebabnya, yaitu :
a. Akibat infeksi dan/atau intoxikasi.
b. Akibat rudapaksa dan/atau sebab fisik lain.
c. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau
gizi.
d. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
e. Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak
jelas.
f. Akibat kelainan kromosoma.
g. Akibat prematuritas.
h. Akibat gangguan jiwa yang berat.
i. Akibat deprivasi psikososial.
5.
Sebagai
patokan retardasi mental dapat dipakai HI ("IQ"), kemampuan dididik
dan dilatih atau kemampuan sosial. Tingkat-tingkatnya dibagi menjadi :
a. Retardasi mental taraf perbatasan.
b. Retardasi mental ringan.
c. Retardasi mental sedang.
d. Retardasi mental berat.
e. Retardasi mental sangat berat.
6.
Banyak
penderita retardasi mental taraf perbatasan dan ringan bahkan yang berat, dapat
mengaiami perkembangan kepribadian yang normal seperti orang dengan inteligensi
normal. Dan dalam lingkungan yang baik, banyak diantara mereka dapat
menyesuaikan diri secara sosial dan vokasional sena mampu mengadakan hubungan
antar-manusia yang wajar.
7.
Penderita
retardasi mental memang menghadapi lebih banyak risiko untuk mengaiami stres
dan gangguan jiwa atau gangguan badaniah daripada orang normal; dan risiko ini
makin banyak dengan makin beratnya retardasi mental itu. Risiko-risiko ini
disebabkan karena keadaan psikologik dan badaniah penderita sendiri, tetapi
munglfin juga karena sikap dan keadaan keluarga serta masyarakat.
8.
Untuk
diagnosa yang tepat perlu anamnesa yang teliti, terutama dari orangtua, pemeriksaan
fisik dan nerologik, pemeriksaan psikiatrik dan bila mungkin juga pemeriksaan
psikologik, serta bila perlu pemeriksaan laboratorium, evaluasi pendengaran dan
bicara.
9.
Diagnosa
banding ialah : anak dari keluarga yang sangat melarat dengan deprivasi
rangsangan yang berat, gangguan pendengaran atau penglihatan, "early
infantile autism", skizofrenia anak, gangguan bicara, "cerebral
palsy" dan gangguan emosi yang dapat mengakibatkan kegagalan-kegagalan di
sekolah.
10. Pencegahan dapat dilakukan secara primer
(penerangan pada masyarakat, perbaikan sosio-ekonomi, konseling genetik dan
tindakan kedokteran yang,baik), sekunder (diagnosa dan pengobatan dini,
terutama pada retardasi mental yang sekunder) dan pencegahan tersier (latihan
dan pendidikan di sekolah luar biasa, obat-obat dapat diberi umpamanya
neroleptika untuk mengatasi hiperkinesa atau gangguan psikiatrik yang lain atau
obat-obat yang dapat memperbaiki mikrosirkulasi dan metabolisme otak).
B. Saran
Insiden retardasi mental pada
seorang anak sulit untuk di kenali, oleh karena itu keluarga harus lebih peka
terhadap perkembangan-perkembangan pada anak apakah sesuai atau tidak dengan
usianya. Dan di sini perawat keluarga sangat berperan dalam pendidikan untuk
meningkatkan pengetahuan dan kesadaran masyarakat umum, usaha terus menerus
dari profesional bidang kesehatan untuk
menjaga dan memperbaharui kebijakan kesehatan masyarakat, aturan untuk
memberikan pelayanan kesehatan maternal dan anak yang optimal.
DAFTAR PUSTAKA
Greene, Beverly. Jeffrey S.
Nevid, Spencer A. Rathus . 2003. Psikologi Abnormal. Penerbit Erlangga.
I.G A.K. Wardani, dkk. 2007. Pengantar Pendidikan Luar Biasa. Jakarta:
Universitas Terbuka.
Sumardi Suryabiata. 2004. Psikologi Pendidikan Jakarta: PT. Raja
Grapindo
Richards, Graham. 2009. PSIKOLOGI. Yogyakarta: Pustaka Baca
http://akuikoanakpasiekuliahpsikologi.blogspot.com/2013/06/retardasi-mental.html