Cerita ini di ceritakan dari
mulut ke mulut berdasarkan pengalaman nyata pencerita pertama. Pencerita
pertama ini adalah seorang gadis sebut saja namanya Ani dan dia mempunyai
seorang kekasih sebut saja dengan nama Dito.
Pada suatu malam, entah kenapa
malam itu terasa aneh. Saat itu hujan turun dengan derasnya dan Ani mencoba
memaksakan diri untuk tidur. Tiba-tiba handphone nya berbunyi.
Sebuah pesan dari Dito untuk Ani,
“Bagaimana keadaanmu?”.
Sbuah pesan singkat, Ani merasa
terganggu, dia ingin tidur dan suara pesan dari Dito membuatnya terbangun
kembali. Ani menelpon balik Dito, lama, sampai tiga kali Ani menelpon Dito dan
akhirnya di angkat oleh Dito. Ani kemudian melihat jam dinding, dan menunjukan
jam 00:13 (jam 12 malam lewat 13 menit / tengah malam),
Ani memarahi Dito lewat telpon,
“Kamu apa-apaan sih, aku mau tidur tahu, jangan ganggu aku, kamu lihat udah
pukul 00:13, kau tahu itu waktunya orang istirahat….., jawab aku jika kamu
mengerti”.
Lama Ani menunggu jawaban Dito,
hanya terdengar suara hujan yang amat deras dan napas dari Dito.
Ani kemudian bicara lagi, “Aku
tahu kamu di sana, aku dengar napas mu. Kamu keluar malam ya, aku kan sudah
bilang jika kamu jadi pacarku kamu tidak boleh keluar malam. Aku tidak suka
kamu begitu”, lagi-lagi Dito tidak menjawab.
Ani kesal dan ingin mematikan
telpon nya,
tapi tiba-tiba Dito bicara,
“jangan matikan dulu, aku Cuma khawatir, mendengar bicaramu, aku yakin kamu
baik-baik saja…”. Setelah mendengarkannya Ani lalu mematikannya tanpa berkata
apapun.
Ani kembali mencoba tidur, dua
jam berlalu lagi-lagi Ani masih belum bisa tidur, dia kembali melihat jam. Jam
sudah menunjukan pukul 02:34 (jam setengah 3 malam/ dini hari) Dia haus dan
keluar kamar menuju dapur melalui ruang depan dan saat itu tiba-tiba suara
ketukan pintu terdengar. Ani takut, tapi karena rasa penasarannya dia
memberanikan diri untuk melihat dari balik jendela depan. Terlihat oleh Ani,
Dito dengan keadaan basah kuyup berdiri di depan pintunya. Ani kesal dia biarkan
Dito berada di luar dan tidak membukakan pintunya. Ani berusaha diam dan tidak
berisik agar Dito mengira dirinya sudah tidur dan berharap Dito akan kembali
pulang. Ani menuju dapur, setelah selesai minum, Ani kembali lagi ke kamarnya
untuk tidur. Melewati ruang depan kembali dan mencoba melihat kembali ke luar
rumah di balik jendela. Alangkah terkejutnya dia melihat Dito masih berdiri di
sana. Dan tidak mencoba mengetuk pintu untuk ke dua kalinya.
Ani amat kesal, dia bukakan pintu
dan memarahi Dito, “Dasar seharusnya kau ketuk pintu jangan hanya sekali, kamu
tahu jam berapa sekarang?”.
Tiba-tiba Dito menjawab, “02:34
(kosong dua tiga empat)”.
Ani terdiam dan berpikir dalam
hati,”Itukan waktu terakhir aku melihat jam”.
Ani kemudian bicara lagi,
“mungkin sekarang udah lewat, masuklah, tidak enak di lihat orang”.
Dito tipe laki-laki yang sangat
menghormati wanita, begitulah yang Ani kenal selama ini terhadap Dito, jadi Ani
tidak merasakan was-was ataupun takut. Ani menyuruh Dito untuk duduk di sofa
dan dia mengambilkan handuk dari dalam kamar mandi. Saat kembali, Ani
memberikan handuk itu kepada Dito
“Makasih”, jawab Dito. Dito
kemudian melap wajahnya yang basah kuyup.
Ani bicara kepada Dito,”Ada apa?,
tumben kamu bertamu malam-malam ke rumah ku”.
Dito menjawab, “aku senang, kamu
masih mau membukaan pintu untuk ku, aku Cuma ingin minta maaf kepadamu”.
Ani mendengarkan Dito dan
memegang tangannya Dito, “kamu tunggu di sini. Aku akan bawakan pakaian ayahku
untuk kamu”.
Ani yang takut Dito nanti sakit
mengambilkan pakaian ayahnya, karena orang tuanya lagi pergi Ani langsung
mengambil pakaian ayahnya dalam lemari dan bergegas untuk ke ruang tamu.
Tiba-tiba Handphone Ani berbunyi,
telpon dari Dito, “Hallo!”, suara perempuan terdengar. Ani langsung mematikan telponnya.
Ani sempat marah dan mengira handphonenya Dito ada pada gadis lain, tapi dia
kemudian berpikir selama ini Dito selalu menyendiri dan satu-satunya cewek yang
dekat dengannya adalah dirinya.
Handphonenya berbunyi lagi, dari
Dito kembali, dia mengangkatnya, “Iya Hallo, ini dengan siapa?”.
Kemudian di jawab lagi oleh suara
perempuan dari hanphonenya Dito, “Ini dari RSUD …. . Dito nama pemilik
handphone ini sesuai dengan KTP yang kami temukan. Dari nomor kontaknya Cuma
ada nomor anda saja. Pasti anda orang dekat Dito. Saya mengabarkan Dito
mengalami kecelakaan Dini hari pukul “00:13” dan menghembuskan nafas
terakhirnya pukul “02:34” dini hari. Sebelumnya dia sekarat dan sempat di rawat
di sini….”.
Ani terdiam, tidak bisa
berkata-kata. Dia berlari menuju ke ruang tamu. Dia tidak menemukan Dito di
sana dan hanya melihat handuk yang dia berikan kepada Dito sebelumnya. Dia
kemudian menangis sejadi-jadinya.
Ke esokan paginya dia ke rumah
sakit tempat mayat Dito berada. Dia melihat wajah Dito untuk terakhir kalinya
di kamar mayat itu, Ani tersenyum dan memegang tangan Dito. Dari seluruh tubuh
Dito semuanya terasa dingin, kecuali tangan Dito yang dia pegang saat malam itu
terasa hangat. Ani kemudian menangis lagi.
Dokter yang ada di sana bicara
kepada Ani, “maaf dik Ani…”.
Ani membentak dokter itu, “Diam,
dia kekasih ku, dan dia telah tiada, aku tidak sanggup menahan air mataku”.
Dokter itu menjawab, “Silahkan
menangis dik Ani, tapi lepaskan tangan dokter. Dokter dapat panggilan tugas
sekarang”.
Ani tersenyum malu, “maaf dok,
saya kira tangannya Dito. Pantes masih hangat”.
Ani yang merasa sangat malu lalu
berlari untuk ke luar dari kamar mayat. Namun nasibnya sial, bukannya keluar,
Ani malah nabrak tembok di samping pintu ke luar. Dokter yang ada di sana
langsung menghampiri Ani. Dokter melihat Ani tidak bernapas.
(Eh kok gitu, jika Ani tewas
terus, ceritanya datang dari mana)
(Ternyata ceritanya belum
selesai, cerita berikutnya dari dokter yang merawat Ani)
Melihat Ani tidak bernapas Dokter
langsung membawanya ke ruang perawatan B13. Lalu dokter itu mencoba memacu
jantungnya biar berdetak kembali. Tapi celaka, bukannya alat pancu jantung yang
di letakan di dada Ani tapi setrika asli. Dokter yang panik melihat Baju Ani
hangus, kemudian menutupi tubuh Ani dengan kain putih yang kebetulan ada di
sana. Dokter itu lalu pergi meninggalkan ruangan B13 menuju ruang peralatan
medis untuk mencari alat pancu jatung yang asli. Setelah itu dokter kembali ke
ruangan B13. Dia kaget dan shock melihat ruangan itu kosong.
Dokter itu berkata, “jika Ani itu
tidak ada, terus yang aku tolong tadi siapa”. Dokter yang mengira dirinya
menolong hantu menjadi stress dan gila lalu di masukan ke rumah sakit jiwa
sampai sekarang.
(Bagaimana ceritanya jika dokter
itu gila yang kasih cerita ini siapa?, dan bagaimana nasib Ani, jadi benar Ani
itu hantu)
(Setelah di telusuri, sebelum
dokter itu gila dia sempat cerita dengan petugas pembawa mayat. Jadi cerita
selanjutnya berdasarkan dari petugas pembawa mayat sebut saja namanya Budi).
Budi tidak sengaja lewat di
ruangan B13 tempat di mana Ani di rawat. Saat itu tidak ada siapa-siapa. Budi
lalu mendekati Ani. Melihat Ani tidak lagi bernapas dan tubuh Ani di tutupi
kain putih, Budi mengira Ani sudah tewas dan membawanya ke kamar mayat. Saat
ingin memasuki ruang mayat, Budi tersandung handphone nya Ani dan terjatuh.
Sehingga Budi tanpa sengaja melempar tubuh Ani ke lantai. Akibat benturan
antara Tubuh Ani dan lantai membuat jantung Ani berdetak kembali. Ani bangkit,
melihat Ani hidup kembali Budi ketakutan dan pingsan. Dia ambruk dan kepalanya
terbentur ke lantai dengan keras. Sehingga Budi tewas seketika. Melihat
kejadian itu Ani jadi panik dan berusaha melarikan diri agar tidak menjadi
tersangka pembunuhan petugas kamar mayat. Awalnya Ani ingin melarikan diri dari
pintu ke luar kamar mayat, tapi dia takut ada orang yang melihatnya keluar dari
kamar mayat. Lalu Ani memilih untuk keluar lewat jendela yang ada di kamar
mayat tersebut. Dan Ani berhasil keluar dari kamar mayat lewat jendela, tapi
dia baru ingat. Kamar mayat di rumah sakit ini terletak di lantai 3. Ingin
kembali ke kamar mayat tapi Ani sudah terlanjur terjun dari lantai 3. Akhirnya
Ani tewas beneran.
(Kalau ingin tahu cerita ini dari
mana, sedangkan Ani sudah tewas. Lebih baik jangan di pikirin. Dokter saja gila
gara-gara mikirin yang beginian).
Tamat.